Rekomendasi bagi Guru untuk Pemulihan Hasil Belajar yang Hilang karena Pandemi
Rabu, 07 Desember 2022 - 14:04 WIB
Adolescent Development Officer UNICEF Indonesia Annissa Elok Budiyani mengungkapkan bahwa dalam mendukung perbaikan, mengejar ketertinggalan belajar, penting untuk menyediakan diagnostic tool yang dapat digunakan guru dalam mendukung proses pembelajaran terdeferensiasi.
Selain itu, hal-hal struktural yang menyebabkan kesenjangan pembelajaran yang sudah ada sebelum pandemi seperti misalnya ketersediaan guru di daerah terpencil juga perlu terus diatasi. “Dalam memahami kerentanan, sudut pandang interseksional menjadi penting. Studi ini memberikan pandangan tersebut,” tambahnya.
Disabilitas juga merupakan isu kompleks yang perlu lebih didalami detil tingkat kerentanannya. “Misalnya disabilitas tuli. Tidak semua anak yang lahir tuli memiliki lingkungan dan dukungan yang memadai sehingga perkembangannya menjadi terhambat. Selain itu siswa dengan disabilitas intelektual pasti akan memiliki masalah dalam literasi dan numerasi,” ujar Ahsan Romadlon Junaidi, Dosen Universitas Negeri Malang.
Dia menambahkan bahwa penetapan standar ujian nasional bagi penyandang disabilitas perlu ditinjau kembali. “Kompleksitas kerentanan penyandang disabilitas perlu dilihat lebih dalam sehingga kita dapat mengetahui literasi dan numerasi yang tepat untuk ragam disabilitas,” tambahnya.
Kepala Sub Direktorat Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah, Direktorat Pendidikan Dasar Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama Siti Sakdiyah mengungkapkan, walau pun tidak memiliki guru pendamping khusus bagi disabilitas, tidak ada pembedaan dan penolakan di pesantren. Namun demikian, sarananya memang belum mengakomodir kebutuhan khusus.
Disabilitas, kata Siti, memang merupakan isu kompleks yang perlu lebih didalami detil tigkat kerentanannya.
“Pendidikan inklusi juga menjadi perhatian Kemenag dengan terbentuknya pokja pendidikan inklusi di 2021. Pada saat ini ponpes juga ada yag mengakomodir kebutuhan khusus, misalnya disabilitas netra. Desain ruangan, teknologi dan bahan ajar juga sudah dipersiapkan sesuai kebutuhan,” kata Siti.
Transformasi pembelajaran saat ini sudah mengarah pada inklusifitas dengan adanya perubahan pada regulasi serta praktik baik. Namun tantangan keterbatasan anggaran, pemahaman yang masih terbatas dan dukungan orang tua juga masih terbatas.
Isu ini masih kompleks. antara kebijakan dan implementasi kadang masih ada gap. Karena itu, isu ini masih perlu terus diatasi dan memerlukan pendekatan kolaborasi dari para pihak. Kejelasan di tingkat operasional juga harus ditingkatkan.
Selain itu, hal-hal struktural yang menyebabkan kesenjangan pembelajaran yang sudah ada sebelum pandemi seperti misalnya ketersediaan guru di daerah terpencil juga perlu terus diatasi. “Dalam memahami kerentanan, sudut pandang interseksional menjadi penting. Studi ini memberikan pandangan tersebut,” tambahnya.
Disabilitas juga merupakan isu kompleks yang perlu lebih didalami detil tingkat kerentanannya. “Misalnya disabilitas tuli. Tidak semua anak yang lahir tuli memiliki lingkungan dan dukungan yang memadai sehingga perkembangannya menjadi terhambat. Selain itu siswa dengan disabilitas intelektual pasti akan memiliki masalah dalam literasi dan numerasi,” ujar Ahsan Romadlon Junaidi, Dosen Universitas Negeri Malang.
Dia menambahkan bahwa penetapan standar ujian nasional bagi penyandang disabilitas perlu ditinjau kembali. “Kompleksitas kerentanan penyandang disabilitas perlu dilihat lebih dalam sehingga kita dapat mengetahui literasi dan numerasi yang tepat untuk ragam disabilitas,” tambahnya.
Kepala Sub Direktorat Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah, Direktorat Pendidikan Dasar Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama Siti Sakdiyah mengungkapkan, walau pun tidak memiliki guru pendamping khusus bagi disabilitas, tidak ada pembedaan dan penolakan di pesantren. Namun demikian, sarananya memang belum mengakomodir kebutuhan khusus.
Disabilitas, kata Siti, memang merupakan isu kompleks yang perlu lebih didalami detil tigkat kerentanannya.
“Pendidikan inklusi juga menjadi perhatian Kemenag dengan terbentuknya pokja pendidikan inklusi di 2021. Pada saat ini ponpes juga ada yag mengakomodir kebutuhan khusus, misalnya disabilitas netra. Desain ruangan, teknologi dan bahan ajar juga sudah dipersiapkan sesuai kebutuhan,” kata Siti.
Transformasi pembelajaran saat ini sudah mengarah pada inklusifitas dengan adanya perubahan pada regulasi serta praktik baik. Namun tantangan keterbatasan anggaran, pemahaman yang masih terbatas dan dukungan orang tua juga masih terbatas.
Isu ini masih kompleks. antara kebijakan dan implementasi kadang masih ada gap. Karena itu, isu ini masih perlu terus diatasi dan memerlukan pendekatan kolaborasi dari para pihak. Kejelasan di tingkat operasional juga harus ditingkatkan.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda