DPR Minta Reorganisasi Kemendikbud Dikaji Ulang
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah mengkaji ulang Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Reorganisasi di Kemendikbud menurut beleid tersebut berpotensi melanggar undang-undang yang lebih tinggi kedudukannya,” ucap Fikri dalam siaran persnya kepada SINDOnews, Rabu 15 Januari 2020.
Fikri menambahkan, Perpres 82/2019 memuat perubahan organisasi di bawah Mendikbud Nadiem Anwar Makarim yang merupakan gabungan dua kementerian, yakni Kemendikbud dan Kemristek-Dikti.
“Memang itu hak prerogatif Presiden, tapi kami cermati ada tupoksi baru, namun juga ada yang hilang, padahal ada amanat undang-undang lain yang harus dipenuhi mendikbud sebagai wakil pemerintah yang membawahi pendidikan,” kata politikus PKS ini.
Fikri menyinggung soal hilangnya Direktorat Jenderal Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Meski kemudian PAUD berada di bawah Direktorat Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah, “Namun, pendidikan masyarakat yang mewakili pendikan non formal dan informal menjadi hilang nomenklaturnya,” imbuh dia.
Fikri mengingatkan ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memuat kewajiban pemerintah memfasilitasi pendidikan nonformal dan informal.
Sebelumnya urusan ini dibawahi oleh Dirjen PAUD dan Dikmas. “Biasanya yang dikhawatirkan, urusan pendidikan nonformal & informal menjadi kehilangan induknya di Kemendikbud,” tambah dia.
Selain itu digabungnya seluruh urusan dalam Kemenristek-Dikti, termasuk Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Kelembagaan Iptek-dikti, serta Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti menjadi satu Dirjen Pendidikan Tinggi, berpotensi memicu polemik baru.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi disebutkan bahwa kewajiban perguruan tinggi yang disebut Tridharma, adalah menyelenggarakan fungsi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. “Dikti yang baru ini mesti mencakup fungsi tridharma tanpa kecuali,” tegas Fikri.
Fikri juga mengingatkan soal alokasi anggaran yang mesti disediakan pemerintah untuk memenuhi fungsi fungsi tersebut, sesuai amanat UU. “Jangan sampai niat untuk menghemat anggaran di sektor pendidikan ini malah melanggar konstitusi yang harus 20 persen APBN,” tuturnya.
“Reorganisasi di Kemendikbud menurut beleid tersebut berpotensi melanggar undang-undang yang lebih tinggi kedudukannya,” ucap Fikri dalam siaran persnya kepada SINDOnews, Rabu 15 Januari 2020.
Fikri menambahkan, Perpres 82/2019 memuat perubahan organisasi di bawah Mendikbud Nadiem Anwar Makarim yang merupakan gabungan dua kementerian, yakni Kemendikbud dan Kemristek-Dikti.
“Memang itu hak prerogatif Presiden, tapi kami cermati ada tupoksi baru, namun juga ada yang hilang, padahal ada amanat undang-undang lain yang harus dipenuhi mendikbud sebagai wakil pemerintah yang membawahi pendidikan,” kata politikus PKS ini.
Fikri menyinggung soal hilangnya Direktorat Jenderal Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Meski kemudian PAUD berada di bawah Direktorat Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah, “Namun, pendidikan masyarakat yang mewakili pendikan non formal dan informal menjadi hilang nomenklaturnya,” imbuh dia.
Fikri mengingatkan ketentuan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memuat kewajiban pemerintah memfasilitasi pendidikan nonformal dan informal.
Sebelumnya urusan ini dibawahi oleh Dirjen PAUD dan Dikmas. “Biasanya yang dikhawatirkan, urusan pendidikan nonformal & informal menjadi kehilangan induknya di Kemendikbud,” tambah dia.
Selain itu digabungnya seluruh urusan dalam Kemenristek-Dikti, termasuk Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Dirjen Kelembagaan Iptek-dikti, serta Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti menjadi satu Dirjen Pendidikan Tinggi, berpotensi memicu polemik baru.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi disebutkan bahwa kewajiban perguruan tinggi yang disebut Tridharma, adalah menyelenggarakan fungsi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. “Dikti yang baru ini mesti mencakup fungsi tridharma tanpa kecuali,” tegas Fikri.
Fikri juga mengingatkan soal alokasi anggaran yang mesti disediakan pemerintah untuk memenuhi fungsi fungsi tersebut, sesuai amanat UU. “Jangan sampai niat untuk menghemat anggaran di sektor pendidikan ini malah melanggar konstitusi yang harus 20 persen APBN,” tuturnya.
(dam)