Marak Gelar Guru Besar Abal-abal, Ketua DPP Perindo: Miris Jika ada Orang yang Tidak Malu
Kamis, 18 Juli 2024 - 12:20 WIB
JAKARTA - Ketua DPP Partai Perindo Bidang Kesehatan Masyarakat, Sortaman Saragih mengaku prihatin dengan fenomena pemberian gelar Guru Besar oleh sejumlah pergurung tinggi di Indonesia tanpa harus menciptakan sebuah karya ilmiah.
Berdasarkan hasil temuannya di lapangan, saat ini banyak orang yang bergeral Profesor tanpa harus menjadi seorang dosen yang mengajar di perguruan tinggi.
Baca juga: Unika Soegijapranata Semarang Cetak 3 Guru Besar, Teranyar Psikologi
"Miris rasanya jika ada orang yang tidak malu mendapatkan gelar Guru Besar secara instan tanpa prosedur ilmiah. Hasil temuan di lapangan ternyata begitu mudahnya mendapatkan ijazah bergelar profesor di negara ini tanpa harus menjadi dosen profesional," kata Sortaman dalam keterangannya, Rabu (17/7/2024).
Sortaman menilai, pemberian gelar Guru Besar di Indonesia dianggap sebagai puncak kehormatan di bidang akademik.
Baca juga: Begini Cara Melihat Status Kenaikan Jabatan Lektor dan Guru Besar, Dosen Perlu Tahu
"Banyak orang memburu gelar abal-abal ini, sebab menurut pandangan mereka, gelar ini membuat mereka menjadi orang terhormat. Mereka tidak menyadari bahwa tidak ada kehormatan yang diperoleh dengan cara tidak terhormat," ungkapnya.
Sortaman juga menyayangkan, jika fenomena pemberian gelar Guru Besar ini tidak bisa diseret ke ranah hukum. Padahal, kasus jual bual gelar ini banyak dilakukan oleh pejabat publik.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Jumlah Profesor Terbanyak, Jawa Timur Gudangnya Guru Besar
Berdasarkan hasil temuannya di lapangan, saat ini banyak orang yang bergeral Profesor tanpa harus menjadi seorang dosen yang mengajar di perguruan tinggi.
Baca juga: Unika Soegijapranata Semarang Cetak 3 Guru Besar, Teranyar Psikologi
"Miris rasanya jika ada orang yang tidak malu mendapatkan gelar Guru Besar secara instan tanpa prosedur ilmiah. Hasil temuan di lapangan ternyata begitu mudahnya mendapatkan ijazah bergelar profesor di negara ini tanpa harus menjadi dosen profesional," kata Sortaman dalam keterangannya, Rabu (17/7/2024).
Sortaman menilai, pemberian gelar Guru Besar di Indonesia dianggap sebagai puncak kehormatan di bidang akademik.
Baca juga: Begini Cara Melihat Status Kenaikan Jabatan Lektor dan Guru Besar, Dosen Perlu Tahu
"Banyak orang memburu gelar abal-abal ini, sebab menurut pandangan mereka, gelar ini membuat mereka menjadi orang terhormat. Mereka tidak menyadari bahwa tidak ada kehormatan yang diperoleh dengan cara tidak terhormat," ungkapnya.
Sortaman juga menyayangkan, jika fenomena pemberian gelar Guru Besar ini tidak bisa diseret ke ranah hukum. Padahal, kasus jual bual gelar ini banyak dilakukan oleh pejabat publik.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Jumlah Profesor Terbanyak, Jawa Timur Gudangnya Guru Besar
tulis komentar anda