Kuliah Pakar Unhan: Klaim Sepihak China atas ZEE Indonesia di Natuna Perlu Direspons Serius

Selasa, 05 Maret 2024 - 12:00 WIB
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center Dr (H.C) Capt. Marcellus Jayawibawa, S.SiT., M.Mar (dua dari kanan) menyampaikan pemaparannya dalam diskusi di Universitas Pertahanan, Jakarta, Senin (4/3/2024). Foto/Ist
JAKARTA - Klaim sepihak dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atas sebagian wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna harus direspons secara serius dan hati-hati agar tidak mengorbankan kedaulatan negara. Kedaulatan negara, termasuk dalam konteks kedaulatan maritim, adalah aspek yang tidak dapat dikompromikan.

Oleh karena itu, hubungan ekonomi yang baik dengan China atau dengan negara mana pun, harus dijaga dengan hati-hati agar tidak mengorbankan kedaulatan negara.

Demikian salah satu kesimpulan yang mengemuka dalam Kuliah Pakar yang diselenggarakan oleh Program Studi Keamanan Maritim bertempat di Kampus Pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan), Salemba, Jakarta. Kuliah ini mengambil tema ”Dinamika Laut China Selatan dalam Perspektif Keamanan Maritim: Tantangan, Peluang, dan Kolaborasi Regional”

Acara yang juga melibatkan Forum Sinologi Indonesia (FSI) itu berlangsung pada 4 Maret 2024, dan menghadirkan beberapa pemerhati China dan kemaritiman, antara lain Laksamana Muda (Purn) Dr. Surya Wiranto, Dr (HC), Capt. Marcellus Jayawibawa, dan Ketua FSI Johanes Herlijanto, Ph.D. Diskusi di acara tersebut dipandu oleh Ristian Atriandi Suprianto, M. Sc, dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia, yang juga peneliti mitra FSI.



Dekan Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan (Unhan) Republik Indonesia, Mayor Jenderal TNI DR. Ir. Pujo Widodo, S.E., S.H., S.T., M.A., M.SI., M.D.S., M.SI (HAN), dalam sambutannya menyampaikan bahwa apa yang berkembang di Laut China Selatan (LCS) akhir-akhir ini perlu memperoleh perhatian yang serius, karena berpotensi mempengaruhi stabilitas kawasan dan berdampak pada Indonesia dan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

Oleh karenanya, ia menghimbau agar negara-negara ASEAN bersatu dan menunjukan sikap tegas terhadap potensi gangguan dari pihak luar. “Hanya dengan bergandengan tangan kita dapat menciptakan kawasan yang aman dan sejahtera bagi semua,” ujar Pujo.

Sementara itu, pihak-pihak yang berasal dari luar kawasan, termasuk China yang merupakan sahabat Indonesia dan ASEAN, dihimbau untuk menghormati kesepakatan damai ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation) dan menghindari tindakan yang berpotensi menciptakan ketegangan, seperti yang baru-baru ini terjadi di ZEE Filipina.

Senada dengan Mayjen Pujo Widodo, Ketua Program Studi Keamanan Maritim Unhan, Kolonel Laut (KH) DR. Panji Suwarno, S.E., M.SI., CIQNR, dalam sambutannya menyatakan, sebagai negara kepulauan yang memiliki perairan strategis di sekitar LCS, Indonesia harus siap sedia menghadapi tantangan yang kompleks, terutama dalam mengelola sumber daya maritim dan melindungi kedaulatan wilayah.

“Kita perlu memastikan bahwa strategi pertahanan nasional tidak hanya mengatasi ancaman langsung terhadap kedaulatan, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan global yang dapat mempengaruhi keamanan maritime dan stabilitas regional, antara lain dengan memperkuat koordinasi antara pemerintah, lembaga pertahanan, dan pemangku kepentingan terkait,” tegasnya.

Diskusi dimulai dengan pemaparan mengenai sejarah perkembangan klaim RRT atas LCS oleh Ketua FSI, Johanes Herlijanto. Ia berpandangan bahwa berdasarkan penelusuran sejarah, klaim Tiongkok atas LCS berkembang dan cenderung makin meluas.

“Tahun 1928, pemerintah China Nasionalis mengatakan bahwa batas paling selatan dari wilayah negara China adalah kepulauan Parasel, yang terletak di bagian utara LCS. Tetapi sejak 1947, klaim China berkembang hingga hampir seluruh wilayah LCS,” tuturnya.

Dalam perkembangannya, menurut pria yang juga dosen dan pemerhati China Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, negeri tirai bambu tersebut mengembangkan apa yang dinamakan sebagai 11 garis putus-putus, yang di era RRT berganti menjadi 9 garis putus-putus, dan kini menjadi 10 garis putus-putus.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More