Founder GSM Soroti Kesenjangan Sosial dan Spiritual pada Anak Muda
Rabu, 07 Agustus 2024 - 10:09 WIB
Kesenjangan sosial terjadi ketika ada perbedaan antara dirinya dengan orang lain yang biasanya kerap muncul. Contoh kesenjangannya adalah ketika di dalam rentang umur yang sama terdapat orang-orang yang seakan bernasib amat baik dengan kekayaan materialnya, tetapi di sisi lain juga ada mereka yang dianggap “kurang beruntung” dan harus berjuang secara keras tanpa jaminan akan berujung pada hasil yang sama. Dampaknya adalah timbul polarisasi, bullying, kekerasan, hingga keterbelahan sosial yang parah di masyarakat kita.
Rizal juga menyoroti adanya kesenjangan spiritual pada anak muda zaman sekarang.
“Kesenjangan spiritual, yaitu adanya gap antara dirinya di saat ini dengan dirinya di masa depan. Bahwa hilangnya jati diri ini berakibat pada anak muda yang kehilangan atas eksistensi diri dan kemampuan untuk mengendalikan diri,” tegas Rizal mengenai kesenjangan spiritual.
Efeknya, adalah anak muda yang semakin stres, kehilangan energi hidup hingga tingkat bunuh diri yang semakin tinggi. Contohnya, seperti kasus guru muda SMK yang melakukan aksi bunuh diri, tetapi terlebih dulu membuat pesan umum ke masyarakat untuk tidak mengalami permasalahan hidup seperti dirinya.
Rizal menambahkan bahwa dunia pendidikan yang kurang kritis untuk mengajarkan cara berpikir untuk dapat memilah, memaknai, dan merefleksikan akan membuat siswa-siswanya semakin tidak eksis di tengah berkembangnya global village, juga mampu memperparah persoalan deindividuasi di tengah batas negara-negara dunia yang semakin tipis.
Saat mendiskusikan mengenai hal yang dapat dikembangkan untuk menjembatani kesenjangan sosial dan spiritual, Rizal menyadur apa yang disampaikan oleh Alfred Adler, yaitu social interest. Hingga, Ia terpikir untuk menyalurkan sumber daya anak muda yang potensial untuk turun ke sekolah.
“Mengajak anak turun ke sekolah dapat membuat mereka merasa beruntung, bahwa akan ada penerimaan di dalam dirinya, sehingga dapat menemukan kebermaknaan yang mampu meningkatkan eksistensinya,” tegas Rizal.
Ketiga, mengenai kesenjangan ekologi. Hal ini menyoal pada keberlanjutan dari alam kita agar senantiasa terawat dan terjaga.
“Harapannya, anak muda mampu menjadi pemimpin tidak hanya untuk diri, tetapi untuk masa depan bersama. Mereka yang ditanamkan agar memiliki konsisten dan komitmen yang kuat untuk terus bergerak di aktivitas sosial dengan harapan menjalar pada upaya membenahi permasalahan lingkungan,” pungkas Rizal.
Beberapa cerita dari anak muda yang turun ke lapangan berhasil menunjukkan adanya perkembangan dari rasa ketertarikan sosial. Ilham, seorang mahasiswa UNU yang menjadi salah satu relawan untuk GTS di SD BOPKRI Wonosari sempat merasakan keraguan pada awalnya, kebingungan mengenai apa yang harus dilakukan.
Rizal juga menyoroti adanya kesenjangan spiritual pada anak muda zaman sekarang.
“Kesenjangan spiritual, yaitu adanya gap antara dirinya di saat ini dengan dirinya di masa depan. Bahwa hilangnya jati diri ini berakibat pada anak muda yang kehilangan atas eksistensi diri dan kemampuan untuk mengendalikan diri,” tegas Rizal mengenai kesenjangan spiritual.
Efeknya, adalah anak muda yang semakin stres, kehilangan energi hidup hingga tingkat bunuh diri yang semakin tinggi. Contohnya, seperti kasus guru muda SMK yang melakukan aksi bunuh diri, tetapi terlebih dulu membuat pesan umum ke masyarakat untuk tidak mengalami permasalahan hidup seperti dirinya.
Rizal menambahkan bahwa dunia pendidikan yang kurang kritis untuk mengajarkan cara berpikir untuk dapat memilah, memaknai, dan merefleksikan akan membuat siswa-siswanya semakin tidak eksis di tengah berkembangnya global village, juga mampu memperparah persoalan deindividuasi di tengah batas negara-negara dunia yang semakin tipis.
Saat mendiskusikan mengenai hal yang dapat dikembangkan untuk menjembatani kesenjangan sosial dan spiritual, Rizal menyadur apa yang disampaikan oleh Alfred Adler, yaitu social interest. Hingga, Ia terpikir untuk menyalurkan sumber daya anak muda yang potensial untuk turun ke sekolah.
“Mengajak anak turun ke sekolah dapat membuat mereka merasa beruntung, bahwa akan ada penerimaan di dalam dirinya, sehingga dapat menemukan kebermaknaan yang mampu meningkatkan eksistensinya,” tegas Rizal.
Ketiga, mengenai kesenjangan ekologi. Hal ini menyoal pada keberlanjutan dari alam kita agar senantiasa terawat dan terjaga.
“Harapannya, anak muda mampu menjadi pemimpin tidak hanya untuk diri, tetapi untuk masa depan bersama. Mereka yang ditanamkan agar memiliki konsisten dan komitmen yang kuat untuk terus bergerak di aktivitas sosial dengan harapan menjalar pada upaya membenahi permasalahan lingkungan,” pungkas Rizal.
Beberapa cerita dari anak muda yang turun ke lapangan berhasil menunjukkan adanya perkembangan dari rasa ketertarikan sosial. Ilham, seorang mahasiswa UNU yang menjadi salah satu relawan untuk GTS di SD BOPKRI Wonosari sempat merasakan keraguan pada awalnya, kebingungan mengenai apa yang harus dilakukan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda