New Normal, Ini Rekomendasi LP Ma’arif NU di Sektor Pendidikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai persoalan tidak hanya sektor kesehatan, namun juga sosial, ekonomi, termasuk di bidang pendidikan. Dengan adanya kebijakan WFH (work from home) dan social distancing atau physical distancing, kegiatan belajar mengajar pun harus dilakukan dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Ketua LP Ma'arif NU PBNU, KH Z Arifin Junaidi mengatakan seluruh sistem pendidikan formal dan nonformal ditutup. Siswa harus belajar dari rumah dan guru harus menjalani kebiasaan dan metode pembelajaran baru, yaitu mengajar melalui mekanisme daring. (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
Kenyataannya, temuan di lapangan LP Ma'arif NU menerima banyak laporan pelaksanaan PJJ tidak efektif karena ketidaksiapan satuan pendidikan dan negara dalam merespons kebijakan ini. Penerapan PJJ bahkan berdampak pada timbulnya kekerasan fisik dan psikis yang dialami peserta didik.
"Masalah yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan PJJ berkaitan dengan masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadai, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan fisik dan mental dalam bentuk kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau komputer," ujar Arifin Junaidi, Minggu (31/5/2020).
Selain pada siswa, physical depression juga dialami para guru dan civitas akademika di sekolah dan madrasah, terutama pada sekolah dan madrasah swasta. Persoalan keterbatasan kemampuan pengajaran daring, akses dan jaringan internet yang tidak stabil, biaya pembelajaran daring yang berat, sarana belajar yang tidak memadai, dukungan struktural dan finansial yang terbatas.
"Kemampuan orang tua siswa menfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring menjadi masalah utama, terutama di wilayah pedesaan dan pedalaman, serta pada keluarga yang terdampak secara ekonomi," urainya.
Sebagai solusi atas problem ini, kata Arifin Junaidi, di beberapa daerah tidak sedikit guru yang mendatangi rumah-rumah siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengontrol langsung anak didiknya satu persatu. "Kondisi ini menjadi beban berlebih bagi guru, sekaligus meningkatkan kerentanan guru dan siswa terpapar virus Corona," katanya.
Problem yang dialami siswa dan guru ini semakin terasa berat karena dukungan pemerintah dalam menyiapkan perangkat dan fasilitas yang memadai belum dirasakan merata dan berkeadilan bagi setiap satuan pendidikan di Indonesia.
LP Ma’arif NU PBNU menilai, untuk menjaga keberlangsungan belajar mengajar dan interaksi efektif antara guru dan siswa sebagai akibat pandemi yang jadi bencana nasional tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri. Dalam situasi PSBB semacam ini, pemerintah perlu mengajak stakeholder yang memiliki konsern tinggi dalam peningkatan kualitas masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi melalui diskusi dan kerja sama efektif mutualistik.
Mengenai langkah pemerintah menetapkan kebijakan New Normal yang di bidang pendidikan diikuti dengan keputusan mulainya kegiatan pembelajaran, LP Ma’arif NU PBNU mengusulkan beberapa pokok pikiran untuk dijadikan pertimbangan pemerintah dalam bidang pendidikan di tingkat nasional dan daerah.
Pertama, apabila tidak dimungkinkan adanya perubahan tahun ajaran atau masa mulainya pembelajaran, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) dapat membuka belajar siswa di tahun pelajaran 2020-2021 yang rencananya dimulai 13 Juli 2020 dengan tetap menerapkan protokol COVID-19 secara ketat dan pengawasan secara simultan.
"Kemendikbud dan Kemenag hendaknya melakukan komunikasi dan koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam mewujudkan rencana tersebut sehingga kebijakan dan langkah pemerintah pusat dan pemerintah daerah sinkron," tuturnya.
Selanjutnya, pembukaan belajar siswa baru tersebut hendaknya dilaksanakan dalam skala terbatas, yaitu hanya di daerah yang dinilai zona hijau (zona normal) secara normal dan zona biru (zona moderat) dengan sistem belajar siswa secara bergantian, sementara untuk daerah yang dinilai berada dalam zona hitam (zona kritis), zona merah (zona berat), dan zona kuning (zona cukup berat), sistem belajar harus tetap menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu segera menyusun rencana baru dalam merealisasikan belajar siswa tahun pelajaran baru 2020-2021, terutama pada pengalihan anggaran (realokasi) APBN/APBD untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dan perangkat daring yang dibutuhkan seluruh satuan pendidikan. Ini terutama sekolah dan madrasah swasta sebagai satuan pendidikan yang paling merasakan dampak pandemi," katanya.
Pihaknya juga meminta pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk peningkatan kapasitas guru dalam merancang dan mendesain PJJ yang mudah dan sederhana, namun efektif dan berkualitas dengan memanfaatkan perangkat atau media daring yang tepat, sesuai dengan materi yang diajarkan serta berorientasi pada tercapaianya tujuan pendidikan nasional.
"Pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan fasilitas dan dukungan penuh kepada manajemen sekolah dan madrasah, baik satuan pendidikan negeri dan swasta yang memiliki rencana pembelajaran daring sebagai pemenuhan tanggung jawab negara khususnya kepada masyarakat di daerah pedesaan dan pedalaman," paparnya.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kata Arifin Junaidi, dalam rencana pembukaan belajar siswa baru maupun pembelajaran jarak jauh hendaknya melibatkan LP Ma’arif NU PBNU dan penyelenggara pendidikan swasta lain di tingkat dasar dan menengah yang satuan pendidikannya terbanyak tersebar di pedesaan di seluruh Indonesia.
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga perlu memperhatikan dan memberikan insentif secara finansial bagi guru-guru yang terdampak COVID-19 terutama pada guru (tenaga pendidik) dan tenaga kependidikan dari satuan pendidikan dengan kondisi operasional sekolah dan madrasah yang mengandalkan dana partisipasidari orang tua yang juga terdampak COVID-19," tuturnya.
Terakhir, LP Ma'arif NU PBNU meminta pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan penuh kepada manajemen sekolah dan madrasah, baik satuan pendidikan negeri dan swasta untuk pelaksanaan protokol kesehatan bagi sekolah dan madrasah yang memulai pembelajaran tatap muka sesuai keputusan pemerintah. (Baca juga: Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat)
"Demikian rekomendasi yang penting diperhatikan oleh pemerintah. Kehadiran negara sangat dibutuhkan dalam situasi sulit ini demi terpenuhinya hak dasar bangsa Indonesia di bidang pendidikan. LP Ma’arif NU PBNU akan tetap terus mendukung pemerintah dengan tetap menjalankan tanggung jawab sosialnya," pungkasnya.
Ketua LP Ma'arif NU PBNU, KH Z Arifin Junaidi mengatakan seluruh sistem pendidikan formal dan nonformal ditutup. Siswa harus belajar dari rumah dan guru harus menjalani kebiasaan dan metode pembelajaran baru, yaitu mengajar melalui mekanisme daring. (Baca juga: Obyek Wisata di Muna Ditutup, Ratusan Wisatawan Kecewa Harus Putar Balik)
Kenyataannya, temuan di lapangan LP Ma'arif NU menerima banyak laporan pelaksanaan PJJ tidak efektif karena ketidaksiapan satuan pendidikan dan negara dalam merespons kebijakan ini. Penerapan PJJ bahkan berdampak pada timbulnya kekerasan fisik dan psikis yang dialami peserta didik.
"Masalah yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan PJJ berkaitan dengan masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadai, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan fisik dan mental dalam bentuk kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau komputer," ujar Arifin Junaidi, Minggu (31/5/2020).
Selain pada siswa, physical depression juga dialami para guru dan civitas akademika di sekolah dan madrasah, terutama pada sekolah dan madrasah swasta. Persoalan keterbatasan kemampuan pengajaran daring, akses dan jaringan internet yang tidak stabil, biaya pembelajaran daring yang berat, sarana belajar yang tidak memadai, dukungan struktural dan finansial yang terbatas.
"Kemampuan orang tua siswa menfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring menjadi masalah utama, terutama di wilayah pedesaan dan pedalaman, serta pada keluarga yang terdampak secara ekonomi," urainya.
Sebagai solusi atas problem ini, kata Arifin Junaidi, di beberapa daerah tidak sedikit guru yang mendatangi rumah-rumah siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengontrol langsung anak didiknya satu persatu. "Kondisi ini menjadi beban berlebih bagi guru, sekaligus meningkatkan kerentanan guru dan siswa terpapar virus Corona," katanya.
Problem yang dialami siswa dan guru ini semakin terasa berat karena dukungan pemerintah dalam menyiapkan perangkat dan fasilitas yang memadai belum dirasakan merata dan berkeadilan bagi setiap satuan pendidikan di Indonesia.
