Hadapi Era Post-Truth, Universitas Pancasila Siapkan Ahli Komunikasi Krisis
Selasa, 24 Desember 2024 - 12:36 WIB
JAKARTA - Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila (Fikom UP) meresmikan pembukaan Program Studi Magister Media dan Komunikasi dengan Konsentrasi Komunikasi krisis pada Selasa, (24/12/2024). Peluncuran ini sebagai jawaban atas adanya kebutuhan profesional akan kompetensi khusus dalam mengelola komunikasi krisis di tengah situasi dan dinamika di era digital yang terus berkembang.
Program studi ini didirikan setelah melalui kajian dan refleksi panjang terhadap adanya kebutuhan komunikasi yang dihadapi oleh organisasi, pemerintah, dan masyarakat dalam berbagai situasi krisis.
Dalam pembukaan Prodi S2 Magister Media dan komunikasi yang dilakukan oleh Rektor Universitas Pancasila, Prof. Marsudi Kisworo, IPU, dilakukan pula Seminar yang mengangkat tema “Crisis Communication in The Post-Truth Era”.
Sejumlah narasumber dihadirkan, di antaranya Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Ubaidillah. Seminar ini membahas isu terkini dalam komunikasi krisis, yaitu fenomena post-truth, sebuah kondisi di mana perasaan dan keyakinan pribadi seringkali lebih dipentingkan daripada fakta objektif.
Dalam era post-truth, krisis komunikasi tidak hanya disebabkan oleh kesalahan informasi, tetapi juga oleh disinformasi dan hoaks yang sengaja disebarkan untuk memanipulasi opini publik.
Dalam situasi bencana atau krisis sosial, penyebaran berita palsu menjadi ancaman serius. Informasi yang tidak benar dapat memicu kepanikan, kesalahpahaman, dan memperlambat upaya penanggulangan bencana.
Oleh karena itu, agar dapat merespons krisis komunikasi digital dengan lebih baik, organisasi, pemerintah, dan masyarakat perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi serta mengembangkan strategi komunikasi yang lebih efektif untuk menangkal disinformasi dan menyebarkan informasi yang akurat.
Prof. Marsudi dalam sambutannya mengatakan komunikasi krisis sangat penting dan relevan di tengah situasi post-truth saat ini. Krisis memerlukan penanganan komunikasi baik sebelum, sesaat dan sesudah krisis.
"Komunikasi tidak hanya meliputi sender, receiver, media, message, namun ada satu aspek yang sering dilupakan orang yaitu presence atau kehadiran, sehingga sering mengakibatkan salah paham. Dan di era saat ini selain quote (kata-kata yang diucapkan), voice (suara), kehadiran tatap muka, atau tatap mata sebagai bentuk visual harus menjadi satu kesatuan, "katanya.
Program studi ini didirikan setelah melalui kajian dan refleksi panjang terhadap adanya kebutuhan komunikasi yang dihadapi oleh organisasi, pemerintah, dan masyarakat dalam berbagai situasi krisis.
Dalam pembukaan Prodi S2 Magister Media dan komunikasi yang dilakukan oleh Rektor Universitas Pancasila, Prof. Marsudi Kisworo, IPU, dilakukan pula Seminar yang mengangkat tema “Crisis Communication in The Post-Truth Era”.
Sejumlah narasumber dihadirkan, di antaranya Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Ubaidillah. Seminar ini membahas isu terkini dalam komunikasi krisis, yaitu fenomena post-truth, sebuah kondisi di mana perasaan dan keyakinan pribadi seringkali lebih dipentingkan daripada fakta objektif.
Dalam era post-truth, krisis komunikasi tidak hanya disebabkan oleh kesalahan informasi, tetapi juga oleh disinformasi dan hoaks yang sengaja disebarkan untuk memanipulasi opini publik.
Dalam situasi bencana atau krisis sosial, penyebaran berita palsu menjadi ancaman serius. Informasi yang tidak benar dapat memicu kepanikan, kesalahpahaman, dan memperlambat upaya penanggulangan bencana.
Oleh karena itu, agar dapat merespons krisis komunikasi digital dengan lebih baik, organisasi, pemerintah, dan masyarakat perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi serta mengembangkan strategi komunikasi yang lebih efektif untuk menangkal disinformasi dan menyebarkan informasi yang akurat.
Prof. Marsudi dalam sambutannya mengatakan komunikasi krisis sangat penting dan relevan di tengah situasi post-truth saat ini. Krisis memerlukan penanganan komunikasi baik sebelum, sesaat dan sesudah krisis.
"Komunikasi tidak hanya meliputi sender, receiver, media, message, namun ada satu aspek yang sering dilupakan orang yaitu presence atau kehadiran, sehingga sering mengakibatkan salah paham. Dan di era saat ini selain quote (kata-kata yang diucapkan), voice (suara), kehadiran tatap muka, atau tatap mata sebagai bentuk visual harus menjadi satu kesatuan, "katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda