Teknologi Sensor Bawah Laut Karya Mahasiswa ITS Raih 2 Penghargaan Internasional
Jum'at, 04 Desember 2020 - 22:29 WIB
JAKARTA - 5 mahasiswa ITS berhasil meraih Gold Medal dan Best Impact Award di Indonesia Inventors Day (IID) 2020 dalam kategori International World Invention and Technology Expo (WINTEX). Inovasi mereka adalah teknologi sensor bawah laut yang bias diaplikasikan di perairan perbatasan nusantara.
Mereka adalah Wildan Muhammad Mursyid (Teknik Material 2017), Ghifari Hanif Mustofa (Teknik Mesin 2017), Ahmad Fahmi Prakoso (Teknik Material 2018), Edo Danilyan (Biologi 2018), dan Aldiansyah Wahfiudin (Teknik Material 2018). Bekerja sama dalam satu tim, kelimanya berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus yaitu Gold Medal dan Best Impact Award di ajang berskala internasional tersebut. (Baca juga: 30 Universitas Terbaik di Indonesia versi QS Asia University Rangking 2021 )
Ketua Tim Wildan Muhammad Mursyid menyebutkan, karya inovasi mereka bernama Humanless Underwater Sensors Technology (HUST) 2.0. Alat ini merupakan inovasi teknologi sensor bawah laut yang diaplikasikan pada perairan perbatasan Indonesia.
Alat ini ternyata merupakan pengembangan dari HUST versi pertama yang juga pernah meraih Gold Medal di World Invention and Competition Exhibition (WICE) 2020 lalu. Wildan mengatakan, pada generasi keduanya ini, HUST memiliki fungsi tambahan yang dapat membantu permasalahan masyarakat terutama di bidang perairan laut.
Fungsi tambahan tersebut adalah HUST 2.0 yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik. Hal ini menyebabkan HUST 2.0 tidak hanya berfungsi sebagai pendeteksi kapal illegal fishing dan sistem deteksi gempa saja seperti versi pertamanya. Pada versi terbarunya ini, HUST 2.0 memanfaatkan arus laut sebagai energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik. (Baca juga: Tahap Uji Klinis, UGM dan PT FAI Kembangkan Obat Antivirus Covid-19 )
Melawan 345 tim dari 15 negara, HUST 2.0 tampil dengan mekanisme kerja yang hampir sama dengan sebelumnya. Kesamaan tersebut tampak dari sensor gempa untuk mendeteksi getaran dasar laut, sensor logam untuk mendeteksi kapal yang mendekat, dan sensor ID untuk mendeteksi Transmitter ID untuk mencegah illegal fishing.
Sedangkan untuk pembangkit listrik, HUST 2.0 menggunakan konsep Gorlov Helical Turbine yang memanfaatkan arus laut untuk memutar kisi-kisi turbin. "Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi HUST 2.0 serta kebutuhan listrik di daerah pesisir,” jelasnya.
Bermula dari permasalahan masyarakat pesisir pantai yang masih mengeluh dengan ketersediaan listrik di lingkungannya, membuat mereka mencampur permasalahan yang telah ada sebelumnya dengan permasalahan baru di satu alat yang sama. “Dengan adanya fitur tambahan di HUST 2.0 ini membuat kebutuhan listrik pada masyarakat di daerah pesisir dapat terpenuhi,” katanya melalui siaran pers, Jumat (4/12).
Mahasiswa asal Klaten ini mengungkapkan, tidak semulus yang terlihat, dalam pengembangan HUST 2.0 juga mengalami beberapa kendala. Misalnya, seperti sistem jalur distribusi listrik menuju daerah pesisir yang harus berada di bawah laut dan memiliki jarak yang jauh, sehingga memungkinan terjadinya hilang energi.
Mereka adalah Wildan Muhammad Mursyid (Teknik Material 2017), Ghifari Hanif Mustofa (Teknik Mesin 2017), Ahmad Fahmi Prakoso (Teknik Material 2018), Edo Danilyan (Biologi 2018), dan Aldiansyah Wahfiudin (Teknik Material 2018). Bekerja sama dalam satu tim, kelimanya berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus yaitu Gold Medal dan Best Impact Award di ajang berskala internasional tersebut. (Baca juga: 30 Universitas Terbaik di Indonesia versi QS Asia University Rangking 2021 )
Ketua Tim Wildan Muhammad Mursyid menyebutkan, karya inovasi mereka bernama Humanless Underwater Sensors Technology (HUST) 2.0. Alat ini merupakan inovasi teknologi sensor bawah laut yang diaplikasikan pada perairan perbatasan Indonesia.
Alat ini ternyata merupakan pengembangan dari HUST versi pertama yang juga pernah meraih Gold Medal di World Invention and Competition Exhibition (WICE) 2020 lalu. Wildan mengatakan, pada generasi keduanya ini, HUST memiliki fungsi tambahan yang dapat membantu permasalahan masyarakat terutama di bidang perairan laut.
Fungsi tambahan tersebut adalah HUST 2.0 yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik. Hal ini menyebabkan HUST 2.0 tidak hanya berfungsi sebagai pendeteksi kapal illegal fishing dan sistem deteksi gempa saja seperti versi pertamanya. Pada versi terbarunya ini, HUST 2.0 memanfaatkan arus laut sebagai energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik. (Baca juga: Tahap Uji Klinis, UGM dan PT FAI Kembangkan Obat Antivirus Covid-19 )
Melawan 345 tim dari 15 negara, HUST 2.0 tampil dengan mekanisme kerja yang hampir sama dengan sebelumnya. Kesamaan tersebut tampak dari sensor gempa untuk mendeteksi getaran dasar laut, sensor logam untuk mendeteksi kapal yang mendekat, dan sensor ID untuk mendeteksi Transmitter ID untuk mencegah illegal fishing.
Sedangkan untuk pembangkit listrik, HUST 2.0 menggunakan konsep Gorlov Helical Turbine yang memanfaatkan arus laut untuk memutar kisi-kisi turbin. "Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi HUST 2.0 serta kebutuhan listrik di daerah pesisir,” jelasnya.
Bermula dari permasalahan masyarakat pesisir pantai yang masih mengeluh dengan ketersediaan listrik di lingkungannya, membuat mereka mencampur permasalahan yang telah ada sebelumnya dengan permasalahan baru di satu alat yang sama. “Dengan adanya fitur tambahan di HUST 2.0 ini membuat kebutuhan listrik pada masyarakat di daerah pesisir dapat terpenuhi,” katanya melalui siaran pers, Jumat (4/12).
Mahasiswa asal Klaten ini mengungkapkan, tidak semulus yang terlihat, dalam pengembangan HUST 2.0 juga mengalami beberapa kendala. Misalnya, seperti sistem jalur distribusi listrik menuju daerah pesisir yang harus berada di bawah laut dan memiliki jarak yang jauh, sehingga memungkinan terjadinya hilang energi.
tulis komentar anda