Kisruh PPDB, Kemendikbud Diminta Sederhanakan Regulasi

Kamis, 25 Juni 2020 - 17:17 WIB
Kisruh PPDB, Kemendikbud Diminta Sederhanakan Regulasi
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ) diminta menyederhanakan regulasi terkait penerimaan peserta didik baru ( PPDB ) yang masih menyisakan polemik di beberapa wilayah. Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan, saat ini era desentralisasi dan otonomi pendidikan ke daerah.

"Sebaiknya regulasi pusat hanya mengatur umum, detailnya serahkan ke dinas pendidikan,” tandas Fikri dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (25/6/2020). (Baca juga: Dokter Anak Tegaskan Indonesia Belum Siap Buka Kegiatan Sekolah)

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyoroti masih banyaknya aduan soal problematika penerapan PPDB di berbagai wilayah. “Kebijakan zonasi oleh pusat sejak diterapkan 2017 hingga sekarang masih menyisakan problem, saya kira karena setiap daerah punya karakteristik yang unik, inilah mengapa perlu ada keleluasaan bagi daerah untuk menentukan sendiri sistem yang pas, misalnya soal PPDB,” katanya.



Selain itu, zonasi yang dipaksakan dinilai justru berimbas pada kesenjangan jumlah murid, bukan pemerataan. “Contoh kasus di dapil saya di Kota Tegal, ada satu Kecamatan Tegal Selatan yang tidak ada SMA dan SMK, orang tua murid jadi stres mau sekolah di mana anaknya,” katanya.

Kemudian, yang sedang hangat soal kuota umur yang menjadi syarat dalam kuota zonasi PPDB di DKI Jakarta. “Dasarnya tetap kebijakan Permendikbud Nomor 44/ 2019 tentang PPDB,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dalam Permendikbud 44 tahun 2019 pasal 24 ayat (1) disebutkan seleksi jalur zonasi dan jalur perpindahan orang tua atau wali calon peserta didik kelas 1 SD mempertimbangkan kriteria dengan prioritas: a. usia sebagaimana pasal 7 ayat (1), dan b. jarak tempat tinggal terdekat dengan sekolah dalam wilayah zonasi.

Sedangkan pasal 25 yang menerangkan syarat kuota zonasi bagi siswa kelas 7 (SMP) dan 10 (SMA), ayat (2)nya berbunyi: Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota atau daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

Sementara di Jawa Tengah, marak isu kecurangan dalam pelaksanaan PPDB, misalnya soal manipulasi data surat domisili demi memenuhi syarat kuota zonasi. Di Kota Semarang misalnya, ditemukan dugaan pemalsuan nilai rapor dan piagam penghargaan sebagai syarat kuota jalur prestasi.

Selain itu, di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang terdapat beberapa kelurahan yang tidak masuk zona manapun dalam PPDB. “Ini menyulitkan. PPDB dengan sistem daring selama pandemi juga mempersulit verifikasi dibanding dengan verifikasi dokumen fisik,” kata Fikri.

Terkait regulasi, Fikri menilai panduan PPDB dalam Permendikbud 44/2019 masih terlalu rigid dalam menentukan penerimaan siswa di sekolah negeri. “Sedangkan kebijakan pendidikan dasar dan menengah, sesuai UU Otonomi Daerah sudah diserahterimakan kepada dinas pendidikan di daerah, yakni SD-SMP di kabupaten/ kota dan SMA/K di provinsi,” ungkapnya.

Karenanya, detail teknis dalam PPDB, bisa diserahkan kepada dinas pendidikan di kabupaten/kota dan provinsi. “Sedangkan pusat hanya mengatur panduan umum sesuai prinsip-prinsip pemerataan pendidikan misalnya, atau panduan PPDB selama pandemi,” ujarnya.
(nbs)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More