Guru Lebih Suka Belajar Mengajar Tatap Muka, Asalkan...

Kamis, 06 Agustus 2020 - 15:42 WIB
Kegiatan belajar tatap muka di SDN 09 Pasar Pandan Airmati (PPA), Tanjung Harapan, Kota Solok, Sumatera Barat, dengan penerapan protokol kesehatan. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Sekolah di beberapa daerah telah mengaktifkan kegiatan belajar tatap muka. Namun langkah tersebut mengundang pro kontra berbagai pihak, termasuk dari kalangan guru.

Wakil Sekretaris Jenderal PB Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ) Dudung Abdul Qodir menyadari pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah dalam beberapa bulan di masa pandemi telah memunculkan ragam masalah. Mulai dari sarana prasarana seperti kepemilikan gawai, kuota internet, dan lainnya. (Baca juga: Kisah Bocah Darwin, Untung Jualan Cilok Demi Dapatkan Kuota Internet untuk Belajar Online)

Persoalan mendasar dari pelaksanaan PJJ daring, yaitu sarana prasarana dan alat. Misalnya, hampir 45-48 persen jaringan internet terganggu. Selain itu, hampir 48 persen anak juga tidak memiliki gawai. Hanya 35 persen anak yang punya gawai sendiri, sementara 20 persen mempunya gawai tetapi itu milik orang tua.



“Ini juga persoalan. Makanya pemerintah bersama dinas pendidikan, swasta, untuk duduk bareng menyiapkan strategi PJJ daring maupun luring. Modelnya harus bagaimana ketika di daerah pedalaman, pulau, sebenarnya kita harus menyiapkan guide-guide (petunjuk) itu,” terang Dudung kepada SINDOnews, Rabu (5/8/2020).

(Baca: PGRI Usul Pemerintah Buat Diskresi Kebijakan Pembukaan Sekolah)

Sejauh ini, lanjut Dudung, para guru siap mengajar dengan sistem PJJ meski dengan berbagai persoalan dan kemampuan pelayanan yang berbeda-beda. Ketika belajar tatap muka, sebagian besar guru merasa senang karena pekerjaan mereka tidak terlalu berat dibanding melalui PJJ. (Lihat grafis: Siswa Kembali Masuk Sekolah, Protokol Kesehatan Diterapkan Secara Ketat)

“Mereka lebih memilih belajar tatap muka, tetapi siapa yang mau menjamin kesehatan, keamanan guru dan siswa? Sehingga perlu ada aturan-aturan yang sedikit lentur tetapi tetap dengan ada standar-standar minimal protokol kesehatan yang diberlakukan dan berkoordinasi dengan IDAI, IDI atau gugus tugas,” ujar dia.

Terkait pembukaan sekolah di zona kuning atau oranye, ia menyadari ada desakan dari para orang tua, guru, dan siswa yang ingin segera belajar tatap muka. Namun, zona kuning merupakan zona berbahaya menurut para ahli kesehatan.

“Tetapi kalau diatur dengan sedemikian rupa, saya pikir bisa. Dan nyatanya, di bidang bisnis, pelayanan lain bisa dibuka, sementara (sekolah) kita tidak bisa membuka. Ini kan ada tanda tanya besar kenapa (tidak dibuka),” imbuh dia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More