Program Pembelajaran Inggriya PPM Manajemen: Experiential Learning, Apakah Hanya Cukup Belajar dari Pengalaman?
Sabtu, 15 Juli 2023 - 11:04 WIB
JAKARTA - Sudah menjadi pemahaman bersama dalam dunia kerja, pada konteks kebutuhan kompetensi, bukan hanya hard kompetensi yang dibutuhkan, namun juga soft kompetensi , yakni hal-hal terkait kerjasama tim, kreativitas, disiplin, kejujuran, komitmen, tanggungjawab, rasa percaya diri, etika, sopan santun, komunikasi, kepemimpinan, dan dewasa ini mungkin kita sudah sering mendengar entrepreneur soul.
Pertanyaan bagi perusahaan adalah, di tengah teknologi yang semakin berkembang dan kemudahan sumber belajar, metode pengembangan apa yang efektif untuk pengembangan soft skill para talenta?
Dua dekade ke belakang dunia pendidikan ramai dengan istilah Experiential Learning (EL). Namun sebenarnya EL bukanlah sebuah pendekatan baru, sejak tahun 1930 John Dewey seorang filsuf dan pendidik di Amerika Serikat memprakarsainya.
Semakin populer saat Carl Rogers tahun 1970 menggunakannya dalam sebuah metode konseling. EL meledak manakala David Kolb memperkenalkan “Kolb’s Experiential Learning Cycle”. Sejak itu EL banyak diterapkan di pelbagai lembaga pendidikan bahkan perusahaan dalam program pelatihan untuk karyawannya.
Metode pembelajaran ini sudah efektif diterapkan sejak 8 tahun lalu dan sampai saat ini pun masih terus dikembangkan dengan sasaran menyesuaikan dengan kebutuhan pengembangan karyawan di setiap perusahaan.
“Perkembangan teknologi membuat opsi pembelajaran semakin mudah diakses, Chat GBT, AI, VR, atau teknologi lainnya dapat dipilih namun tantangannya adalah ketepatan pengembangan bagi sasaran perusahaan. Sedangkan dalam pengembangan soft skill yang harus dilibatkan adalah penggabungan kemampuan kognitif, afektif dan konatif. Pada aspek emosi dalam tahap pembelajaran inilah banyak dilatihkan dalam metode EL” ujar Meinita Nurul R, Kepala Divisi Pembelajaran Inggriya dan learning designer PPM Manajemen dalam keterangan pers-nya.
Biasanya, pelatihan berbasis EL menyasar soft kompetensi, jadi kalau bicara penting tidaknya metode tersebut bisa dilihat dari seberapa pentingnya soft kompetensi harus dipunyai oleh seseorang seperti kemampuan berinisiatif, bekerjasama, memimpin sebuah tim, perencanaan kerja, berorientasi pada kualitas kerja, teknik bernegosiasi, kecakapan komunikasi, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan belajar dari pengalaman, mentoring dan mengembangkan orang lain, dan lain sebagainya yang semua itu seyogyanya dimiliki atau harus diasah oleh setiap pribadi.
Pentingnya Soft Kompetensi
Sangat umum kita dengar bahwa perusahaan mengembangkan para talentanya agar mampu mendukung pencapaian sasaran perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Namun rasanya kita sepakat bahwa pengembangan talenta harus mengacu pada tujuan bisnis atau yang lebih dikenal dengan business oriented goals.Pertanyaan bagi perusahaan adalah, di tengah teknologi yang semakin berkembang dan kemudahan sumber belajar, metode pengembangan apa yang efektif untuk pengembangan soft skill para talenta?
Dua dekade ke belakang dunia pendidikan ramai dengan istilah Experiential Learning (EL). Namun sebenarnya EL bukanlah sebuah pendekatan baru, sejak tahun 1930 John Dewey seorang filsuf dan pendidik di Amerika Serikat memprakarsainya.
Semakin populer saat Carl Rogers tahun 1970 menggunakannya dalam sebuah metode konseling. EL meledak manakala David Kolb memperkenalkan “Kolb’s Experiential Learning Cycle”. Sejak itu EL banyak diterapkan di pelbagai lembaga pendidikan bahkan perusahaan dalam program pelatihan untuk karyawannya.
Experiential Learning (EL) di PPM Manajemen
Di PPM Manajemen, EL yang merupakan metode yang pembelajaran dari pengalaman namun berfokus pada konten based. Sehingga desain pembelajaran sudah berbasis konseptual yang sesuai dengan soft kompetensi yang dikembangkan.Metode pembelajaran ini sudah efektif diterapkan sejak 8 tahun lalu dan sampai saat ini pun masih terus dikembangkan dengan sasaran menyesuaikan dengan kebutuhan pengembangan karyawan di setiap perusahaan.
“Perkembangan teknologi membuat opsi pembelajaran semakin mudah diakses, Chat GBT, AI, VR, atau teknologi lainnya dapat dipilih namun tantangannya adalah ketepatan pengembangan bagi sasaran perusahaan. Sedangkan dalam pengembangan soft skill yang harus dilibatkan adalah penggabungan kemampuan kognitif, afektif dan konatif. Pada aspek emosi dalam tahap pembelajaran inilah banyak dilatihkan dalam metode EL” ujar Meinita Nurul R, Kepala Divisi Pembelajaran Inggriya dan learning designer PPM Manajemen dalam keterangan pers-nya.
Biasanya, pelatihan berbasis EL menyasar soft kompetensi, jadi kalau bicara penting tidaknya metode tersebut bisa dilihat dari seberapa pentingnya soft kompetensi harus dipunyai oleh seseorang seperti kemampuan berinisiatif, bekerjasama, memimpin sebuah tim, perencanaan kerja, berorientasi pada kualitas kerja, teknik bernegosiasi, kecakapan komunikasi, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan belajar dari pengalaman, mentoring dan mengembangkan orang lain, dan lain sebagainya yang semua itu seyogyanya dimiliki atau harus diasah oleh setiap pribadi.
tulis komentar anda