PPDB dan Sekolah Dibuka, Politikus PKS Minta Cermati Ini
Rabu, 13 Mei 2020 - 15:14 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah dan pihak terkait lebih mencermati soal proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan wacana dibukanya sekolah kembali di tengah pandemi Covid-19.
"Perkembangan pandemi masih belum menunjukkan normal, kecuali ada data yang mampu meyakinkan sebaliknya," ujar Fikri kepada SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Diketahui, pengumuman pendaftaran PPDB sudah mulai berjalan secara nasional, sesuai dengan aturan dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB tingkat TK hingga SMA/K, bahwa pengumuman pendaftaran PPDB selambat-lambatnya pada pekan pertama bulan Mei. "Di masa seperti sekarang, idealnya PPDB dan proses belajar secara daring, namun kendala masih banyak di sana-sini," ujarnya.
Dia mengatakan, walaupun sudah ada surat edaran Mendikbud bernomor 4 Tahun 2020 tentang kebijakan pendidikan di masa darurat Covid-19, secara teknis masih banyak kendala pelaksanaan di daerah. "Terkait semua proses, baik PPDB maupun sistem belajar dilakukan secara daring, ini kan tidak merata karena kendala akses internet serta fasilitas," katanya.
Akibatnya, lanjut dia, proses tatap muka atau pertemuan fisik tetap dilakukan di tengah aturan pembatasan sosial berskala besar. "Pemerintah pusat dan daerah mesti mencarikan solusi yang lebih realistis soal ini," katanya.
Misalnya, kata dia, dengan melakukan pengetatan protokol kesehatan di sekolah. Selain itu, proses PPDB yang sepenuhnya daring, dikhawatirkan memunculkan potensi penyimpangan lebih tinggi. "Misal pemalsuan dokumen, secara digital sangat mudah dilakukan, terlebih fisik aslinya tidak bisa dicek langsung," kata Fikri.
Maka itu, Fikri meminta agar tahap verifikasi dilakukan dua tahap, yakni ditambah dengan mencocokkan antara dokumen yang diberikan siswa dengan data kependudukan nasional atau dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). "Seharusnya bisa terlacak dari database yang ada," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jalur prestasi dalam proses PPDB juga dinilai membingungkan, terutama setelah tidak adanya Ujian Nasional (UN). Sebelumnya, menurut Permendikbud 44/2019 jalur prestasi ditentukan berdasarkan nilai UN siswa dan prestasin non-akademis.
Namun, dengan surat edaran Mendikbud nomor 4/2020, UN ditiadakan, dan sebagai gantinya prestasi siswa dilihat dari akumulasi nilai rapor pada lima semester terakhir. "Padahal parameter nilai siswa di tiap sekolah bisa berbeda, juga sangat tergantung subjektivitas guru, nah ini bisa jadi masalah baru," tuturnya.
"Perkembangan pandemi masih belum menunjukkan normal, kecuali ada data yang mampu meyakinkan sebaliknya," ujar Fikri kepada SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Diketahui, pengumuman pendaftaran PPDB sudah mulai berjalan secara nasional, sesuai dengan aturan dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB tingkat TK hingga SMA/K, bahwa pengumuman pendaftaran PPDB selambat-lambatnya pada pekan pertama bulan Mei. "Di masa seperti sekarang, idealnya PPDB dan proses belajar secara daring, namun kendala masih banyak di sana-sini," ujarnya.
Dia mengatakan, walaupun sudah ada surat edaran Mendikbud bernomor 4 Tahun 2020 tentang kebijakan pendidikan di masa darurat Covid-19, secara teknis masih banyak kendala pelaksanaan di daerah. "Terkait semua proses, baik PPDB maupun sistem belajar dilakukan secara daring, ini kan tidak merata karena kendala akses internet serta fasilitas," katanya.
Akibatnya, lanjut dia, proses tatap muka atau pertemuan fisik tetap dilakukan di tengah aturan pembatasan sosial berskala besar. "Pemerintah pusat dan daerah mesti mencarikan solusi yang lebih realistis soal ini," katanya.
Misalnya, kata dia, dengan melakukan pengetatan protokol kesehatan di sekolah. Selain itu, proses PPDB yang sepenuhnya daring, dikhawatirkan memunculkan potensi penyimpangan lebih tinggi. "Misal pemalsuan dokumen, secara digital sangat mudah dilakukan, terlebih fisik aslinya tidak bisa dicek langsung," kata Fikri.
Maka itu, Fikri meminta agar tahap verifikasi dilakukan dua tahap, yakni ditambah dengan mencocokkan antara dokumen yang diberikan siswa dengan data kependudukan nasional atau dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). "Seharusnya bisa terlacak dari database yang ada," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jalur prestasi dalam proses PPDB juga dinilai membingungkan, terutama setelah tidak adanya Ujian Nasional (UN). Sebelumnya, menurut Permendikbud 44/2019 jalur prestasi ditentukan berdasarkan nilai UN siswa dan prestasin non-akademis.
Namun, dengan surat edaran Mendikbud nomor 4/2020, UN ditiadakan, dan sebagai gantinya prestasi siswa dilihat dari akumulasi nilai rapor pada lima semester terakhir. "Padahal parameter nilai siswa di tiap sekolah bisa berbeda, juga sangat tergantung subjektivitas guru, nah ini bisa jadi masalah baru," tuturnya.
tulis komentar anda