Mahasiswa ITB-UI Rancang Produk One Step Solution untuk Perawatan Kulit
Jum'at, 02 September 2022 - 13:41 WIB
JAKARTA - Prestasi membanggakan berhasil diraih oleh Tim Upside Down dalam ajang Paragon Hackathon 2022. Mahasiswa ITB Celine Caroline (Sains dan Teknologi Farmasi 2020) Naqisya Arifani (Matematika 2020), serta Jessica Safira dari Universitas Indonesia berhasil merebut sebagai juara 2.
Paragon Hackathon diselenggarakan pada 13 Juni–21 Agustus 2022. Kompetisi pemrograman ini mempertandingkan pengembangan perangkat lunak. Luminous merupakan gagasan yang dilahirkan karena adanya tren 10 step skincare yang sedang marak di kalangan wanita Indonesia. Produk ini dapat digunakan untuk semua kalangan, tetapi target utama mereka adalah perempuan pelajar, mahasiswa , dan yang sedang bekerja.
Baca juga: Profil Prof Bahder Djohan, Rektor UI ke 3 yang Pernah Menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
“Perawatan kulit merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk para wanita dari umur remaja sampai dewasa. Namun, dengan padatnya aktivitas dan juga waktu yang terbatas, banyak wanita merasa tidak sempat untuk menggunakan skincare secara rutin. Selain itu, banyak juga wanita Indonesia yang merasa kesulitan dalam memilih skincare yang tepat, bahkan banyak juga yang mengalami ketidakcocokan pada skincare yang telah digunakan sehingga dapat merusak kulit wajah,” terang Celine, dikutip dari laman ITB, Jumat (2/9/2022).
Ia menjelaskan, Luminous merupakan 4 in beauty device yang dapat mengeluarkan 4 jenis skincare secara bertahap, yakni toner, essence, serum, dan moisturizer. Sebelum menggunakan Luminous, pengguna dianjurkan untuk mendeteksi kondisi kulit dengan AI yang terdapat pada aplikasi Luminous.
“Hasil dari analisis tipe dan kondisi kulit ini akan membantu pengguna mendapatkan rekomendasi skincare yang sesuai dengan profil wajahnya. Skincare yang digunakan dapat dipastikan kecocokan dan kompatibilitasnya, serta pengguna juga dapat melihat progress hasil penggunaan skincare yang digunakan pada fitur Skin Diary,” jelasnya.
Sejak tahap pertama, yaitu pengajuan ide proyek bergulir, terdapat 144 tim yang berpartisipasi. 10 tim terbaik akhirnya berkompetisi di babak final. Naqi menuturkan di babak final mereka mengikuti beberapa agenda, yakni Meet Up Day, Training Session, Mentoring Day, Hack Day, Demo Day, dan Awarding Night dalam kurun waktu 1 minggu.
Baca juga: Program Magang Kemendikbudristek untuk Mahasiswa Dibuka Kembali
“Saat Mentoring Day, kami diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan mentor yang sudah mumpuni di bidang produk dan software development. Saat Hack Day, kami dan tim finalis lainnya melakukan realisasi produk yang telah diinisiasi. Selain itu, kami membuat PPT untuk pitching serta video TVC. Saat Demo Day, kami mempresentasikan hasil kerja kami secara langsung kepada juri selama 15 menit,” ungkap Naqi.
Ini adalah kali pertama ketiganya mengikuti hackathon. Saat H-1 pendaftaran akan ditutup, mereka baru mendaftarkan diri. Meskipun masih minim persiapan, Tim Upside Down langsung menggodok ide bersama dan melakukan riset mengenai masalah yang akan diangkat. Dalam kurun waktu 32 jam, mereka berhasil menciptakan aplikasinya menggunakan JavaScript.
Menurut Celine, kuncinya adalah tidak takut mencoba. “Berkompetisi, apa pun jenis lombanya, akan menambah pengalaman sekaligus bisa mencicipi learning by doing. Akan ada banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang didapat. Untuk hasilnya adalah bonus, yang utama kita sudah semaksimal mungkin untuk mengerjakan lombanya," pungkasnya.
Paragon Hackathon diselenggarakan pada 13 Juni–21 Agustus 2022. Kompetisi pemrograman ini mempertandingkan pengembangan perangkat lunak. Luminous merupakan gagasan yang dilahirkan karena adanya tren 10 step skincare yang sedang marak di kalangan wanita Indonesia. Produk ini dapat digunakan untuk semua kalangan, tetapi target utama mereka adalah perempuan pelajar, mahasiswa , dan yang sedang bekerja.
Baca juga: Profil Prof Bahder Djohan, Rektor UI ke 3 yang Pernah Menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
“Perawatan kulit merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk para wanita dari umur remaja sampai dewasa. Namun, dengan padatnya aktivitas dan juga waktu yang terbatas, banyak wanita merasa tidak sempat untuk menggunakan skincare secara rutin. Selain itu, banyak juga wanita Indonesia yang merasa kesulitan dalam memilih skincare yang tepat, bahkan banyak juga yang mengalami ketidakcocokan pada skincare yang telah digunakan sehingga dapat merusak kulit wajah,” terang Celine, dikutip dari laman ITB, Jumat (2/9/2022).
Ia menjelaskan, Luminous merupakan 4 in beauty device yang dapat mengeluarkan 4 jenis skincare secara bertahap, yakni toner, essence, serum, dan moisturizer. Sebelum menggunakan Luminous, pengguna dianjurkan untuk mendeteksi kondisi kulit dengan AI yang terdapat pada aplikasi Luminous.
“Hasil dari analisis tipe dan kondisi kulit ini akan membantu pengguna mendapatkan rekomendasi skincare yang sesuai dengan profil wajahnya. Skincare yang digunakan dapat dipastikan kecocokan dan kompatibilitasnya, serta pengguna juga dapat melihat progress hasil penggunaan skincare yang digunakan pada fitur Skin Diary,” jelasnya.
Sejak tahap pertama, yaitu pengajuan ide proyek bergulir, terdapat 144 tim yang berpartisipasi. 10 tim terbaik akhirnya berkompetisi di babak final. Naqi menuturkan di babak final mereka mengikuti beberapa agenda, yakni Meet Up Day, Training Session, Mentoring Day, Hack Day, Demo Day, dan Awarding Night dalam kurun waktu 1 minggu.
Baca juga: Program Magang Kemendikbudristek untuk Mahasiswa Dibuka Kembali
“Saat Mentoring Day, kami diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan mentor yang sudah mumpuni di bidang produk dan software development. Saat Hack Day, kami dan tim finalis lainnya melakukan realisasi produk yang telah diinisiasi. Selain itu, kami membuat PPT untuk pitching serta video TVC. Saat Demo Day, kami mempresentasikan hasil kerja kami secara langsung kepada juri selama 15 menit,” ungkap Naqi.
Ini adalah kali pertama ketiganya mengikuti hackathon. Saat H-1 pendaftaran akan ditutup, mereka baru mendaftarkan diri. Meskipun masih minim persiapan, Tim Upside Down langsung menggodok ide bersama dan melakukan riset mengenai masalah yang akan diangkat. Dalam kurun waktu 32 jam, mereka berhasil menciptakan aplikasinya menggunakan JavaScript.
Menurut Celine, kuncinya adalah tidak takut mencoba. “Berkompetisi, apa pun jenis lombanya, akan menambah pengalaman sekaligus bisa mencicipi learning by doing. Akan ada banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang didapat. Untuk hasilnya adalah bonus, yang utama kita sudah semaksimal mungkin untuk mengerjakan lombanya," pungkasnya.
(nnz)
tulis komentar anda