Pertama di Indonesia, Doktor ITS Gagas Algoritma Deteksi Lokasi Epilepsi pada Otak
Rabu, 06 September 2023 - 15:52 WIB

Dr Dwi Sunaryono SKom MKom dari Departemen Teknik Informatika ITS. Foto/Humas ITS.
JAKARTA - Epilepsi merupakan penyakit langka yang disebabkan karena tidak normalnya fungsi salah satu titik pada bagian otak. Salah satu doktor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas inovasi yang baru pertama di Indonesia terkait deteksi epilepsi dan penentuan lokasi penyebabnya pada otak.
Dr Dwi Sunaryono SKom MKom dari Departemen Teknik Informatika ITS menyebutkan, di samping sebagai penyakit yang membahayakan keselamatan manusia, epilepsi juga sebagai salah satu penyakit yang metode penyembuhannya tidak cukup apabila hanya ditangani dengan obat. Oleh sebab itu, diperlukan pendeteksi lokasi sumber epilepsi yang otomatis dengan akurasi yang lebih tinggi.
“Sehingga perlu diintegrasikan penggunaan alat Electroencephalogram (EEG) dengan Artificial Intelligence (AI) untuk menjawab persoalan itu,” jelas Dwi dalam presentasi disertasinya pada Sidang Promosi Doktor di Departemen Teknik Informatika ITS, melalui siaran pers, Rabu (6/9/2023).
Baca juga: Mengenal 3 Perbedaan Gelar Master dan PhD, Yuk Pahami!
Lebih lanjut, menurut Dwi, EEG merupakan alat yang difungsikan untuk merekam segala aktivitas kelistrikan otak yang menghasilkan output berupa sinyal frekuensi. Melalui alat ini, sinyal terekam dari berbagai pergerakan manusia dan suara yang timbul, baik secara sadar ataupun tidak. Hal itu meliputi Eye Movement (EYEM) akibat dari pergerakan mata, Artifact (ARTF) yang salah satunya dapat timbul karena suara mesin EEG, serta Background (BCKG) yang tidak memiliki arti dalam bentuk sinyalnya.
Dr Dwi Sunaryono SKom MKom dari Departemen Teknik Informatika ITS menyebutkan, di samping sebagai penyakit yang membahayakan keselamatan manusia, epilepsi juga sebagai salah satu penyakit yang metode penyembuhannya tidak cukup apabila hanya ditangani dengan obat. Oleh sebab itu, diperlukan pendeteksi lokasi sumber epilepsi yang otomatis dengan akurasi yang lebih tinggi.
“Sehingga perlu diintegrasikan penggunaan alat Electroencephalogram (EEG) dengan Artificial Intelligence (AI) untuk menjawab persoalan itu,” jelas Dwi dalam presentasi disertasinya pada Sidang Promosi Doktor di Departemen Teknik Informatika ITS, melalui siaran pers, Rabu (6/9/2023).
Baca juga: Mengenal 3 Perbedaan Gelar Master dan PhD, Yuk Pahami!
Lebih lanjut, menurut Dwi, EEG merupakan alat yang difungsikan untuk merekam segala aktivitas kelistrikan otak yang menghasilkan output berupa sinyal frekuensi. Melalui alat ini, sinyal terekam dari berbagai pergerakan manusia dan suara yang timbul, baik secara sadar ataupun tidak. Hal itu meliputi Eye Movement (EYEM) akibat dari pergerakan mata, Artifact (ARTF) yang salah satunya dapat timbul karena suara mesin EEG, serta Background (BCKG) yang tidak memiliki arti dalam bentuk sinyalnya.
Lihat Juga :