Kemenag Bekali Guru RA Keterampilan Psikososial di Masa Pandemi
Sabtu, 24 Oktober 2020 - 17:16 WIB
JAKARTA - Kementerian Agama melalui Direktorat Guru Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah memberi Pembekalan Psikososial Guru Raudhatul Athfal (RA). Materi yang disampaikan oleh Psikolog Spesialis Pendidikan dari Wahana Visi Indonesia Saskia Rosita Indasari ini merupakan salah satu sesi Pelatihan Pengembangan Kapasitas Guru RA yang digelar secara daring.
“Depresi atau stress dapat terjadi pada siapa saja. Guru, orang tua maupun siswa terutama di era pandemic saat ini dimana terjadi perubahan sistem pembelajaran,” kata Saskia membuka sesi pelatihan, seperti dikutip dari laman resmi Kemenag, Sabtu (24/10). (Baca juga: Kemenag Siapkan Bantuan Rp1,178 Triliun untuk PJJ Pendidikan Agama )
Secara psikologis dan juga medis, saat merasa stres dan guru atau siswa dikuasai oleh emosi yang intens, maka hormon stres bernama kortisol akan mendominasi di otak dan menghambat kemampuan berpikir seseorang.
“Seseorang menjadi sulit untuk berpikir secara jernih dan rasional, sulit memusatkan perhatian (atentif), dan sulit untuk memecahkan masalah yang ada,” terang Saskia.
Menurut Saskia, jika kondisi depressi dan stress yang terjadi pada diri seseorang tidak segera diperbaiki dan berkelanjutan maka kemungkinan besar akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Ia menuturkan, kapasitas pemulihan seseorang dalam mengatasi stress tentu berbeda satu sama lain. (Baca juga: Kemenag-LPDP Buka Beasiswa Dosen, Diktis: Faham Keagamaan Harus Moderat )
“Pemulihan seseorang dalam mengatasi stress dipengaruhi oleh faktor kualitas diri dan lingkungan social dan faktor pendukung. segala bentuk pilihan tingkah laku yang ada pada diri seseorang dan lingkungan social untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan psikologis social sangat berpengaruh,” tutur Saskia.
“Pada prinsipnya, cepat lambatnya pemulihan anak ataupun orang dewasa tergantung dari faktor pelindung dan faktor penghambatnya,” sambungnya.
Dikatakan Saskia, semakin dewasa seseorang maka makin berat faktor penghambatnya dan cenderung akan semakin lama proses pemulihannya. Tetapi, lanjutnya, orang dewasa yang sadar jika dirinya butuh pertolongan, akan mencari bantuan serta ada dorongan dalam diri untuk bangkit, maka hal tersebut akan mempercepat untuk pulih.
“Begitupula dengan anak. Anak yang terlatih mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosinya serta kooperatif, ia akan lebih mudah ditangani,” ujarnya
“Depresi atau stress dapat terjadi pada siapa saja. Guru, orang tua maupun siswa terutama di era pandemic saat ini dimana terjadi perubahan sistem pembelajaran,” kata Saskia membuka sesi pelatihan, seperti dikutip dari laman resmi Kemenag, Sabtu (24/10). (Baca juga: Kemenag Siapkan Bantuan Rp1,178 Triliun untuk PJJ Pendidikan Agama )
Secara psikologis dan juga medis, saat merasa stres dan guru atau siswa dikuasai oleh emosi yang intens, maka hormon stres bernama kortisol akan mendominasi di otak dan menghambat kemampuan berpikir seseorang.
“Seseorang menjadi sulit untuk berpikir secara jernih dan rasional, sulit memusatkan perhatian (atentif), dan sulit untuk memecahkan masalah yang ada,” terang Saskia.
Menurut Saskia, jika kondisi depressi dan stress yang terjadi pada diri seseorang tidak segera diperbaiki dan berkelanjutan maka kemungkinan besar akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Ia menuturkan, kapasitas pemulihan seseorang dalam mengatasi stress tentu berbeda satu sama lain. (Baca juga: Kemenag-LPDP Buka Beasiswa Dosen, Diktis: Faham Keagamaan Harus Moderat )
“Pemulihan seseorang dalam mengatasi stress dipengaruhi oleh faktor kualitas diri dan lingkungan social dan faktor pendukung. segala bentuk pilihan tingkah laku yang ada pada diri seseorang dan lingkungan social untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan psikologis social sangat berpengaruh,” tutur Saskia.
“Pada prinsipnya, cepat lambatnya pemulihan anak ataupun orang dewasa tergantung dari faktor pelindung dan faktor penghambatnya,” sambungnya.
Dikatakan Saskia, semakin dewasa seseorang maka makin berat faktor penghambatnya dan cenderung akan semakin lama proses pemulihannya. Tetapi, lanjutnya, orang dewasa yang sadar jika dirinya butuh pertolongan, akan mencari bantuan serta ada dorongan dalam diri untuk bangkit, maka hal tersebut akan mempercepat untuk pulih.
“Begitupula dengan anak. Anak yang terlatih mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosinya serta kooperatif, ia akan lebih mudah ditangani,” ujarnya
tulis komentar anda