10 Rektor UIN Mengadu ke DPD, Kesulitan Buka Prodi Ilmu Sosial dan Sains
Senin, 24 Agustus 2020 - 10:32 WIB
JAKARTA - Sepuluh rektor Universitas Islam Negeri (UIN) menemui Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membahas mengenai kesulitan membuka program studi baru. Para rektor berharap DPD bisa membantu menyelesaikan masalah ini.
"Kami terus terang sangat berharap kepada DPD, setelah kami melihat sendiri bagaimana perjuangan DPD yang berhasil membantu peningkatan status sembilan kampus IAIN menjadi UIN. Nah sekarang giliran kami, kampus UIN lama, yang mengalami hambatan dalam membuka prodi umum di kampus kami,” ujar Juru Bicara 10 Kampus UIN, Prof Fauzul Imam, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Ahad (23/8). (Baca juga: Perguruan Tinggi Indonesia-Inggris Kolaborasi Lawan COVID-19, Ini Bocorannya )
Fauzul mengatakan, beberapa kampus UIN kesulitan membuka prodi ilmu sosial dan sains yang berbasis terapan. Mereka hanya bisa membuka prodi umum ilmu induk. Padahal, ilmu terapan lebih dibutuhkan dalam menjawab tantangan jaman. “Dan hal itu sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Dan niat kami memang memadukan antara ilmu agama dan sains,” urai rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten itu.
Rektor UIN Imam Bonjol Padang Prof Eka Putra Wirman mengungkapkan seharusnya tidak ada perbedaan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) selama statusnya sama-sama universitas. Ini seperti halnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan SD, Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP, dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA. (Baca juga: Klasterisasi Harus jadi Patokan Pembinaan Perguruan Tinggi )
“Padahal kalau mau jujur, PTN yang ada sekarang tentu tidak mampu menampung semua anak bangsa yang ingin belajar di fakultas-fakultas ilmu terapan yang ada. Kami, UIN, selain tersebar merata di hampir semua provinsi, biaya pendidikan di UIN relatif lebih murah dan terjangkau bagi peserta didik di daerah, tanpa mengurangi mutu. Karena kami rata-rata juga terakreditasi A dan B. Ini seharusnya faktor yang juga harus dilihat,” tukas Eka.
Dalam pertemuan yang dihelat Ahad petang itu, selain Rektor UIN Banten dan Padang, juga hadir Wakil Rektor UIN Bandung Prof. Rosihan Anwar dan Dr Alamsyah dari UIN Lampung. Sedangkan pimpinan UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Mataram, UIN Walisongo Semarang, UIN Sultan Thoha Saifudin Jambi, UIN Antasari Banjarmasin, dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berhalangan hadir.
"Kami terus terang sangat berharap kepada DPD, setelah kami melihat sendiri bagaimana perjuangan DPD yang berhasil membantu peningkatan status sembilan kampus IAIN menjadi UIN. Nah sekarang giliran kami, kampus UIN lama, yang mengalami hambatan dalam membuka prodi umum di kampus kami,” ujar Juru Bicara 10 Kampus UIN, Prof Fauzul Imam, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Ahad (23/8). (Baca juga: Perguruan Tinggi Indonesia-Inggris Kolaborasi Lawan COVID-19, Ini Bocorannya )
Fauzul mengatakan, beberapa kampus UIN kesulitan membuka prodi ilmu sosial dan sains yang berbasis terapan. Mereka hanya bisa membuka prodi umum ilmu induk. Padahal, ilmu terapan lebih dibutuhkan dalam menjawab tantangan jaman. “Dan hal itu sesuai dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Dan niat kami memang memadukan antara ilmu agama dan sains,” urai rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten itu.
Rektor UIN Imam Bonjol Padang Prof Eka Putra Wirman mengungkapkan seharusnya tidak ada perbedaan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) selama statusnya sama-sama universitas. Ini seperti halnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan SD, Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan SMP, dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA. (Baca juga: Klasterisasi Harus jadi Patokan Pembinaan Perguruan Tinggi )
“Padahal kalau mau jujur, PTN yang ada sekarang tentu tidak mampu menampung semua anak bangsa yang ingin belajar di fakultas-fakultas ilmu terapan yang ada. Kami, UIN, selain tersebar merata di hampir semua provinsi, biaya pendidikan di UIN relatif lebih murah dan terjangkau bagi peserta didik di daerah, tanpa mengurangi mutu. Karena kami rata-rata juga terakreditasi A dan B. Ini seharusnya faktor yang juga harus dilihat,” tukas Eka.
Dalam pertemuan yang dihelat Ahad petang itu, selain Rektor UIN Banten dan Padang, juga hadir Wakil Rektor UIN Bandung Prof. Rosihan Anwar dan Dr Alamsyah dari UIN Lampung. Sedangkan pimpinan UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Mataram, UIN Walisongo Semarang, UIN Sultan Thoha Saifudin Jambi, UIN Antasari Banjarmasin, dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berhalangan hadir.
(mpw)
tulis komentar anda