Kemendikbud akan Sederhanakan Pelajaran Sejarah, Ini Masukan dari KPAI

Senin, 21 September 2020 - 09:00 WIB
Polemik penghapusan mata pelajaran sejarah dari kurikulum pendidikan Indonesia menuai polemik sejumlah kalangan. Foto/ist
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ikut angkat bicara ihwal polemik penghapusan mata pelajaran sejarah dari kurikulum pendidikan Indonesia. Meski telah dibantah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), namun KPAI tetap memberi sejumlah saran dalam rencana penyederhanaan kurikulum pendidikan tersebut, khususnya mata pelajaran sejarah.

"Sebagai mantan guru PPKn yang pernah mengajar selama 24 tahun, saya menilai memang ada muatan-muatan kurikulum sejarah dan materi pelajaran sejarah yang harus diperbaiki, begitupun metode pembelajaran sejarahnya," ujar Komisioner KPAI Bidang pendidikan, Retno Listyarti, dalam keterangan tertulis, Minggu (20/9/2020). (Baca juga: Menteri Nadiem Ingin Sejarah Menjadi Relevan dan Inspiratif )

Yang pertama, kata Retno, adalah kurikulum sejarah Indonesia didominasi oleh sejarah perang dan kekerasan. Mulai dari Perang Bubat, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Jawa, hingga perebutan tahta Singosari Ken Arok.



Ia berharap materi ini dapat diperbaiki agar generasi muda tidak salah menafsir. Ia khawatir anak-anak akan berpikir bahwa sejarah Indonesia penuh kekerasan sehingga nantinya dicontoh oleh generasi berikutnya.

Padahal, pembelajaran sejarah sejatinya dapat menjadi instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter generasi muda sebagai penerus bangsa. "Dikhawatirkan generasi mudanya akan menyelesaikan masalah dengan kekerasan bukan dengan dialog," kata Retno. (Baca juga: Rujukan Generasi Muda, Pelajaran Sejarah Wajib Ada di Sekolah Menengah )

Kedua, Retno menyoroti kurikulum sejarah yang didominasi oleh sejarah Jawa dan kurang memberikan tempat sejarah wilayah lain. Alhasil anak Papua, anak Aceh, Anak Kalimantan, Anak Sulawesi, Anak Sumatera, dan yang lainnya belajarnya sejarah Jawa. "Padahal daerahnya juga memiliki sejarah yang layak dipelajari anak bangsa ini," kata Retno.

Ketiga, mengenai metode pengajaran oleh guru. Retno menilai selama ini pembelajaran sejarah oleh para guru masih cenderung hafalan.

Seharusnya, ujar Retno, guru mengajarkan pemaknaan dan esensi nilai-nilai apa saja dari suatu peristiwa sejarah tersebut bagi perjalanan bangsa dan bagaimana peristiwa buruk bisa menjadi pembelajaran yang tidak boleh terulang di kemudian hari. "Kalau hafalan, cenderung mudah dilupakan dan tidak dipahami makna suatu peristiwa sejarah," kata dia.
(mpw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More