LP Ma’arif NU PBNU menilai, untuk menjaga keberlangsungan belajar mengajar dan interaksi efektif antara guru dan siswa sebagai akibat pandemi yang jadi bencana nasional tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri. Dalam situasi PSBB semacam ini, pemerintah perlu mengajak stakeholder yang memiliki konsern tinggi dalam peningkatan kualitas masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi melalui diskusi dan kerja sama efektif mutualistik.
Mengenai langkah pemerintah menetapkan kebijakan New Normal yang di bidang pendidikan diikuti dengan keputusan mulainya kegiatan pembelajaran, LP Ma’arif NU PBNU mengusulkan beberapa pokok pikiran untuk dijadikan pertimbangan pemerintah dalam bidang pendidikan di tingkat nasional dan daerah.
Pertama, apabila tidak dimungkinkan adanya perubahan tahun ajaran atau masa mulainya pembelajaran, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) dapat membuka belajar siswa di tahun pelajaran 2020-2021 yang rencananya dimulai 13 Juli 2020 dengan tetap menerapkan protokol COVID-19 secara ketat dan pengawasan secara simultan.
"Kemendikbud dan Kemenag hendaknya melakukan komunikasi dan koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam mewujudkan rencana tersebut sehingga kebijakan dan langkah pemerintah pusat dan pemerintah daerah sinkron," tuturnya.
Selanjutnya, pembukaan belajar siswa baru tersebut hendaknya dilaksanakan dalam skala terbatas, yaitu hanya di daerah yang dinilai zona hijau (zona normal) secara normal dan zona biru (zona moderat) dengan sistem belajar siswa secara bergantian, sementara untuk daerah yang dinilai berada dalam zona hitam (zona kritis), zona merah (zona berat), dan zona kuning (zona cukup berat), sistem belajar harus tetap menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu segera menyusun rencana baru dalam merealisasikan belajar siswa tahun pelajaran baru 2020-2021, terutama pada pengalihan anggaran (realokasi) APBN/APBD untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dan perangkat daring yang dibutuhkan seluruh satuan pendidikan. Ini terutama sekolah dan madrasah swasta sebagai satuan pendidikan yang paling merasakan dampak pandemi," katanya.
Pihaknya juga meminta pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk peningkatan kapasitas guru dalam merancang dan mendesain PJJ yang mudah dan sederhana, namun efektif dan berkualitas dengan memanfaatkan perangkat atau media daring yang tepat, sesuai dengan materi yang diajarkan serta berorientasi pada tercapaianya tujuan pendidikan nasional.
"Pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan fasilitas dan dukungan penuh kepada manajemen sekolah dan madrasah, baik satuan pendidikan negeri dan swasta yang memiliki rencana pembelajaran daring sebagai pemenuhan tanggung jawab negara khususnya kepada masyarakat di daerah pedesaan dan pedalaman," paparnya.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kata Arifin Junaidi, dalam rencana pembukaan belajar siswa baru maupun pembelajaran jarak jauh hendaknya melibatkan LP Ma’arif NU PBNU dan penyelenggara pendidikan swasta lain di tingkat dasar dan menengah yang satuan pendidikannya terbanyak tersebar di pedesaan di seluruh Indonesia.
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga perlu memperhatikan dan memberikan insentif secara finansial bagi guru-guru yang terdampak COVID-19 terutama pada guru (tenaga pendidik) dan tenaga kependidikan dari satuan pendidikan dengan kondisi operasional sekolah dan madrasah yang mengandalkan dana partisipasidari orang tua yang juga terdampak COVID-19," tuturnya.
Terakhir, LP Ma'arif NU PBNU meminta pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan penuh kepada manajemen sekolah dan madrasah, baik satuan pendidikan negeri dan swasta untuk pelaksanaan protokol kesehatan bagi sekolah dan madrasah yang memulai pembelajaran tatap muka sesuai keputusan pemerintah. (Baca juga: Kritik New Normal, Pakar Epidemiologi: Utamakan Keamanan dan Kesehatan Masyarakat)
"Demikian rekomendasi yang penting diperhatikan oleh pemerintah. Kehadiran negara sangat dibutuhkan dalam situasi sulit ini demi terpenuhinya hak dasar bangsa Indonesia di bidang pendidikan. LP Ma’arif NU PBNU akan tetap terus mendukung pemerintah dengan tetap menjalankan tanggung jawab sosialnya," pungkasnya.
(kri)