Harumkan Indonesia, 868 Pelajar Bertalenta Ini Dapat Apresiasi dari Rektor IPB
Rabu, 30 Desember 2020 - 20:00 WIB
JAKARTA - Pusat Prestasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar acara Puncak Persembahan Prestasi Talenta Indonesia 2020. Acara ini merupakan bentuk apresiasi kepada 868 siswa dan mahasiswa yang meraih juara pertama dalam berbagai kompetisi lokal dan internasional selama 2020.
Rektor IPB University Prof Arif Satria turut hadir memberikan apresiasi kepada para pelajar di Indonesia pada kegiatan Puncak Persembahan Prestasi Talenta Indonesia 2020. Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) juga turut berbangga dan mengucapkan selamat atas ide dan gagasan yang dihasilkan pelajar selama ini. (Baca juga: FIK UI Bantu Orang Tua dan Guru Tingkatkan Adaptasi Anak Penyandang Autis )
Di antara sekian banyak prestasi, Rektor berkesempatan berdialog memberikan masukan dan tanggapan terhadap prestasi karya anak bangsa dalam bidang sains, teknologi, inovasi dan vokasi.
Ada Muhtaza Aziziya Syafiq, penemu kulkas tanpa listrik. Muhtaza membuat kulkas tanpa listrik saat ia masih duduk di kelas 2 SMA tahun 2014 lalu. Penemuan ini berhasil menyabet penghargaan di ajang Intel International Science and Engineering Fair (ISEF) di Los Angeles, AS pada Mei 2014.
Kemudian Akhmad Zailani, seorang siswa SMK Negeri 2 Kandangan yang meraih medali emas dalam Lomba Keterampilan Siswa (LKS) tingkat nasional ke XXVIII tahun 2020 untuk kategori Landscape and Gardening. Ada juga Joan Nadia Joan Nadia, siswi SMAK IPEKA Tomang yang berhasil mendapat medali perak di ajang Internasional Biology Olympiad (IBO) Challenge di Jepang, Agustus lalu. (Baca juga: Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Ingin Bersaing dengan Umum, Ini Syaratnya )
Berangkat dari keterbatasan, Muhtaza mengungkapkan latar belakang dirinya menciptakan kulkas tanpa listrik karena Kabupaten Musi Banyuasin, tempat ia tinggal, akses listrik masih terbatas. “Masih banyak sekali pedesaan yang listriknya langka, dalam artian hanya ada beberapa saja, sering mati lampu juga. Sedangkan potensi desa di sana itu buah-buahan. Jadinya kadang petani menyimpan hasil panennya kurang baik, sehingga akan dijual kondisinya sudah setengah busuk,” ujar Muhtaza.
Prof Arif Satria turut berbangga dan menyampaikan apresiasinya kepada prestasi tiga karya anak muda ini. Ia katakan, bangsa Indonesia membutuhkan orang-orang semacam mereka untuk bisa maju. Dirinya beralasan, untuk maju, seseorang harus memiliki future practice dan sifat agile learner. Dan modal itu ada dalam sosok tiga anak muda ini.
“Pertama saya melihat ada semangat yang luar biasa dari Muhtaza, Joan dan Zaelani, yakni bagaimana membangun kemandirian. Satu semangat kemandirian sudah tertanam pada mereka sejak SMA. Berangkat dari masalah bahwa selama ini kulkas selalu hubungannya dengan listrik, ditambah komponennya juga sebagian besar masih impor. Ini sebuah semangat yang bagus sekali,” ujar Prof Arif. (Baca juga: Persaingan Ketat, Ini Harapan Menristek untuk Kampus di Indonesia )
Semangat kemandirian itu, lanjut Prof Arif, adalah langkah untuk memutuskan ketergantungan kepada negara lain. Selain itu kulkas yang diciptakan Muhtaza, menurutnya sebagai salah satu bentuk future practice, sesuatu hal baru yang tidak terpikirkan bagi orang lain.
“Saya kagum pada karya anak-anak ini. Mereka mencoba untuk keluar dari pakem untuk mewujudkan mimpinya melalui hasil karya dan invensi. Kalau semua orang memiliki future practice, didasari semangat kreativitas, maka saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang maju,” tuturnya.
Selain kemandirian dan semangat untuk menghasilkan future practice, Prof Arif melihat dalam diri mereka ada sifat sebagai agile learner, pembelajar yang lincah. Sebab selalu berusaha ingin mencari tahu, belajar di manapun. Ia yakin, dalam menghadapi perubahan masa depan, seorang agile learner tidak hanya mampu beradaptasi, melainkan akan mampu memimpin masa depan.
Namun demikian, Prof Arif juga mengingatkan kepada para pelajar prestatif ini agar terus mengembangkan keilmuannya dan tidak berhenti sampai di sini. Invensi yang sudah diciptakan harus ada tindak lanjut. Dirinya berpesan pentingnya berkolaborasi dengan berbagai pihak agar invensi yang ada mampu terus dikembangkan dengan baik.
Rektor IPB University Prof Arif Satria turut hadir memberikan apresiasi kepada para pelajar di Indonesia pada kegiatan Puncak Persembahan Prestasi Talenta Indonesia 2020. Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) juga turut berbangga dan mengucapkan selamat atas ide dan gagasan yang dihasilkan pelajar selama ini. (Baca juga: FIK UI Bantu Orang Tua dan Guru Tingkatkan Adaptasi Anak Penyandang Autis )
Di antara sekian banyak prestasi, Rektor berkesempatan berdialog memberikan masukan dan tanggapan terhadap prestasi karya anak bangsa dalam bidang sains, teknologi, inovasi dan vokasi.
Ada Muhtaza Aziziya Syafiq, penemu kulkas tanpa listrik. Muhtaza membuat kulkas tanpa listrik saat ia masih duduk di kelas 2 SMA tahun 2014 lalu. Penemuan ini berhasil menyabet penghargaan di ajang Intel International Science and Engineering Fair (ISEF) di Los Angeles, AS pada Mei 2014.
Kemudian Akhmad Zailani, seorang siswa SMK Negeri 2 Kandangan yang meraih medali emas dalam Lomba Keterampilan Siswa (LKS) tingkat nasional ke XXVIII tahun 2020 untuk kategori Landscape and Gardening. Ada juga Joan Nadia Joan Nadia, siswi SMAK IPEKA Tomang yang berhasil mendapat medali perak di ajang Internasional Biology Olympiad (IBO) Challenge di Jepang, Agustus lalu. (Baca juga: Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Ingin Bersaing dengan Umum, Ini Syaratnya )
Berangkat dari keterbatasan, Muhtaza mengungkapkan latar belakang dirinya menciptakan kulkas tanpa listrik karena Kabupaten Musi Banyuasin, tempat ia tinggal, akses listrik masih terbatas. “Masih banyak sekali pedesaan yang listriknya langka, dalam artian hanya ada beberapa saja, sering mati lampu juga. Sedangkan potensi desa di sana itu buah-buahan. Jadinya kadang petani menyimpan hasil panennya kurang baik, sehingga akan dijual kondisinya sudah setengah busuk,” ujar Muhtaza.
Prof Arif Satria turut berbangga dan menyampaikan apresiasinya kepada prestasi tiga karya anak muda ini. Ia katakan, bangsa Indonesia membutuhkan orang-orang semacam mereka untuk bisa maju. Dirinya beralasan, untuk maju, seseorang harus memiliki future practice dan sifat agile learner. Dan modal itu ada dalam sosok tiga anak muda ini.
“Pertama saya melihat ada semangat yang luar biasa dari Muhtaza, Joan dan Zaelani, yakni bagaimana membangun kemandirian. Satu semangat kemandirian sudah tertanam pada mereka sejak SMA. Berangkat dari masalah bahwa selama ini kulkas selalu hubungannya dengan listrik, ditambah komponennya juga sebagian besar masih impor. Ini sebuah semangat yang bagus sekali,” ujar Prof Arif. (Baca juga: Persaingan Ketat, Ini Harapan Menristek untuk Kampus di Indonesia )
Semangat kemandirian itu, lanjut Prof Arif, adalah langkah untuk memutuskan ketergantungan kepada negara lain. Selain itu kulkas yang diciptakan Muhtaza, menurutnya sebagai salah satu bentuk future practice, sesuatu hal baru yang tidak terpikirkan bagi orang lain.
“Saya kagum pada karya anak-anak ini. Mereka mencoba untuk keluar dari pakem untuk mewujudkan mimpinya melalui hasil karya dan invensi. Kalau semua orang memiliki future practice, didasari semangat kreativitas, maka saya yakin Indonesia akan menjadi bangsa yang maju,” tuturnya.
Selain kemandirian dan semangat untuk menghasilkan future practice, Prof Arif melihat dalam diri mereka ada sifat sebagai agile learner, pembelajar yang lincah. Sebab selalu berusaha ingin mencari tahu, belajar di manapun. Ia yakin, dalam menghadapi perubahan masa depan, seorang agile learner tidak hanya mampu beradaptasi, melainkan akan mampu memimpin masa depan.
Namun demikian, Prof Arif juga mengingatkan kepada para pelajar prestatif ini agar terus mengembangkan keilmuannya dan tidak berhenti sampai di sini. Invensi yang sudah diciptakan harus ada tindak lanjut. Dirinya berpesan pentingnya berkolaborasi dengan berbagai pihak agar invensi yang ada mampu terus dikembangkan dengan baik.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda