Jalan Terjal Anak Panti Asuhan Asal Tasik Meraih Beasiswa LPDP di UI

Kamis, 08 Februari 2024 - 19:21 WIB
loading...
Jalan Terjal Anak Panti Asuhan Asal Tasik Meraih Beasiswa LPDP di UI
Anas Anwar Nasirin adalah pria asal Tasikmalaya yang berhasil meraih beasiswa LPDP untuk kuliah S2 di UI. Foto/LPDP.
A A A
JAKARTA - Anas Anwar Nasirin adalah pria asal Tasikmalaya yang berhasil meraih beasiswa LPDP untuk kuliah S2 di UI. Anas yang sedari kecil hidup di panti asuhan ini ingin menggapai citanya menjadi sejarawan.

Anas kuliah Magister Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia dengan Beasiswa Prasejahtera LPDP. Ini adalah kisahnya yang menginspirasi dan memotivasi dari pria kelahiran 1997 asal kecamatan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Ditinggal Ayah, Dibesarkan Ibu yang Berprofesi Buruh Tani


Setelah ayahnya meninggal dunia, ibu Anas membesarkan ketiga anaknya seorang diri dengan menjadi buruh tani yang penghasilannya tidak menentu lantaran harus bergantung pada musim tanam saja.

Bahkan ibunya pun tidak maksimal bekerja karena terkena stroke ringan dan diabetes. Ibunya sempat ingin bekerja menjadi pekerja migran di Arab Saudi namun tidak jadi karena tidak tega meninggalkan anak-anaknya sendiri di Indonesia.

Pergi Merantau dengan Uang Rp100 ribu, Hidup di Panti Asuhan


Sadar betul akan kondisi yang sulit dari keluarga prasejahtera, anak sulung dari empat bersaudara ini mengumpulkan tekad untuk bertarung dengan kesulitan yang ada.

“Pada saat itu semangat saya tidak berhenti, malah semakin tumbuh. Saya meminta bantuan kepada tetangga yang memiliki saudara yang bekerja di Panti Asuhan Al-Rasyid Subang. Saya minta untuk diizinkan untuk tinggal di Panti Asuhan Al-Rasyid Subang.” katanya, dikutip dari laman LPDP, Kamis (8/2/2024).

Baca juga: Kisah Rozikin, Lolos Beasiswa LPDP dalam Sekali Percobaaan, Siap Dedikasikan Ilmu di Daerah Asal

Berbekal uang Rp100 ribu sisa dari bantuan pemerintah untuk keluarga miskin, ia merantau ke Subang dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di panti asuhan.

Dengan tekad mau mengubah garis hidup, ia melahap banyak buku motivasi. Buku-buku tersebut berhasil membawanya menjadi siswa berprestasi di sekolah. Ia selalu masuk peringkat 3 besar hingga SMP.

Lepas SMP, ia harus kembali ke Tasik karena tuntutan membantu ekonomi keluarganya. Ia pun menjadi buruh konveksi. Namun Anas tidak betah karena motivasinya untuk mengangkat derajat keluarga hanya bisa diwujudkan melalui pendidikan.

Jalan keluar pun digali dengan mencari panti asuhan baru yang menyediakan fasilitas sekolah gratis dan menemukannya di Panti Asuhan Darul Inayah di Kabupaten Bandung Barat.

Prestasinya mempertahankan juara pertama atau kedua selama di SMA akhirnya menjadi modal berharga untuk mendaftar kampus melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Ia diterima di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran.

Anas ingat dari 22 orang pendaftar SBMPTN di panti asuhan tersebut, hanya dirinya yang kemudian lolos diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Ia juga membawa kedua adiknya untuk tinggal di Panti Asuhan Riadlul Jannah, Jatinangor.

“Saat kuliah di Unpad, saya di sana bertekad pada diri. Saya menyadari sebagai minoritas, mungkin hanya saya satu-satunya di Unpad ini yang merupakan anak panti asuhan. Sehingga saya juga harus bisa membuktikan, yaitu menjadi minoritas juga, artinya menjadi mahasiswa yang berprestasi.” tutur Anas.

Minat Besar Studi Sejarah Meski Ditentang


Keputusan Anas mengambil jurusan sejarah mungkin menimbulkan pertanyaan bagi sebagian besar orang. Bahkan sempat mendapat pertentangan dari orang-orang di panti asuhan. Rumpun ilmu humaniora dengan spesifikasi sejarah jelas kurang populer dibanding jurusan lain yang identik menjanjikan kesuksesan di masa depan.

