Ada Sejak Abad 15 Masehi, Pakar Unair Ungkap Sejarah Malam Takbiran di Indonesia
Senin, 31 Maret 2025 - 11:23 WIB

Tradisi takbiran di Nusantara telah ada sejak era kesultanan Islam, khususnya pada abad ke-15 hingga ke-18 Masehi. Foto/SINDOnews.
JAKARTA - Ahmad Syauqi, pakar budaya Islam dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga ( Unair ), menjelaskan bahwa tradisi takbiran di Nusantara telah ada sejak era kesultanan Islam, khususnya pada abad ke-15 hingga ke-18 Masehi.
Pada masa itu, takbiran erat kaitannya dengan praktik keagamaan Islam.
Pada periode berikutnya, yakni masa kolonial sekitar abad ke-19 hingga ke-20 Masehi, pelaksanaan takbiran berlangsung dalam kondisi yang lebih terbatas karena pengaruh pemerintah kolonial Belanda.
Baca juga: 6 Negara yang Merayakan Idulfitri pada Senin 31 Maret 2025
Hingga saat ini, takbiran masih dikenal dengan tabuhan bedug yang menggema. Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi ini mengalami perubahan dan bahkan telah merambah ke dunia digital.
“Kita kini dapat menyaksikan fenomena takbiran virtual yang dilakukan melalui siaran langsung. Hal ini menunjukkan bahwa esensi takbiran tetap bertahan, meskipun wujudnya terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman,” tambahnya.
Ia menyoroti bahwa setiap negara memiliki keunikan tersendiri dalam merayakan takbiran. “Di Indonesia, unsur budaya sangat kuat, sehingga Islam berakulturasi dengan tradisi setempat dan melahirkan berbagai bentuk perayaan seperti pawai obor, gema bedug, serta takbir keliling,” jelasnya.
Baca juga: Sehari Jelang Lebaran, Lalu Lintas di Jakarta Lengang
Sebagai contoh, di Pulau Jawa terdapat tradisi Takbir Keliling yang banyak dilakukan di Yogyakarta dan Solo. Di Madura, takbiran dirayakan dengan Tellasan Topa’. Sementara itu, di luar Jawa, seperti di Aceh, masyarakat menampilkan seni Rateb Meuseukat, yang merupakan tarian sufistik.
Pada masa itu, takbiran erat kaitannya dengan praktik keagamaan Islam.
Pada periode berikutnya, yakni masa kolonial sekitar abad ke-19 hingga ke-20 Masehi, pelaksanaan takbiran berlangsung dalam kondisi yang lebih terbatas karena pengaruh pemerintah kolonial Belanda.
Baca juga: 6 Negara yang Merayakan Idulfitri pada Senin 31 Maret 2025
Hingga saat ini, takbiran masih dikenal dengan tabuhan bedug yang menggema. Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi ini mengalami perubahan dan bahkan telah merambah ke dunia digital.
“Kita kini dapat menyaksikan fenomena takbiran virtual yang dilakukan melalui siaran langsung. Hal ini menunjukkan bahwa esensi takbiran tetap bertahan, meskipun wujudnya terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman,” tambahnya.
Gema Takbir dan Keanekaragaman Tradisi
Ia menyoroti bahwa setiap negara memiliki keunikan tersendiri dalam merayakan takbiran. “Di Indonesia, unsur budaya sangat kuat, sehingga Islam berakulturasi dengan tradisi setempat dan melahirkan berbagai bentuk perayaan seperti pawai obor, gema bedug, serta takbir keliling,” jelasnya.
Baca juga: Sehari Jelang Lebaran, Lalu Lintas di Jakarta Lengang
Sebagai contoh, di Pulau Jawa terdapat tradisi Takbir Keliling yang banyak dilakukan di Yogyakarta dan Solo. Di Madura, takbiran dirayakan dengan Tellasan Topa’. Sementara itu, di luar Jawa, seperti di Aceh, masyarakat menampilkan seni Rateb Meuseukat, yang merupakan tarian sufistik.
Lihat Juga :