Viral Seragam Mahal di Tulungagung, P2G: Membebani Ortu, Permendikbud No 50 Mesti Dikoreksi
Kamis, 27 Juli 2023 - 17:16 WIB
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sangat menyesalkan praktik jual beli seragam sekolah yang sangat mahal membebani orang tua siswa seperti yang terjadi di Tulungagung, Jawa Timur. Ada lima poin kritik dan evaluasi P2G.
Pertama, P2G menemukan di masyarakat bahwa jenis seragam sekolah memang sangat beragam. Dalam observasi P2G di lapangan, para siswa minimal memiliki 5 jenis seragam sekolah yang berbeda, yaitu seragam Putih Abu-abu (SMA/SMK) dan warna lain sesuai jenjang SD dan SMP.
Kemudian ada seragam olahraga dan juga seragam Pramuka. Siswa juga harus memakai seragam Jumat bagi yang muslim dan seragam khas daerah atau sekolah seperti batik. Lima jenis seragam sekolah tersebut ada di semua jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK.
Memandang banyaknya jenis seragam dan biaya yang tinggi terhadap pembelian seragam, P2G meminta agar Kemendikbudristek meninjau ulang Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Siswa Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Baca juga: Di SLB Santi Rama, Stafsus Presiden Angkie Yudistia Bagi-bagi Buku Ciptaannya
"Fakta tersebut menunjukkan betapa banyaknya seragam yang dipakai siswa. Dan pembelian seragam sebanyak itu jelas membebani orang tua. Belum lagi baju kegiatan ekstrakurikuler lain", kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, melalui siaran pers, Kamis (27/7/2023).
Fakta tersebut juga membuktikan pendidikan nasional Indonesia masih membebani orang tua siswa karena berbiaya mahal. Selain seragam sekolah, orang tua harus memenuhi kebutuhan sekolah lainnya yaitu sepatu, atribut sekolah lain, tas, dan buku. Semuanya harus dipenuhi ditambah uang pangkal dan SPP khusus sekolah swasta.
Iman mengingatkan, kebijakan yang melahirkan pemakaian seragam yang begitu banyak, tidak berkorelasi dengan mutu pendidikan.
“Silahkan cek, apa korelasi seragam sekolah yang banyak dengan peningkatan mutu pendidikan? Jangan sampai kita terlalu sibuk mengatur seragam anak, lantas mengorbankan waktu dan tenaga untuk meningkatkan kualitas pendidikan,’” ungkapnya.
Pertama, P2G menemukan di masyarakat bahwa jenis seragam sekolah memang sangat beragam. Dalam observasi P2G di lapangan, para siswa minimal memiliki 5 jenis seragam sekolah yang berbeda, yaitu seragam Putih Abu-abu (SMA/SMK) dan warna lain sesuai jenjang SD dan SMP.
Kemudian ada seragam olahraga dan juga seragam Pramuka. Siswa juga harus memakai seragam Jumat bagi yang muslim dan seragam khas daerah atau sekolah seperti batik. Lima jenis seragam sekolah tersebut ada di semua jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK.
Memandang banyaknya jenis seragam dan biaya yang tinggi terhadap pembelian seragam, P2G meminta agar Kemendikbudristek meninjau ulang Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Siswa Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Baca juga: Di SLB Santi Rama, Stafsus Presiden Angkie Yudistia Bagi-bagi Buku Ciptaannya
"Fakta tersebut menunjukkan betapa banyaknya seragam yang dipakai siswa. Dan pembelian seragam sebanyak itu jelas membebani orang tua. Belum lagi baju kegiatan ekstrakurikuler lain", kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, melalui siaran pers, Kamis (27/7/2023).
Fakta tersebut juga membuktikan pendidikan nasional Indonesia masih membebani orang tua siswa karena berbiaya mahal. Selain seragam sekolah, orang tua harus memenuhi kebutuhan sekolah lainnya yaitu sepatu, atribut sekolah lain, tas, dan buku. Semuanya harus dipenuhi ditambah uang pangkal dan SPP khusus sekolah swasta.
Iman mengingatkan, kebijakan yang melahirkan pemakaian seragam yang begitu banyak, tidak berkorelasi dengan mutu pendidikan.
“Silahkan cek, apa korelasi seragam sekolah yang banyak dengan peningkatan mutu pendidikan? Jangan sampai kita terlalu sibuk mengatur seragam anak, lantas mengorbankan waktu dan tenaga untuk meningkatkan kualitas pendidikan,’” ungkapnya.
tulis komentar anda