Baca juga: Kisah Machrus, Kader Ansor yang Sukses Meraih Beasiswa LPDP S2 dan S3

“Saat itu, ketika saya di panti asuhan sempat mendapatkan pertentangan. Karena jurusan sejarah adalah jurusan yang kategorinya minat khusus, non-favorit. Bahkan untuk pekerjaannya pun tidak sebanyak jurusan seperti Ilmu Hukum, ataupun Ekonomi dan Psikologi.” ujarnya.

Namun, minat menekuni suatu bidang ilmu tak selalu bisa mengikuti tren populer. Anas juga tak sedang main aman dengan mengambil jurusan sejarah agar lebih mudah masuk ke kampus negeri. Ia mengaku telah menyukai pelajaran sejarah sejak duduk di bangku SMP.

Saat di bangku kelas 10 Madrasah Aliyah atau setara SMA ia semakin mendalami pembacaan sejarah saat bertemu dengan buku karya Kuntowijoyo, guru besar Ilmu Sejarah di UGM cum budayawan yang tak asing lagi bagi para penggiat keilmuan sejarah.

Dari situlah Anas semakin tenggelam untuk melahap buku-buku sejarah, mengetahui suatu peristiwa dan perjalanan tokoh.
Anas menamatkan sarjananya dengan merampungkan skripsi berjudul “Politik Hukum Pemerintah Indonesia tentang Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia Tahun 1984-1989”.

Ia menyoroti tentang pemberlakuan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri pada 1984 ke Malaysia. Di era Orde Baru tersebut, target pemerintah yang masuk dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan mengirimkan tenaga kerja sebesar-besarnya ternyata tak sebanding dengan kelayakan yang didapat di lapangan.

Ketertarikan Anas pada topik buruh migran juga didasari oleh daerah asalnya. Di Tasikmalaya, banyak warga yang bekerja sebagai buruh. Mulai dari buruh tani seperti ibunya, buruh yang merantau di kota besar, dan buruh migran. Mereka yang memilih menjadi TKI rata-rata didominasi perempuan.

“Imun saya turun dan akhirnya saya mengalami kelumpuhan di bagian wajah sebelah kiri saraf nomor tujuh” ujar Anas. Praktis, ia harus berobat dan tentunya membutuhkan biaya.

Untuk menambah biaya pengobatan, Anas bekerja sebagai tukang bersih-bersih rumah kos dengan upah Rp25.000 per kamar. Akibat harus membagi waktu dengan bekerja untuk berobat inilah membuat proses kelulusannya menjadi molor dan tak sesuai target semula terencana tepat delapan semester.

Melanjutkan S2 dengan Beasiswa Prasejahtera dari LPDP


Selepas lulus sarjana, Anas sempat melakukan pengabdian ke panti asuhan yang telah menampungnya dan turut membiayai kehidupannya itu. Kegiatannya adalah mengajar di Madrasah Aliyah menjadi guru pelajaran sejarah dan sejarah kebudayaan Islam serta turut memobilisasi untuk berbagai kegiatan di panti asuhan selama Juli 2020 hingga Desember 2021 atau di masa pandemi Covid-19 itu.

Di tahun-tahun setelahnya, Anas mencoba peruntungannya untuk mendaftar beasiswa LPDP. Bukan hal yang tiba-tiba, sebenarnya sedari 2017 Anas sudah mengincar untuk dapat melanjutkan kuliah. Lalu pada 2022, Anas dengan dibantu orang-orang baik di sekitarnya memberanikan diri untuk mendaftar. Walaupun track record prestasinya tak diragukan, Anas sadar dia memiliki kekurangan khususnya di Bahasa Inggris.

Anas akhirnya diterima di UI melalui program Beasiswa Prasejahtera dari LPDP yang sengaja dipilihnya.

Minatnya meneruskan studi sejarah lantaran ingin menjadi sejarawan di bidang politik Islam, migrasi, dan ketenagakerjaan. Di mana itu adalah subjek-subjek yang lekat dengan kehidupannya.

Kini tesis yang sedang dikerjakannya adalah sejarah politik Islam dengan subjek gerakan Darul Islam. Ia tertarik dengan topik ini karena gerakannya yang memiliki akar dari peristiwa masa lalu baik lokal dan global, serta dampaknya yang paling ekstrim terhadap aksi-aksi teror di Tanah Air.
(nnz)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1388 seconds (0.1#10.140)