Siswa Perlu Tahu, Mengenang Kiprah Sang Jenderal Besar AH Nasution
Jum'at, 30 September 2022 - 11:42 WIB
JAKARTA - Sosok Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution atau yang lebih dikenal AH Nasution patut diketahui oleh para siswa. Dia adalah salah satu dari tiga jenderal besar selain Jenderal Besar TNI Sudirman dan Jenderal Besar TNI Soeharto.
Abdul Haris Nasution lahir pada 3 Desember 1918, di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Nasution berasal dari keluarga petani. Ia pun kemudian tumbuh besar dan sempat menjadi seorang guru di Bengkulu dan Palembang meskipun akhirnya ia memilih berkarier di dunia militer.
Baca juga: Tema dan Pedoman Penyelenggaraan Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2022
Dikutip dari laman Direktorat SMP Kemendikbudristek, karier awal Nasution di dunia militer bermula pada tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, la ikut mendaftar. Selanjutnya, la menjadi pembantu letnan di Surabaya.
Setelah Jepang kalah perang, Nasution bersama para pemuda eks-Peta mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Kariernya langsung melesat. Pada tahun 1946 ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi III Siliwangi.
Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Soedirman) meskipun sebulan kemudian jabatan tersebut dihapuskan. Selanjutnya ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung 1949, ia pun diangkat menjadi KSAD.
Memasuki revolusi kemerdekaan Indonesia (1946-1948), ia pun mempelajari arti dukungan rakyat dalam perang gerilya. Ia pernah berkata, “Tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah.” Gagasan perang gerilya ia tuangkan dalam bukunya yang fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare.
Baca juga: 5 Jurusan Sepi Peminat Tapi Punya Prospek Kerja Menjanjikan dan Gaji Tinggi
Pada peristiwa pemberontakan G30S di tahun 1965, Jenderal AH Nasution menjadi target penculikan. Ia pun nyaris menjadi korban dari pemberontakan tersebut. Namun beruntung Nasution berhasil lolos meskipun ajudannya Kapten (Anumerta) Pierre Tendean dan putrinya Ade Irma Suryani. Air mata Sang Jenderal Besar pun menetes saat melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi di awal Oktober 1965.
Sejak saat itu, Nasution mulai berkiprah di bidang politik pemerintahan. Pada tahun 1966 ia menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Masa jabatannya pun berakhir pada 1972, digantikan oleh Idham Chalid.
Karena kiprah dan perannya yang besar bagi bangsa Indonesia, Nasution dianugerahi gelar Jenderal Besar oleh Presiden Soeharto tepat pada 5 Oktober 1997, bertepatan pada Hari Ulang Tahun ABRI. Selang 3 tahun, ia pun tutup usia pada 6 September 2000 di RS Gatot Subroto dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata.
Mari bersama-sama kita doakan Sang Jenderal Besar AH Nasution beserta para pahlawan dan tokoh nasional lainnya agar diberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga informasi ini bermanfaat ya.
Abdul Haris Nasution lahir pada 3 Desember 1918, di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Nasution berasal dari keluarga petani. Ia pun kemudian tumbuh besar dan sempat menjadi seorang guru di Bengkulu dan Palembang meskipun akhirnya ia memilih berkarier di dunia militer.
Baca juga: Tema dan Pedoman Penyelenggaraan Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2022
Dikutip dari laman Direktorat SMP Kemendikbudristek, karier awal Nasution di dunia militer bermula pada tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, la ikut mendaftar. Selanjutnya, la menjadi pembantu letnan di Surabaya.
Setelah Jepang kalah perang, Nasution bersama para pemuda eks-Peta mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Kariernya langsung melesat. Pada tahun 1946 ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi III Siliwangi.
Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Soedirman) meskipun sebulan kemudian jabatan tersebut dihapuskan. Selanjutnya ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung 1949, ia pun diangkat menjadi KSAD.
Memasuki revolusi kemerdekaan Indonesia (1946-1948), ia pun mempelajari arti dukungan rakyat dalam perang gerilya. Ia pernah berkata, “Tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah.” Gagasan perang gerilya ia tuangkan dalam bukunya yang fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare.
Baca juga: 5 Jurusan Sepi Peminat Tapi Punya Prospek Kerja Menjanjikan dan Gaji Tinggi
Pada peristiwa pemberontakan G30S di tahun 1965, Jenderal AH Nasution menjadi target penculikan. Ia pun nyaris menjadi korban dari pemberontakan tersebut. Namun beruntung Nasution berhasil lolos meskipun ajudannya Kapten (Anumerta) Pierre Tendean dan putrinya Ade Irma Suryani. Air mata Sang Jenderal Besar pun menetes saat melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi di awal Oktober 1965.
Sejak saat itu, Nasution mulai berkiprah di bidang politik pemerintahan. Pada tahun 1966 ia menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Masa jabatannya pun berakhir pada 1972, digantikan oleh Idham Chalid.
Karena kiprah dan perannya yang besar bagi bangsa Indonesia, Nasution dianugerahi gelar Jenderal Besar oleh Presiden Soeharto tepat pada 5 Oktober 1997, bertepatan pada Hari Ulang Tahun ABRI. Selang 3 tahun, ia pun tutup usia pada 6 September 2000 di RS Gatot Subroto dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata.
Mari bersama-sama kita doakan Sang Jenderal Besar AH Nasution beserta para pahlawan dan tokoh nasional lainnya agar diberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga informasi ini bermanfaat ya.
(nnz)
tulis komentar anda