Diakui Pemerintah, Majelis Masyayikh:Ponpes Tak Harus Mendirikan Sekolah Formal
Senin, 20 November 2023 - 09:02 WIB
JAKARTA - Pondok pesantren kini lebih bebas memilih bentuk pendidikan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan santrinya, tanpa harus mendirikan sekolah formal. Dengan pengakuan pemerintah secara penuh kepada pesantren, maka apapun pendidikan yang dimilikinya akan dapat meluluskan santri yang siap kuliah atau masuk ke dunia kerja.
Hal ini ditegaskan dalam Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Minggu (19/11/23). Acara bertema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" ini mengupas perjalanan pendidikan pesantren yang telah melampaui berbagai zaman dan tetap lestari sampai sekarang.
Sekretaris Majelis Masyayikh, KH. A. Muhyiddin Khotib mengatakan, saat ini pesantren tidak harus menyelenggarakan pendidikan formal secara penuh, namun dapat dilakukan dengan pendekatan pengajaran kitab. Secara legalitas saat ini sudah tidak ada masalah, karena apapun bentuk pendidikannya akan tetap direkognisi pemerintah, sehingga ijazahnya setara dengan pendidikan formal.
Baca juga: Dokumen Penjaminan Mutu Pesantren Resmi Diterbitkan, Ponpes Harus Siap Mengadaptasi
Dijelaskan, pesantren telah berkontribusi mencerdaskan bangsa mulai zaman penjajahan hingga masa reformasi sampai saat ini. Namun pada era orde baru pesantren tidak diakui dan dikeluarkan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Oleh karena itu lulusan pesantren tidak diakui ijazahnya, sehingga harus menempuh ujian persamaan apabila ingin kuliah atau melanjutkan ke jenjang formal.
Kondisi ini membuat banyak pesantren harus berkompromi dengan pemerintah, dengan cara mengubah pendidikannya menjadi formal berbentuk SD-SMA atau Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah. Pertaruhannya adalah metode pendidikan lama yang menjadi andalan pesantren, yaitu bandongan dan sorogan menjadi tidak terpakai. Kemudian pesantren beralih ke sekolah-sekolah formal yang mengikuti kurikulum pemerintah, sehingga kualitasnya turun.
Tetapi pada saat ini era penyeragaman sudah berakhir, dengan terbitnya UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Pesantren diberi kebebasan mengatur pendidikannya sendiri tanpa harus mengikuti kurikulum Kemendikbud maupun Kemenag. Sekolahnya tidak harus formal, silabusnya bebas, sistem, jam masuk, dan aturannya juga bebas.
Maka dari itu pondok pesantren diminta menunjukkan kembali kualitas pendidikan pesantren yang dari dulu dikenal unggul dalam ilmu-ilmu agama. “Kami merekomendasikan kurikulum pesantren tetap berbasis kitab,” kata KH. Muhyiddin Khotib, dalam keterangan resmi, Senin (20/11/2023).
Baca juga: Dokumen Mutu Pesantren Segera Terbit, Cek 4 Peraturannya
Hal ini ditegaskan dalam Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Minggu (19/11/23). Acara bertema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" ini mengupas perjalanan pendidikan pesantren yang telah melampaui berbagai zaman dan tetap lestari sampai sekarang.
Sekretaris Majelis Masyayikh, KH. A. Muhyiddin Khotib mengatakan, saat ini pesantren tidak harus menyelenggarakan pendidikan formal secara penuh, namun dapat dilakukan dengan pendekatan pengajaran kitab. Secara legalitas saat ini sudah tidak ada masalah, karena apapun bentuk pendidikannya akan tetap direkognisi pemerintah, sehingga ijazahnya setara dengan pendidikan formal.
Baca juga: Dokumen Penjaminan Mutu Pesantren Resmi Diterbitkan, Ponpes Harus Siap Mengadaptasi
Dijelaskan, pesantren telah berkontribusi mencerdaskan bangsa mulai zaman penjajahan hingga masa reformasi sampai saat ini. Namun pada era orde baru pesantren tidak diakui dan dikeluarkan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Oleh karena itu lulusan pesantren tidak diakui ijazahnya, sehingga harus menempuh ujian persamaan apabila ingin kuliah atau melanjutkan ke jenjang formal.
Kondisi ini membuat banyak pesantren harus berkompromi dengan pemerintah, dengan cara mengubah pendidikannya menjadi formal berbentuk SD-SMA atau Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah. Pertaruhannya adalah metode pendidikan lama yang menjadi andalan pesantren, yaitu bandongan dan sorogan menjadi tidak terpakai. Kemudian pesantren beralih ke sekolah-sekolah formal yang mengikuti kurikulum pemerintah, sehingga kualitasnya turun.
Tetapi pada saat ini era penyeragaman sudah berakhir, dengan terbitnya UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Pesantren diberi kebebasan mengatur pendidikannya sendiri tanpa harus mengikuti kurikulum Kemendikbud maupun Kemenag. Sekolahnya tidak harus formal, silabusnya bebas, sistem, jam masuk, dan aturannya juga bebas.
Maka dari itu pondok pesantren diminta menunjukkan kembali kualitas pendidikan pesantren yang dari dulu dikenal unggul dalam ilmu-ilmu agama. “Kami merekomendasikan kurikulum pesantren tetap berbasis kitab,” kata KH. Muhyiddin Khotib, dalam keterangan resmi, Senin (20/11/2023).
Baca juga: Dokumen Mutu Pesantren Segera Terbit, Cek 4 Peraturannya
tulis komentar anda