128 Paud Internasional Mulai Diakreditasi Tahun Ini
A
A
A
JAKARTA - Ada 128 sekolah internasional jenjang pendidikan anak usia dini (Paud) mulai diakreditasi tahun ini. Merebaknya kasus kekerasan seksual pada anak di sekolah internasional menjadikan akreditasi ini penting.
Anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN PNF) bidang Komisi Pelaksanaan Akreditasi Yessy Gusman mengatakan, mulai Mei ini akreditasi kepada sekolah internasional atau sekarang disebut Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) Paud dimulai. Khusus untuk Paud ada 128 SPK yang diakreditasi apakah sekolahnya memenuhi delapan standar pendidikan nasional atau tidak.
“Dengan adanya kasus JIS kami pikir akan ada keterbukaan dari para SPK untuk diakreditasi apakah sekolahnya sesuai dengan kebutuhan anak atau tidak,” katanya saat peluncuran Exhibition for International School in Indonesia 2015 di Jakarta, Jumat 8 Mei 2015.
Yessy menjelaskan, BAN PNF selaku badan mandiri di bawah koordinasi Kemendikbud akan memeriksa prasarana sesuai kebutuhan siswa. Dari hasil kunjungannya ke enam SPK Paud delapan standar pendidikan nasional sudah dilengkapi oleh mereka.
Meski demikian, delapan standar itu dilengkapi dengan bentuk yang berbeda dari amanat Permen Nomor 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Terkait dengan kasus kekerasan seksual, kata Yessy, asesor akan melihat kembali apakah toilet sekolah sudah aman dan ramah anak. Selain itu, bagi para tenaga pendidik harus memiliki ijazah diploma empat (D4) atau strata satu (S1), sertifikat pelatihan yang harus paham bagaimana cara mendidik anak.
Meski guru Paud adalah guru asing namun mereka harus bisa Bahasa Indonesia dan memahami kultur, etika dan moral yang berlaku di Indonesia. “Dengan akreditasi ini akan lebih ketat. Sehingga ada lembaran baru SPK yang berdiri di Indonesia akan mengikuti peraturan di negara kita,” jelasnya.
Dia menuturkan, masih banyak SPK yang belum mengetahui keberadaan BAN PNF ini. Namun, sosialisasi mengenai akreditasi akan terus digencarkan mengingat akreditasi sekolah bisa terlaksana jika ada pengajuan dari sekolah tersebut.
Proses akreditasi satu sekolah sendiri, terangnya, berlangsung selama tiga bulan. Setiap sekolah yang diakreditasi akan mendapat status peringkat A,B atau C.
Sementara, Anggota BAN PNF bidang Komisi Peningkatan Kompetensi Asesor Netti Herawati menjelaskan, ditotal ada 200.000 lembaga pendidikan non formal namun yang akan diakreditasi tahun ini ditargetkan 5.000 lembaga dulu.
Akan tetapi, untuk membuktikan negara memperhatikan lembaga pendidikan agar tidak salah mendidik anak, maka tahun depan jumlah lembaga yang akan diakreditasi dinaikkan menjadi 20.000 lembaga.
“Jika ada kesalahan mendidik di jenjang Paud akibatnya akan permanen. Sehingga pemerintah penting untuk menjamin masyarakat dapat pendidikan layak,” jelasnya.
Netti menjelaskan, keinginan orangtua untuk menyekolahkan anaknya di SPK semakin besar. Hal ini disebabkan karena SPK menawarkan kualitas pendidikan yang baik.
Selama ini informasi pendaftaran pendaftaran SPK masih parsial karena biasanya orangtua langsung mendatangi SPK yang diminati dan membandingkan satu persatu. Maka dari itu, EISI yang diselenggarakan di Hotel Le Meridien 23-24 Mei nanti menjadi pameran sekolah internasional pertama yang menjadi pusat informasi bagi peminat SPK.
Dalam pameran ini, terangnya, mereka akan menampilkan program dan kurikulum terbaiknya kepada pengunjung. Pameran SPK ini juga menjadi sarana tepat bagi pemerintah untuk mensosialisasikan program, kebijakan dan peraturan terbaru terkait SPK.
Selain itu, menjadikan EISI sebagai kegiatan yang potensial bagi SPK untuk memperkenalkan program pendidikan dan metode pembelajaran terbaiknya kepada para orangtua.
