Presiden Diminta Turun Tangan Menyelesaikan Masalah Hibah Merek Merdeka Belajar
Selasa, 18 Agustus 2020 - 10:02 WIB
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menduga ada celah pelanggaran hukum dalam penyerahan hibah merek dagang Merdeka Belajar dari PT Sekolah Cikal ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ).
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan penyerahan hibah itu diduga cacat prosedur karena belum mendapatkan izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan belum berbentuk akta hibah. Masyarakat, menurutnya, belum menemukan adanya bukti pengalihan merek dagang itu di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). (Baca juga: UGM Jadi PTN Paling Diminati di SBMPTN )
FSGI menilai penyerahan hibah itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berpotensi merugikan keuangan negara karena program Merdeka Belajar dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Retno mengungkapkan proses perjanjian hibah itu berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) Administrasi Pemerintahan karena ada dugaan ketidakcermatan pejabat negara. “Proses penyerahan hibah yang cacat hukum dan tidak cermat, tentu akan berpotensi melanggar asas umum pemerintahan yang baik,” tuturnya dalam konferensi daring, Minggu (17/8/2020).
Seperti diketahui program Merdeka Belajar yang diusung Kemendikbud banyak menuai protes. Sebab, hak paten Merdeka Belajar sudah dipegang oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Belakangan, PT Sekolah Cikal menghibahkan “Merdeka Belajar”. Namun ada ketentuan penggunaan bersama antara PT Sekolah Cikal dan Kemendikbud. Untuk itu, FSGI memberikan beberapa rekomendasi terkait hibah merek dagang Merdeka Belajar ini. Pertama, FSGI mendorong perbaikan penyerahan merek dagang Merdeka Belajar itu.
Kedua, penyerahan itu sebaiknya tidak dalam bentuk hibah tapi wakaf. Payung hukum yang digunakan UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
“Wakaf memungkinkan merek dagang ini dapat selama-lamanya digunakan negara karena penyerahannya utuh. Wakaf jauh lebih kuat dari hibah. Wakaf juga melibatkan Kementerian Agama yang memiliki satuan pendidikan madrasah dan pondok pesantren,” terang Retno.
Terakhir, FSGI akan bersurat kepada Presiden Jokowi dan meminta turun tangan mengatasi persoalan ini. Retno mengungkapkan masalahnya, Merdeka Belajar bukan hanya jargon. Akan tetapi, bagian dari program-program Kemendikbud dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi. (Baca juga: LTMPT: ITB Puncaki Nilai UTBK Tertinggi di SBMPTN 2020 )
Semua itu dibiayai APBN. “Demi menghindari konflik kepentingan dengan pejabat negara, presiden sebagai atasan pejabat tersebut wajib terlibat. Hal ini agar penyerahan (Merdeka Belajar) sesuai ketentuan perundang-undangan dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” pungkasnya.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan penyerahan hibah itu diduga cacat prosedur karena belum mendapatkan izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan belum berbentuk akta hibah. Masyarakat, menurutnya, belum menemukan adanya bukti pengalihan merek dagang itu di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). (Baca juga: UGM Jadi PTN Paling Diminati di SBMPTN )
FSGI menilai penyerahan hibah itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berpotensi merugikan keuangan negara karena program Merdeka Belajar dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Retno mengungkapkan proses perjanjian hibah itu berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) Administrasi Pemerintahan karena ada dugaan ketidakcermatan pejabat negara. “Proses penyerahan hibah yang cacat hukum dan tidak cermat, tentu akan berpotensi melanggar asas umum pemerintahan yang baik,” tuturnya dalam konferensi daring, Minggu (17/8/2020).
Seperti diketahui program Merdeka Belajar yang diusung Kemendikbud banyak menuai protes. Sebab, hak paten Merdeka Belajar sudah dipegang oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Belakangan, PT Sekolah Cikal menghibahkan “Merdeka Belajar”. Namun ada ketentuan penggunaan bersama antara PT Sekolah Cikal dan Kemendikbud. Untuk itu, FSGI memberikan beberapa rekomendasi terkait hibah merek dagang Merdeka Belajar ini. Pertama, FSGI mendorong perbaikan penyerahan merek dagang Merdeka Belajar itu.
Kedua, penyerahan itu sebaiknya tidak dalam bentuk hibah tapi wakaf. Payung hukum yang digunakan UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
“Wakaf memungkinkan merek dagang ini dapat selama-lamanya digunakan negara karena penyerahannya utuh. Wakaf jauh lebih kuat dari hibah. Wakaf juga melibatkan Kementerian Agama yang memiliki satuan pendidikan madrasah dan pondok pesantren,” terang Retno.
Terakhir, FSGI akan bersurat kepada Presiden Jokowi dan meminta turun tangan mengatasi persoalan ini. Retno mengungkapkan masalahnya, Merdeka Belajar bukan hanya jargon. Akan tetapi, bagian dari program-program Kemendikbud dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi. (Baca juga: LTMPT: ITB Puncaki Nilai UTBK Tertinggi di SBMPTN 2020 )
Semua itu dibiayai APBN. “Demi menghindari konflik kepentingan dengan pejabat negara, presiden sebagai atasan pejabat tersebut wajib terlibat. Hal ini agar penyerahan (Merdeka Belajar) sesuai ketentuan perundang-undangan dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda