New Normal, Ini Rekomendasi LP Ma’arif NU di Sektor Pendidikan
Minggu, 31 Mei 2020 - 11:32 WIB
JAKARTA - Pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai persoalan tidak hanya sektor kesehatan, namun juga sosial, ekonomi, termasuk di bidang pendidikan. Dengan adanya kebijakan WFH (work from home) dan social distancing atau physical distancing, kegiatan belajar mengajar pun harus dilakukan dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Ketua LP Ma'arif NU PBNU, KH Z Arifin Junaidi mengatakan seluruh sistem pendidikan formal dan nonformal ditutup. Siswa harus belajar dari rumah dan guru harus menjalani kebiasaan dan metode pembelajaran baru, yaitu mengajar melalui mekanisme daring. (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
Kenyataannya, temuan di lapangan LP Ma'arif NU menerima banyak laporan pelaksanaan PJJ tidak efektif karena ketidaksiapan satuan pendidikan dan negara dalam merespons kebijakan ini. Penerapan PJJ bahkan berdampak pada timbulnya kekerasan fisik dan psikis yang dialami peserta didik.
"Masalah yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan PJJ berkaitan dengan masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadai, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan fisik dan mental dalam bentuk kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau komputer," ujar Arifin Junaidi, Minggu (31/5/2020).
Selain pada siswa, physical depression juga dialami para guru dan civitas akademika di sekolah dan madrasah, terutama pada sekolah dan madrasah swasta. Persoalan keterbatasan kemampuan pengajaran daring, akses dan jaringan internet yang tidak stabil, biaya pembelajaran daring yang berat, sarana belajar yang tidak memadai, dukungan struktural dan finansial yang terbatas.
"Kemampuan orang tua siswa menfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring menjadi masalah utama, terutama di wilayah pedesaan dan pedalaman, serta pada keluarga yang terdampak secara ekonomi," urainya.
Sebagai solusi atas problem ini, kata Arifin Junaidi, di beberapa daerah tidak sedikit guru yang mendatangi rumah-rumah siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengontrol langsung anak didiknya satu persatu. "Kondisi ini menjadi beban berlebih bagi guru, sekaligus meningkatkan kerentanan guru dan siswa terpapar virus Corona," katanya.
Problem yang dialami siswa dan guru ini semakin terasa berat karena dukungan pemerintah dalam menyiapkan perangkat dan fasilitas yang memadai belum dirasakan merata dan berkeadilan bagi setiap satuan pendidikan di Indonesia.
LP Ma’arif NU PBNU menilai, untuk menjaga keberlangsungan belajar mengajar dan interaksi efektif antara guru dan siswa sebagai akibat pandemi yang jadi bencana nasional tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri. Dalam situasi PSBB semacam ini, pemerintah perlu mengajak stakeholder yang memiliki konsern tinggi dalam peningkatan kualitas masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi melalui diskusi dan kerja sama efektif mutualistik.
Ketua LP Ma'arif NU PBNU, KH Z Arifin Junaidi mengatakan seluruh sistem pendidikan formal dan nonformal ditutup. Siswa harus belajar dari rumah dan guru harus menjalani kebiasaan dan metode pembelajaran baru, yaitu mengajar melalui mekanisme daring. (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
Kenyataannya, temuan di lapangan LP Ma'arif NU menerima banyak laporan pelaksanaan PJJ tidak efektif karena ketidaksiapan satuan pendidikan dan negara dalam merespons kebijakan ini. Penerapan PJJ bahkan berdampak pada timbulnya kekerasan fisik dan psikis yang dialami peserta didik.
"Masalah yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan PJJ berkaitan dengan masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadai, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan fisik dan mental dalam bentuk kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau komputer," ujar Arifin Junaidi, Minggu (31/5/2020).
Selain pada siswa, physical depression juga dialami para guru dan civitas akademika di sekolah dan madrasah, terutama pada sekolah dan madrasah swasta. Persoalan keterbatasan kemampuan pengajaran daring, akses dan jaringan internet yang tidak stabil, biaya pembelajaran daring yang berat, sarana belajar yang tidak memadai, dukungan struktural dan finansial yang terbatas.
"Kemampuan orang tua siswa menfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring menjadi masalah utama, terutama di wilayah pedesaan dan pedalaman, serta pada keluarga yang terdampak secara ekonomi," urainya.
Sebagai solusi atas problem ini, kata Arifin Junaidi, di beberapa daerah tidak sedikit guru yang mendatangi rumah-rumah siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengontrol langsung anak didiknya satu persatu. "Kondisi ini menjadi beban berlebih bagi guru, sekaligus meningkatkan kerentanan guru dan siswa terpapar virus Corona," katanya.
Problem yang dialami siswa dan guru ini semakin terasa berat karena dukungan pemerintah dalam menyiapkan perangkat dan fasilitas yang memadai belum dirasakan merata dan berkeadilan bagi setiap satuan pendidikan di Indonesia.
LP Ma’arif NU PBNU menilai, untuk menjaga keberlangsungan belajar mengajar dan interaksi efektif antara guru dan siswa sebagai akibat pandemi yang jadi bencana nasional tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri. Dalam situasi PSBB semacam ini, pemerintah perlu mengajak stakeholder yang memiliki konsern tinggi dalam peningkatan kualitas masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi melalui diskusi dan kerja sama efektif mutualistik.
tulis komentar anda