Bingungkan Guru dan Siswa, Kurikulum Darurat Perlu Sosialisasi
Selasa, 11 Agustus 2020 - 16:23 WIB
JAKARTA - Kemendikbud telah mengeluarkan kurikulum darurat pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus. Namun kurikulum darurat ini perlu sosialisasi lebih lanjut agar mempermudah implementasi di lapangan. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan, pemerintah perlu memaksimalkan upaya sosialisasi kurikulum darurat.
Kurikulum darurat, yang diterbitkan sebagai respon atas meluasnya pandemi COVID-19, kurang sosialisasi sehingga menimbulkan kebingungan baru di kalangan guru dan siswa. “Tanpa ada sosialisasi yang memadai, penerbitan kurikulum ini akan sia-sia,” katanya melalui siaran pers, Selasa (11/8). (Baca juga: Bangun SDM, Kemendikbud Alokasikan Rp3,5 T untuk Pendidikan Vokasi )
Diketahui, akibat angka kasus COVID-19 yang masih terus bertambah dan ada tekanan untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar di rumah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan kurikulum darurat yang dapat diaplikasikan selama masa pandemi.
Nadia menyatakan, langkah pemerintah untuk menerbitkan kurikulum darurat ini perlu diapresiasi dan diharapkan bisa mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan secara jarak jauh.
Ssbelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim juga menyatakan bahwa kurikulum ini bukan merupakan hal yang wajib dilaksanakan. Alih-alih, kurikulum darurat merupakan alternatif kurikulum yang dapat digunakan oleh pihak sekolah. Jika tidak menggunakan kurikulum darurat, sekolah dipersilahkan untuk menyusun kurikulum sendiri, ataupun tetap mengacu pada Kurikulum Nasional yang sudah ada. (Baca juga: Tak Bebani Siswa dan Orang Tua, Sekolah Didorong Sederhanakan Kurikulum )
“Pemberian alternatif kurikulum tanpa adanya sosialisasi akan sia-sia karena sekolah dan guru akan kesulitan dalam mengimplementasikannya. Pemerintah perlu memberikan sosialisasi yang baik agar guru-guru dapat menerapkan kurikulum ini dengan tepat. Hal ini akan menjadi sangat menantang karena berkomunikasi selama pandemi, terutama di daerah yang memiliki infrastruktur telekomunikasi yang tidak memadai, akan sangat menyulitkan,” jelas Nadia.
Sosialisasi ke daerah-daerah yang belum memiliki infrastruktur telekomunikasi yang memadai memang selalu menjadi tantangan bagi implementasi kebijakan. Tidak hanya sosialisasi mengenai kurikulum darurat, proses PPDB yang dilakukan secara online juga tetap belum dipahami sepenuhnya oleh orang tua siswa. Adanya perubahan peraturan, yang salah satunya merupakan respons terhadap pandemi, menimbulkan kegaduhan di beberapa daerah seperti DKI Jakarta.
Selain itu, perlu adanya komunikasi yang erat antara pemerintah dan sekolah untuk melakukan evaluasi dalam pelaksanaan kurikulum darurat. Hal ini sangat penting mengingat bahwa kurikulum ini akan digunakan hingga akhir tahun. Selain itu, diimbau pula agar guru-guru bisa secara aktif mengimplementasikan sekaligus memberikan masukan terhadap kurikulum darurat ini.
Kurikulum darurat, yang diterbitkan sebagai respon atas meluasnya pandemi COVID-19, kurang sosialisasi sehingga menimbulkan kebingungan baru di kalangan guru dan siswa. “Tanpa ada sosialisasi yang memadai, penerbitan kurikulum ini akan sia-sia,” katanya melalui siaran pers, Selasa (11/8). (Baca juga: Bangun SDM, Kemendikbud Alokasikan Rp3,5 T untuk Pendidikan Vokasi )
Diketahui, akibat angka kasus COVID-19 yang masih terus bertambah dan ada tekanan untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar di rumah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan kurikulum darurat yang dapat diaplikasikan selama masa pandemi.
Nadia menyatakan, langkah pemerintah untuk menerbitkan kurikulum darurat ini perlu diapresiasi dan diharapkan bisa mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan secara jarak jauh.
Ssbelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim juga menyatakan bahwa kurikulum ini bukan merupakan hal yang wajib dilaksanakan. Alih-alih, kurikulum darurat merupakan alternatif kurikulum yang dapat digunakan oleh pihak sekolah. Jika tidak menggunakan kurikulum darurat, sekolah dipersilahkan untuk menyusun kurikulum sendiri, ataupun tetap mengacu pada Kurikulum Nasional yang sudah ada. (Baca juga: Tak Bebani Siswa dan Orang Tua, Sekolah Didorong Sederhanakan Kurikulum )
“Pemberian alternatif kurikulum tanpa adanya sosialisasi akan sia-sia karena sekolah dan guru akan kesulitan dalam mengimplementasikannya. Pemerintah perlu memberikan sosialisasi yang baik agar guru-guru dapat menerapkan kurikulum ini dengan tepat. Hal ini akan menjadi sangat menantang karena berkomunikasi selama pandemi, terutama di daerah yang memiliki infrastruktur telekomunikasi yang tidak memadai, akan sangat menyulitkan,” jelas Nadia.
Sosialisasi ke daerah-daerah yang belum memiliki infrastruktur telekomunikasi yang memadai memang selalu menjadi tantangan bagi implementasi kebijakan. Tidak hanya sosialisasi mengenai kurikulum darurat, proses PPDB yang dilakukan secara online juga tetap belum dipahami sepenuhnya oleh orang tua siswa. Adanya perubahan peraturan, yang salah satunya merupakan respons terhadap pandemi, menimbulkan kegaduhan di beberapa daerah seperti DKI Jakarta.
Selain itu, perlu adanya komunikasi yang erat antara pemerintah dan sekolah untuk melakukan evaluasi dalam pelaksanaan kurikulum darurat. Hal ini sangat penting mengingat bahwa kurikulum ini akan digunakan hingga akhir tahun. Selain itu, diimbau pula agar guru-guru bisa secara aktif mengimplementasikan sekaligus memberikan masukan terhadap kurikulum darurat ini.
(mpw)
tulis komentar anda