MPR Minta Pemerintah Fokus Perhatikan Ponpes Kecil di Pelosok
Minggu, 28 Juni 2020 - 08:54 WIB
CIANJUR - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Jazilul Fawaid meminta kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk lebih memperhatikan pondok pesantren, terutama berada di pelosok. Pandemi virus Corona (Covid-19) membuat pesantren pesantren kecil terancam mati.
"Banyak keluhan pesantren-pesantren yang kecil terancam mati," kata Jazilul Fawaid usai menghadiri acara Temu Tokoh Kebangsaan bersama Pemuka Agama dan Masyarakat Kabupaten Cianjur di Pondok Pesantren Al-Ittihad Cianjur, Sabtu (27/6/2020).
(Baca juga: Tiga Tempat Ini Berpotensi Menjadi Titik Sebaran Baru Covid-19)
Menurut Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul Fawaid, pesantren kerap kali dianggap tidak penting dan bisa hidup sendiri. Selama ini pesantren memang tidak meminta kepada pemerintah dan mengandalkan swadaya masyarakat.
"Masyarakat sekarang ekonominya turun. Mau minta ke siapa coba. Pesantren tidak memiliki akses kepada anggaran. Tidak punya akses kepada kekuasaan. Jadi hidup seperti alang-alang, seperti rumput, hidup sendiri. Yang mati, matilah, yang hidup ya hidup," katanya.
Di tengah pandemi Covid-19 kondisi pesantren semakin berat. Sebab, kegiatan belajar mengajar (KBM) berhenti total. Pemasukan pesantren berkurang drastis, tapi biaya operasional tetap berjalan. (Baca juga: Cerita Salat Jumat di Berbagai Negara Saat Pandemi Covid-19)
"Kan tidak pernah ditanya, kiai berapa kerugian selama tutup. Operasionalnya berapa kiai, nggak pernah ditanya. Tapi kalau ada BUMN bangkrut, sektor swasta bangkrut. Dibuka pintu mengadu, tolong saya, tolong modal saya ilang. Giliran pesantren, nggak ada yang nanya," ujar Gus Jazil.
Diakui, bantuan dari pemerintah kepada pesantren memang ada. Namun lebih menyasar ponpes-ponpes besar dan di perkotaan. Sementara Pesantren kecil di pelosok, menurut Gus Jazil, luput dari perhatian.
"Saya tadi melihat pesantren yang kecil, saya yakin pemerintah nggak bisa mengakses itu pak. Dianggap tidak penting," kata Gus Jazil merujuk pada Ponpes Raudhatul Muta'allimin di Kampung Cijambe, Desa Cibaregbek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur yang sempat dikunjunginya.
Dikatakan, dalam sejarahnya pondok pesantren memang mendidik orang-orang tidak mampu. Sampai hari ini masih ada kategori pesantren yang melayani orang-orang tidak mampu itu. "Semestinya itu yang menjadi fokus pemerintah," katanya.
Pengasuh Ponpes Al-Ittihad Cianjur, KH Kamali Abdul Ghani mengakui pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap pesantrennya. Ponpes yang menaungi SMP, SMA, dan SMK dengan total santri 3.500 orang dan guru 160 orang ini telah tutup selama tiga bulan dan hingga kini belum buka.
"Terdampak. Kantin terdampak. Dapur terdampak. Untuk operasional kami memanfaatkan dana bos, semampunya kita menggunakannya," kata KH Kamali.
"Banyak keluhan pesantren-pesantren yang kecil terancam mati," kata Jazilul Fawaid usai menghadiri acara Temu Tokoh Kebangsaan bersama Pemuka Agama dan Masyarakat Kabupaten Cianjur di Pondok Pesantren Al-Ittihad Cianjur, Sabtu (27/6/2020).
(Baca juga: Tiga Tempat Ini Berpotensi Menjadi Titik Sebaran Baru Covid-19)
Menurut Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul Fawaid, pesantren kerap kali dianggap tidak penting dan bisa hidup sendiri. Selama ini pesantren memang tidak meminta kepada pemerintah dan mengandalkan swadaya masyarakat.
"Masyarakat sekarang ekonominya turun. Mau minta ke siapa coba. Pesantren tidak memiliki akses kepada anggaran. Tidak punya akses kepada kekuasaan. Jadi hidup seperti alang-alang, seperti rumput, hidup sendiri. Yang mati, matilah, yang hidup ya hidup," katanya.
Di tengah pandemi Covid-19 kondisi pesantren semakin berat. Sebab, kegiatan belajar mengajar (KBM) berhenti total. Pemasukan pesantren berkurang drastis, tapi biaya operasional tetap berjalan. (Baca juga: Cerita Salat Jumat di Berbagai Negara Saat Pandemi Covid-19)
"Kan tidak pernah ditanya, kiai berapa kerugian selama tutup. Operasionalnya berapa kiai, nggak pernah ditanya. Tapi kalau ada BUMN bangkrut, sektor swasta bangkrut. Dibuka pintu mengadu, tolong saya, tolong modal saya ilang. Giliran pesantren, nggak ada yang nanya," ujar Gus Jazil.
Diakui, bantuan dari pemerintah kepada pesantren memang ada. Namun lebih menyasar ponpes-ponpes besar dan di perkotaan. Sementara Pesantren kecil di pelosok, menurut Gus Jazil, luput dari perhatian.
"Saya tadi melihat pesantren yang kecil, saya yakin pemerintah nggak bisa mengakses itu pak. Dianggap tidak penting," kata Gus Jazil merujuk pada Ponpes Raudhatul Muta'allimin di Kampung Cijambe, Desa Cibaregbek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur yang sempat dikunjunginya.
Dikatakan, dalam sejarahnya pondok pesantren memang mendidik orang-orang tidak mampu. Sampai hari ini masih ada kategori pesantren yang melayani orang-orang tidak mampu itu. "Semestinya itu yang menjadi fokus pemerintah," katanya.
Pengasuh Ponpes Al-Ittihad Cianjur, KH Kamali Abdul Ghani mengakui pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap pesantrennya. Ponpes yang menaungi SMP, SMA, dan SMK dengan total santri 3.500 orang dan guru 160 orang ini telah tutup selama tiga bulan dan hingga kini belum buka.
"Terdampak. Kantin terdampak. Dapur terdampak. Untuk operasional kami memanfaatkan dana bos, semampunya kita menggunakannya," kata KH Kamali.
(maf)
tulis komentar anda