Jalan Terjal Anak Panti Asuhan Asal Tasik Meraih Beasiswa LPDP di UI
Kamis, 08 Februari 2024 - 19:21 WIB
Berbekal uang Rp100 ribu sisa dari bantuan pemerintah untuk keluarga miskin, ia merantau ke Subang dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di panti asuhan.
Dengan tekad mau mengubah garis hidup, ia melahap banyak buku motivasi. Buku-buku tersebut berhasil membawanya menjadi siswa berprestasi di sekolah. Ia selalu masuk peringkat 3 besar hingga SMP.
Lepas SMP, ia harus kembali ke Tasik karena tuntutan membantu ekonomi keluarganya. Ia pun menjadi buruh konveksi. Namun Anas tidak betah karena motivasinya untuk mengangkat derajat keluarga hanya bisa diwujudkan melalui pendidikan.
Jalan keluar pun digali dengan mencari panti asuhan baru yang menyediakan fasilitas sekolah gratis dan menemukannya di Panti Asuhan Darul Inayah di Kabupaten Bandung Barat.
Prestasinya mempertahankan juara pertama atau kedua selama di SMA akhirnya menjadi modal berharga untuk mendaftar kampus melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Ia diterima di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran.
Anas ingat dari 22 orang pendaftar SBMPTN di panti asuhan tersebut, hanya dirinya yang kemudian lolos diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Ia juga membawa kedua adiknya untuk tinggal di Panti Asuhan Riadlul Jannah, Jatinangor.
“Saat kuliah di Unpad, saya di sana bertekad pada diri. Saya menyadari sebagai minoritas, mungkin hanya saya satu-satunya di Unpad ini yang merupakan anak panti asuhan. Sehingga saya juga harus bisa membuktikan, yaitu menjadi minoritas juga, artinya menjadi mahasiswa yang berprestasi.” tutur Anas.
Keputusan Anas mengambil jurusan sejarah mungkin menimbulkan pertanyaan bagi sebagian besar orang. Bahkan sempat mendapat pertentangan dari orang-orang di panti asuhan. Rumpun ilmu humaniora dengan spesifikasi sejarah jelas kurang populer dibanding jurusan lain yang identik menjanjikan kesuksesan di masa depan.
Baca juga: Kisah Machrus, Kader Ansor yang Sukses Meraih Beasiswa LPDP S2 dan S3
Dengan tekad mau mengubah garis hidup, ia melahap banyak buku motivasi. Buku-buku tersebut berhasil membawanya menjadi siswa berprestasi di sekolah. Ia selalu masuk peringkat 3 besar hingga SMP.
Lepas SMP, ia harus kembali ke Tasik karena tuntutan membantu ekonomi keluarganya. Ia pun menjadi buruh konveksi. Namun Anas tidak betah karena motivasinya untuk mengangkat derajat keluarga hanya bisa diwujudkan melalui pendidikan.
Jalan keluar pun digali dengan mencari panti asuhan baru yang menyediakan fasilitas sekolah gratis dan menemukannya di Panti Asuhan Darul Inayah di Kabupaten Bandung Barat.
Prestasinya mempertahankan juara pertama atau kedua selama di SMA akhirnya menjadi modal berharga untuk mendaftar kampus melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Ia diterima di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran.
Anas ingat dari 22 orang pendaftar SBMPTN di panti asuhan tersebut, hanya dirinya yang kemudian lolos diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Ia juga membawa kedua adiknya untuk tinggal di Panti Asuhan Riadlul Jannah, Jatinangor.
“Saat kuliah di Unpad, saya di sana bertekad pada diri. Saya menyadari sebagai minoritas, mungkin hanya saya satu-satunya di Unpad ini yang merupakan anak panti asuhan. Sehingga saya juga harus bisa membuktikan, yaitu menjadi minoritas juga, artinya menjadi mahasiswa yang berprestasi.” tutur Anas.
Minat Besar Studi Sejarah Meski Ditentang
Keputusan Anas mengambil jurusan sejarah mungkin menimbulkan pertanyaan bagi sebagian besar orang. Bahkan sempat mendapat pertentangan dari orang-orang di panti asuhan. Rumpun ilmu humaniora dengan spesifikasi sejarah jelas kurang populer dibanding jurusan lain yang identik menjanjikan kesuksesan di masa depan.
Baca juga: Kisah Machrus, Kader Ansor yang Sukses Meraih Beasiswa LPDP S2 dan S3
tulis komentar anda