Hindari Stres Mahasiswa PPDS, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Lakukan MMPI
Rabu, 26 Juni 2024 - 19:00 WIB
SURABAYA - Stres dan depresi bisa dialami siapa saja, termasuk seorang dokter . Beberapa waktu lalu, kejadian dokter PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) depresi cukup menjadi perhatian msyarakat, utamanya lingkungan kampus.
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Prof Budi Santoso mengakui, depresi bisa terjadi pada siapa saja. "Termasuk dokter yang sedang menempuh PPDS. Tapi angkanya (kasus di Indonesia) tak lebih dari kejadian di luar negeri," kata Prof Bus, panggilan Budi Santoso, usai pelantikan dokter spesialis di FK Unair, Rabu (26/6/2024)
Prof Bus menekankan, sekolah apapun bisa membuat stres. Jangankan sekolah dokter spesialis atau perguruan tinggi yang menangani pasien, sambungnya, anak TK pun bisa mengalami hal itu. Untuk mengantisipasi, bagaimana proses pembelajaran itu friendly dan bersahabat. "Suasana yang diciptakan bisa menyenangkan, bukan menakutkan," katanya.
Untuk menghindari hal ini, tambah Prof Bus, dokter yang akan menempuh spesialis harus menjalani MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).
MMPI adalah tes psikologi yang dilakukan untuk menilai kepribadian dan psikopatologi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi kesehatan mental, sehingga ahli profesional bisa menentukan ada atau tidaknya gangguan mental pada orang yang menjalani tes MMPI ini.
Menurut Prof Bus, proses rekrutmen spesialis juga mempengaruhi kondisi berikutnya. Dengan kata lain, jangan memaksakan bidang atau spesialisasi yang tidak sesuai dengan kemampuan. "Di sinilah MMPI berperan. Apakah bidang ini cocok untuk dokter yang bersangkutan," paparnya.
Dia melanjutkan, MMPI sangat mendukung dan membantu mengarahkan pasion seorang dokter. Dia menyarankan, jangan memaksakan masuk spesialis tertentu yang ternyata tidak mampu, tidak sesuai pasionnya. "Nanti bisa berakibat tidak baik, depresi tadi," pungkasnya.
Salah seorang dokter spesialis yang ikut dilantik, Muh Maksum Zainuri mengatakan, ada saat-saat tertentu mengalami stres tinggi, misalnya saat jaga, saat operasi dan rawat pasien. Sebagai dokter, kata dokter spesialis bedah ini, merawat pasien harus seperti merawat diri sendiri.
Dokter asal Kediri lulusan Kedokteran UPN Jakarta ini punya tips untuk mengurangi stres. Salah satu yang dia lakukan adalah berkomunikasi dengan ibu sebelum melakukan operasi. "Setelah menelepon ibu, biasanya ada semangat dan motivasi baru," ungkapnya.
Selain itu, untuk mengurangi stres, dia menyalurkan hobi main bola dengan teman-temannya. "Insya Allah stres akan hilang dan menjalani profesi ini dengan senang dan lancar," ujarnya.
Lihat Juga: 7 Universitas dengan Jurusan Ilmu Komunikasi Terbaik Versi EduRank, Berapa Biaya Kuliah di UI?
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Prof Budi Santoso mengakui, depresi bisa terjadi pada siapa saja. "Termasuk dokter yang sedang menempuh PPDS. Tapi angkanya (kasus di Indonesia) tak lebih dari kejadian di luar negeri," kata Prof Bus, panggilan Budi Santoso, usai pelantikan dokter spesialis di FK Unair, Rabu (26/6/2024)
Prof Bus menekankan, sekolah apapun bisa membuat stres. Jangankan sekolah dokter spesialis atau perguruan tinggi yang menangani pasien, sambungnya, anak TK pun bisa mengalami hal itu. Untuk mengantisipasi, bagaimana proses pembelajaran itu friendly dan bersahabat. "Suasana yang diciptakan bisa menyenangkan, bukan menakutkan," katanya.
Untuk menghindari hal ini, tambah Prof Bus, dokter yang akan menempuh spesialis harus menjalani MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).
MMPI adalah tes psikologi yang dilakukan untuk menilai kepribadian dan psikopatologi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi kesehatan mental, sehingga ahli profesional bisa menentukan ada atau tidaknya gangguan mental pada orang yang menjalani tes MMPI ini.
Menurut Prof Bus, proses rekrutmen spesialis juga mempengaruhi kondisi berikutnya. Dengan kata lain, jangan memaksakan bidang atau spesialisasi yang tidak sesuai dengan kemampuan. "Di sinilah MMPI berperan. Apakah bidang ini cocok untuk dokter yang bersangkutan," paparnya.
Dia melanjutkan, MMPI sangat mendukung dan membantu mengarahkan pasion seorang dokter. Dia menyarankan, jangan memaksakan masuk spesialis tertentu yang ternyata tidak mampu, tidak sesuai pasionnya. "Nanti bisa berakibat tidak baik, depresi tadi," pungkasnya.
Salah seorang dokter spesialis yang ikut dilantik, Muh Maksum Zainuri mengatakan, ada saat-saat tertentu mengalami stres tinggi, misalnya saat jaga, saat operasi dan rawat pasien. Sebagai dokter, kata dokter spesialis bedah ini, merawat pasien harus seperti merawat diri sendiri.
Dokter asal Kediri lulusan Kedokteran UPN Jakarta ini punya tips untuk mengurangi stres. Salah satu yang dia lakukan adalah berkomunikasi dengan ibu sebelum melakukan operasi. "Setelah menelepon ibu, biasanya ada semangat dan motivasi baru," ungkapnya.
Selain itu, untuk mengurangi stres, dia menyalurkan hobi main bola dengan teman-temannya. "Insya Allah stres akan hilang dan menjalani profesi ini dengan senang dan lancar," ujarnya.
Lihat Juga: 7 Universitas dengan Jurusan Ilmu Komunikasi Terbaik Versi EduRank, Berapa Biaya Kuliah di UI?
(wyn)
tulis komentar anda