Rektor IPB Sebut Kelola SDA Harus Perhatikan 3 Aspek Ini
A
A
A
BOGOR - Alam bersifat terbatas, tetapi harus berhadapan dengan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan manusia yang seolah tidak terbatas. Inilah alasan yang paling mendasar mengapa terjadi krisis Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan.
Hal tersebut diungkapkan Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria yang juga Guru Besar dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat saat meluncurkan Buku Politik Sumber Daya Alam (PSDA) yang membahas tentang kajian politik lingkungan, perikanan dan pangan yang merupakan sektor strategis di Indonesia. Bedah buku dilangsungkan di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/3/2020).
Prof Arif Satria mengurai bahwa menulis itu bukan sekadar seni membuat kata-kata, tetapi bagaimana mengonstruksi pemikiran agar menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi publik. "Pengalaman saya pribadi, dengan menulis opini di media massa, saya terlatih untuk berpikir sistematis, berlatih untuk mencari angle sudut pandang yang berbeda, melatih untuk berpikir cepat, dan juga melatih untuk peduli kepada kepentingan publik," ungkapnya.
Prof Arif lebih lanjut mengurai, Indonesia punya obsesi untuk menjadi negara maju, sehingga kalau tidak bisa mengelola dengan baik SDA yang melimpah ini dengan memperhatikan aspek justice, ekologis, bisnis maka kita tidak akan mampu survive di masa mendatang.
Ia menambahkan bahwa hybrid dari sosial politik dan prinsip scientific rasionalitas ekologi, ekonomi, sosial politik harus dalam satu bingkai yang terintegrasi. "Rasionalitas teratas itu didominasikan oleh sejumlah aktor. Aktor yang penting adalah negara, market, dan community. Tiga aktor ini yang menurut saya dominan," ujarnya. (Baca Juga: IPB Kembali Raih Penghargaan Kampus Informatif 2019).
Menurutnya, era demokrasi adalah era yang bisa dijadikan momentum antaraktor menjadi ruang yang bisa bertemu dan peran civil society seperti kampus, NGO itu untuk mengintegrasikan sehingga menciptakan keseimbangan antar rasionalitas ekonomi, politik dan ekologi. Momentum demokrasi adalah momentum yang bisa dimanfaatkan untuk bisa menciptakan sebuah era dimana harmonisasi, integrasi bisa tercipta.
"Pendekatan-pendekatan transdisiplin yang mengintegrasikan antara hard science, social science, dan community dalam sebuah knowledge yang baru itu menjadi penting dan IPB University yang hadir dengan suistanability science semoga semakin berkembang sehingga apa yang kita cita-citakan bahwa bumi, air, dan keindahan alam di dalamnya bisa kita manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dapat terwujud," ujarnya.
Hadir juga dalam bedah buku ini Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bahlil menyatakan bahwa tulisan itu penting tapi jauh lebih penting memahami arti tulisan itu.
"Saya tidak pandai menulis tapi rajin membaca dan banyak diskusi. Keterbatasan itu tidak membuat kita untuk menyerah, tapi dalam perspektif bisnis keterbatasan itu ada secercah harapan opportunity yang kalau kita maksimalkan akan menjadi sesuatu yang berharga di masa depan," ujar Bahlil.
Dalam kesempatan ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI Suharso Monoarfa mengatakan bahwa ada satu laporan mengenai ekonomi dunia bahwa perkembangan ekonomi itu sudah tidak lagi seperti sekarang. Ia mencontohkan World Bank kalau membuat report banyak dengan gambar, peta, dan seterusnya.
"Challenge buat Pak Arif adalah bagaimana kita menulis buku dengan gaya anak-anak sekarang, bahasanya seperti Goenawan Mohammad hanya dengan tujuh patah kata, membuat suatu kalimat tidak lebih dari tujuh suku kata, pendek tapi pesannya sampai. Sekarang harus dengan gambar, foto, dan sebagainya. Memang ada buku yang lebih berat tapi memang yang menulisnya pada kelasnya. Siapa tau dari kita ada yang menang hadiah Nobel," ujar Suharso.
Hal tersebut diungkapkan Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria yang juga Guru Besar dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat saat meluncurkan Buku Politik Sumber Daya Alam (PSDA) yang membahas tentang kajian politik lingkungan, perikanan dan pangan yang merupakan sektor strategis di Indonesia. Bedah buku dilangsungkan di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/3/2020).
Prof Arif Satria mengurai bahwa menulis itu bukan sekadar seni membuat kata-kata, tetapi bagaimana mengonstruksi pemikiran agar menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi publik. "Pengalaman saya pribadi, dengan menulis opini di media massa, saya terlatih untuk berpikir sistematis, berlatih untuk mencari angle sudut pandang yang berbeda, melatih untuk berpikir cepat, dan juga melatih untuk peduli kepada kepentingan publik," ungkapnya.
Prof Arif lebih lanjut mengurai, Indonesia punya obsesi untuk menjadi negara maju, sehingga kalau tidak bisa mengelola dengan baik SDA yang melimpah ini dengan memperhatikan aspek justice, ekologis, bisnis maka kita tidak akan mampu survive di masa mendatang.
Ia menambahkan bahwa hybrid dari sosial politik dan prinsip scientific rasionalitas ekologi, ekonomi, sosial politik harus dalam satu bingkai yang terintegrasi. "Rasionalitas teratas itu didominasikan oleh sejumlah aktor. Aktor yang penting adalah negara, market, dan community. Tiga aktor ini yang menurut saya dominan," ujarnya. (Baca Juga: IPB Kembali Raih Penghargaan Kampus Informatif 2019).
Menurutnya, era demokrasi adalah era yang bisa dijadikan momentum antaraktor menjadi ruang yang bisa bertemu dan peran civil society seperti kampus, NGO itu untuk mengintegrasikan sehingga menciptakan keseimbangan antar rasionalitas ekonomi, politik dan ekologi. Momentum demokrasi adalah momentum yang bisa dimanfaatkan untuk bisa menciptakan sebuah era dimana harmonisasi, integrasi bisa tercipta.
"Pendekatan-pendekatan transdisiplin yang mengintegrasikan antara hard science, social science, dan community dalam sebuah knowledge yang baru itu menjadi penting dan IPB University yang hadir dengan suistanability science semoga semakin berkembang sehingga apa yang kita cita-citakan bahwa bumi, air, dan keindahan alam di dalamnya bisa kita manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dapat terwujud," ujarnya.
Hadir juga dalam bedah buku ini Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bahlil menyatakan bahwa tulisan itu penting tapi jauh lebih penting memahami arti tulisan itu.
"Saya tidak pandai menulis tapi rajin membaca dan banyak diskusi. Keterbatasan itu tidak membuat kita untuk menyerah, tapi dalam perspektif bisnis keterbatasan itu ada secercah harapan opportunity yang kalau kita maksimalkan akan menjadi sesuatu yang berharga di masa depan," ujar Bahlil.
Dalam kesempatan ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI Suharso Monoarfa mengatakan bahwa ada satu laporan mengenai ekonomi dunia bahwa perkembangan ekonomi itu sudah tidak lagi seperti sekarang. Ia mencontohkan World Bank kalau membuat report banyak dengan gambar, peta, dan seterusnya.
"Challenge buat Pak Arif adalah bagaimana kita menulis buku dengan gaya anak-anak sekarang, bahasanya seperti Goenawan Mohammad hanya dengan tujuh patah kata, membuat suatu kalimat tidak lebih dari tujuh suku kata, pendek tapi pesannya sampai. Sekarang harus dengan gambar, foto, dan sebagainya. Memang ada buku yang lebih berat tapi memang yang menulisnya pada kelasnya. Siapa tau dari kita ada yang menang hadiah Nobel," ujar Suharso.
(zik)