“Pameran ini akan diikuti oleh Jakarta Intercultural School, Australian Independent School, SPH, Bandung Independent School dan Bina Nusantara School,” terangnya.
Anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN PNF) bidang Komisi Pelaksanaan Akreditasi Yessy Gusman mengatakan, mulai Mei ini akreditasi kepada sekolah internasional atau sekarang disebut Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) Paud dimulai. Khusus untuk Paud ada 128 SPK yang diakreditasi apakah sekolahnya memenuhi delapan standar pendidikan nasional atau tidak.
“Dengan adanya kasus JIS kami pikir akan ada keterbukaan dari para SPK untuk diakreditasi apakah sekolahnya sesuai dengan kebutuhan anak atau tidak,” katanya saat peluncuran Exhibition for International School in Indonesia 2015 di Jakarta, Jumat 8 Mei 2015.
Yessy menjelaskan, BAN PNF selaku badan mandiri di bawah koordinasi Kemendikbud akan memeriksa prasarana sesuai kebutuhan siswa. Dari hasil kunjungannya ke enam SPK Paud delapan standar pendidikan nasional sudah dilengkapi oleh mereka.
Meski demikian, delapan standar itu dilengkapi dengan bentuk yang berbeda dari amanat Permen Nomor 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Terkait dengan kasus kekerasan seksual, kata Yessy, asesor akan melihat kembali apakah toilet sekolah sudah aman dan ramah anak. Selain itu, bagi para tenaga pendidik harus memiliki ijazah diploma empat (D4) atau strata satu (S1), sertifikat pelatihan yang harus paham bagaimana cara mendidik anak.
Meski guru Paud adalah guru asing namun mereka harus bisa Bahasa Indonesia dan memahami kultur, etika dan moral yang berlaku di Indonesia. “Dengan akreditasi ini akan lebih ketat. Sehingga ada lembaran baru SPK yang berdiri di Indonesia akan mengikuti peraturan di negara kita,” jelasnya.
Dia menuturkan, masih banyak SPK yang belum mengetahui keberadaan BAN PNF ini. Namun, sosialisasi mengenai akreditasi akan terus digencarkan mengingat akreditasi sekolah bisa terlaksana jika ada pengajuan dari sekolah tersebut.
Proses akreditasi satu sekolah sendiri, terangnya, berlangsung selama tiga bulan. Setiap sekolah yang diakreditasi akan mendapat status peringkat A,B atau C.
Sementara, Anggota BAN PNF bidang Komisi Peningkatan Kompetensi Asesor Netti Herawati menjelaskan, ditotal ada 200.000 lembaga pendidikan non formal namun yang akan diakreditasi tahun ini ditargetkan 5.000 lembaga dulu.
Akan tetapi, untuk membuktikan negara memperhatikan lembaga pendidikan agar tidak salah mendidik anak, maka tahun depan jumlah lembaga yang akan diakreditasi dinaikkan menjadi 20.000 lembaga.
“Jika ada kesalahan mendidik di jenjang Paud akibatnya akan permanen. Sehingga pemerintah penting untuk menjamin masyarakat dapat pendidikan layak,” jelasnya.
Netti menjelaskan, keinginan orangtua untuk menyekolahkan anaknya di SPK semakin besar. Hal ini disebabkan karena SPK menawarkan kualitas pendidikan yang baik.
Selama ini informasi pendaftaran pendaftaran SPK masih parsial karena biasanya orangtua langsung mendatangi SPK yang diminati dan membandingkan satu persatu. Maka dari itu, EISI yang diselenggarakan di Hotel Le Meridien 23-24 Mei nanti menjadi pameran sekolah internasional pertama yang menjadi pusat informasi bagi peminat SPK.
Dalam pameran ini, terangnya, mereka akan menampilkan program dan kurikulum terbaiknya kepada pengunjung. Pameran SPK ini juga menjadi sarana tepat bagi pemerintah untuk mensosialisasikan program, kebijakan dan peraturan terbaru terkait SPK.
Selain itu, menjadikan EISI sebagai kegiatan yang potensial bagi SPK untuk memperkenalkan program pendidikan dan metode pembelajaran terbaiknya kepada para orangtua.
“Pameran ini akan diikuti oleh Jakarta Intercultural School, Australian Independent School, SPH, Bandung Independent School dan Bina Nusantara School,” terangnya.
(kri)