Memasuki Tahun Ajaran Baru, MPLS Menyenangkan Harus Diwujudkan
Rabu, 12 Juli 2023 - 15:22 WIB
JAKARTA - Tahun ajaran baru merupakan momentum penting dalam kehidupan siswa baru di sebuah sekolah untuk membantu beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru. Meski MPLS bertujuan baik namun beberapa masalah umum juga bisa saja terjadi.
Beberapa kegiatan MPLS di sekolah menerapkan pendekatan yang terlalu kaku, fokus pada aturan atau tugas, dan bahkan mempertahankan budaya feodalistik senioritas-junioritas.
Adanya dendam akibat perundungan di sekolah dan kurangnya perhatian guru telah menyebabkan kasus pembakaran sekolah dengan bom molotov oleh seorang siswa di Temanggung.
Selain itu, kematian seorang anak usia SD akibat stres akibat perundungan oleh tiga siswa SMP mencerminkan budaya senioritas dan diskriminasi yang masih berlangsung.
"Fenomena ini semakin merebak di era digital jika tidak dianggap serius oleh guru dan orang dewasa yang bertanggung jawab," kataFounder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, melalui siaran pers, Rabu 912/7/2023).
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Ini 4 Cara Belajar Efektif untuk Raih Nilai Bagus
Padahal, menurut data OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035, siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain, yaitu sebesar 41%.
"Dampak kekerasan tersebut menyebabkan siswa merasa sedih, takut, kehilangan motivasi untuk belajar atau membaca, bahkan kecenderungan membolos sekolah," ujarnya.
Permasalahan inilah yang membuat GSM menginisiasi budaya baru di tahun ajaran baru melalui MPLS Menyenangkan.
Beberapa kegiatan MPLS di sekolah menerapkan pendekatan yang terlalu kaku, fokus pada aturan atau tugas, dan bahkan mempertahankan budaya feodalistik senioritas-junioritas.
Adanya dendam akibat perundungan di sekolah dan kurangnya perhatian guru telah menyebabkan kasus pembakaran sekolah dengan bom molotov oleh seorang siswa di Temanggung.
Selain itu, kematian seorang anak usia SD akibat stres akibat perundungan oleh tiga siswa SMP mencerminkan budaya senioritas dan diskriminasi yang masih berlangsung.
"Fenomena ini semakin merebak di era digital jika tidak dianggap serius oleh guru dan orang dewasa yang bertanggung jawab," kataFounder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, melalui siaran pers, Rabu 912/7/2023).
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Ini 4 Cara Belajar Efektif untuk Raih Nilai Bagus
Padahal, menurut data OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035, siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibandingkan dengan negara lain, yaitu sebesar 41%.
"Dampak kekerasan tersebut menyebabkan siswa merasa sedih, takut, kehilangan motivasi untuk belajar atau membaca, bahkan kecenderungan membolos sekolah," ujarnya.
Permasalahan inilah yang membuat GSM menginisiasi budaya baru di tahun ajaran baru melalui MPLS Menyenangkan.
tulis komentar anda