Profesor Unair: PPDS Hospital Based Harus Sama Mutunya dengan University Based
Kamis, 16 Mei 2024 - 06:51 WIB
SURABAYA - Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga (FK Unair), Prof Dr dr Budi Santoso, SpOG(K) menyoroti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit (hospital based).
Prof Bus, panggilan akrab Budi Santoso, mengatakan, program PPDS harus sama kualitasnya dengan program university based. Terutama dalam hal perkuliahan sehingga bisa menghasilkan dokter spesialis yang berkualitas pula.
"Itu sudah amanah undang-undang, ya harus kita jalankan. Tapi dengan catatan harus kualitasnya sama, tidak ada ketimpangan," kata Prof Bus usai pelantikan dokter umum di Aula FK Unair, Rabu (15/5/2024).
Menurut Prof Bus, walau berbasis rumah sakit namun tetap harus berkerja sama dengan institusi pendidikan. Dan yang berhak untuk mengeluarkan ijazah tetaplah institusi pendidikan. "Rumah sakit ya tidak bisa dong mengeluarkan ijazah kan bukan lembaga pendidikan," tuturnya.
Prof Bus mengaku terus diajak diskusi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tentang program ini. Perancangan kualitas dan mutu menjadi hal yang utama dari semua diskusi yang dilakukan.
"FK Unair sendiri setiap tahun terus memproduksi dokter spesialis yang cukup banyak. Ada 500 hingga 600 dokter spesialis dari 25 program studi. Cukup banyak. Namun memang lulusan ini terkadang tidak merata penyebarannya," tandasnya.
Diketahui, pemerintah sudah mengedok palu PPDS hospital based ini. Tujuannya agar bisa mempercepat penambahan jumlah PPDS dari daftar tunggu 10 tahun menjadi lima tahun.
Ada enam rumah sakit yang sementara ditunjuk untuk menerima mahasiswa PPDS ini. Yakni RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: program studi jantung (6 kuota), RS Anak dan Bunda Harapan Kita: program studi anak (6 kuota).
Ada juga RS Ortopedi Soeharso: program studi orthopaedi dan traumatologi (10 kuota), RS Mata Cicendo: program studi mata (5 kuota). RS Pusat Otak Nasional: program studi saraf (5 kuota) dan RS Kanker Dharmais: program studi onkologi radiasi (6 kuota).
Para mahasiswa program ini diharapkan berasal dari daerah 3T dan nantinya setelah lulus harus kembali mengabdi di daerah tersebut untuk meningkatkan kualitas kesehatan di daerah tersebut.
Prof Bus, panggilan akrab Budi Santoso, mengatakan, program PPDS harus sama kualitasnya dengan program university based. Terutama dalam hal perkuliahan sehingga bisa menghasilkan dokter spesialis yang berkualitas pula.
"Itu sudah amanah undang-undang, ya harus kita jalankan. Tapi dengan catatan harus kualitasnya sama, tidak ada ketimpangan," kata Prof Bus usai pelantikan dokter umum di Aula FK Unair, Rabu (15/5/2024).
Menurut Prof Bus, walau berbasis rumah sakit namun tetap harus berkerja sama dengan institusi pendidikan. Dan yang berhak untuk mengeluarkan ijazah tetaplah institusi pendidikan. "Rumah sakit ya tidak bisa dong mengeluarkan ijazah kan bukan lembaga pendidikan," tuturnya.
Baca Juga
Prof Bus mengaku terus diajak diskusi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tentang program ini. Perancangan kualitas dan mutu menjadi hal yang utama dari semua diskusi yang dilakukan.
"FK Unair sendiri setiap tahun terus memproduksi dokter spesialis yang cukup banyak. Ada 500 hingga 600 dokter spesialis dari 25 program studi. Cukup banyak. Namun memang lulusan ini terkadang tidak merata penyebarannya," tandasnya.
Diketahui, pemerintah sudah mengedok palu PPDS hospital based ini. Tujuannya agar bisa mempercepat penambahan jumlah PPDS dari daftar tunggu 10 tahun menjadi lima tahun.
Ada enam rumah sakit yang sementara ditunjuk untuk menerima mahasiswa PPDS ini. Yakni RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: program studi jantung (6 kuota), RS Anak dan Bunda Harapan Kita: program studi anak (6 kuota).
Ada juga RS Ortopedi Soeharso: program studi orthopaedi dan traumatologi (10 kuota), RS Mata Cicendo: program studi mata (5 kuota). RS Pusat Otak Nasional: program studi saraf (5 kuota) dan RS Kanker Dharmais: program studi onkologi radiasi (6 kuota).
Para mahasiswa program ini diharapkan berasal dari daerah 3T dan nantinya setelah lulus harus kembali mengabdi di daerah tersebut untuk meningkatkan kualitas kesehatan di daerah tersebut.
(wyn)
tulis komentar anda