Mahasiswa ITS Gagas Alat Pendeteksi Tsunami 30 Menit Lebih Awal
Selasa, 13 Desember 2022 - 17:43 WIB
Baca juga: Ubah Sampah Plastik Menjadi Listrik, Mahasiswa ITB Kembangkan Sistem Waste to Energy
Dalam prosesnya, saat gempa terjadi maka sensor elemen Observatorium yang terdekat dari lokasi gempa secara otomatis akan mendeteksi titik infrasound muncul. Kemudian sinyal infrasound tersebut ditangkap oleh sistem bernama Adaptive F-Detector (AFD) untuk dianalisis apakah gempa yang terjadi itu akan berpotensi tsunami atau tidak. Apabila hasil analisis AFD menunjukkan adanya potensi tsunami, maka sistem AFD akan otomatis mengeluarkan warning system atau peringatan.
Data AFD yang berupa grafik tersebut kemudian disalurkan ke dua stasiun Observatorium lainnya guna memastikan lokasi terjadinya gempa yang akan berpotensi tsunami. Dalam tahap pemastiannya, alat ini dirancang dengan sistem Joint'Likehood, yaitu sistem yang dibuat khusus untuk mengobservasi lokasi yang berpotensi tsunami pada ketiga Observatorium yang ada.
Lebih rinci, saat ketiga Observatorium mendapatkan informasi dari setiap sistem AFD, selanjutnya tiap Observatorium akan saling melengkapi informasi untuk menyesuaikan titik lokasi yang berpotensi tsunami. Kerja sama dari ketiga alat ini disebut dengan tahap asosiasi. Saat tahap asosiasi telah mendapatkan hasil berupa titik lokasi yang berpotensi tsunami, dilanjutkan dengan tahap lokalisasi guna memberikan akurasi titik lokasi yang berpotensi tsunami dan menghitung volume tsunami yang akan datang.
Pada tahap ini, papar Hadi, digunakan sistem bernama Bayesian Infrasound Source Localization (BISL). Sistem ini akan melakukan analisis hasil dari tahap asosiasi guna memberikan lokasi pasti dari tsunami yang akan datang. Kemudian data diolah kembali untuk memperkirakan besarnya volume tsunami yang akan terjadi. Dari data akhir di tahap lokalisasi inilah yang kemudian akan diinformasikan kepada masyarakat apabila akan terjadi tsunami di lokasi tertentu dengan volume tsunami sekian.
Berbasis infrasound, inovasi alat karya tim Sapu Jagad ini dapat mendeteksi potensi terjadinya tsunami 15 menit lebih cepat dibandingkan alat pendeteksi tsunami lainnya seperti Buoy. Sehingga, Observatorium dapat mendeteksi suatu lokasi akan terjadi tsunami 30 menit sebelum kejadian. “Dengan begitu, warga di sekitar lokasi yang berpotensi tsunami dapat memiliki waktu evakuasi lebih lama,” tutur Hadi.
Dengan adanya inovasi yang berfokus pada mitigasi bencana tersebut, tim Sapu Jagad di bawah bimbingan Dr Eng Dhanny Arifianto ST MEng ini telah berhasil membawa pulang medali perunggu pada ajang Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) XV 2022. Hadi pun berharap semoga inovasi timnya yang dituangkan dalam KTI ini bisa segera terealisasikan. “Jika Observatorium kami direalisasikan dan digunakan di Indonesia, maka bisa lebih banyak pula nyawa yang bisa diselamatkan saat sebelum terjadi tsunami,” pungkasnya.
Dalam prosesnya, saat gempa terjadi maka sensor elemen Observatorium yang terdekat dari lokasi gempa secara otomatis akan mendeteksi titik infrasound muncul. Kemudian sinyal infrasound tersebut ditangkap oleh sistem bernama Adaptive F-Detector (AFD) untuk dianalisis apakah gempa yang terjadi itu akan berpotensi tsunami atau tidak. Apabila hasil analisis AFD menunjukkan adanya potensi tsunami, maka sistem AFD akan otomatis mengeluarkan warning system atau peringatan.
Data AFD yang berupa grafik tersebut kemudian disalurkan ke dua stasiun Observatorium lainnya guna memastikan lokasi terjadinya gempa yang akan berpotensi tsunami. Dalam tahap pemastiannya, alat ini dirancang dengan sistem Joint'Likehood, yaitu sistem yang dibuat khusus untuk mengobservasi lokasi yang berpotensi tsunami pada ketiga Observatorium yang ada.
Lebih rinci, saat ketiga Observatorium mendapatkan informasi dari setiap sistem AFD, selanjutnya tiap Observatorium akan saling melengkapi informasi untuk menyesuaikan titik lokasi yang berpotensi tsunami. Kerja sama dari ketiga alat ini disebut dengan tahap asosiasi. Saat tahap asosiasi telah mendapatkan hasil berupa titik lokasi yang berpotensi tsunami, dilanjutkan dengan tahap lokalisasi guna memberikan akurasi titik lokasi yang berpotensi tsunami dan menghitung volume tsunami yang akan datang.
Pada tahap ini, papar Hadi, digunakan sistem bernama Bayesian Infrasound Source Localization (BISL). Sistem ini akan melakukan analisis hasil dari tahap asosiasi guna memberikan lokasi pasti dari tsunami yang akan datang. Kemudian data diolah kembali untuk memperkirakan besarnya volume tsunami yang akan terjadi. Dari data akhir di tahap lokalisasi inilah yang kemudian akan diinformasikan kepada masyarakat apabila akan terjadi tsunami di lokasi tertentu dengan volume tsunami sekian.
Berbasis infrasound, inovasi alat karya tim Sapu Jagad ini dapat mendeteksi potensi terjadinya tsunami 15 menit lebih cepat dibandingkan alat pendeteksi tsunami lainnya seperti Buoy. Sehingga, Observatorium dapat mendeteksi suatu lokasi akan terjadi tsunami 30 menit sebelum kejadian. “Dengan begitu, warga di sekitar lokasi yang berpotensi tsunami dapat memiliki waktu evakuasi lebih lama,” tutur Hadi.
Dengan adanya inovasi yang berfokus pada mitigasi bencana tersebut, tim Sapu Jagad di bawah bimbingan Dr Eng Dhanny Arifianto ST MEng ini telah berhasil membawa pulang medali perunggu pada ajang Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) XV 2022. Hadi pun berharap semoga inovasi timnya yang dituangkan dalam KTI ini bisa segera terealisasikan. “Jika Observatorium kami direalisasikan dan digunakan di Indonesia, maka bisa lebih banyak pula nyawa yang bisa diselamatkan saat sebelum terjadi tsunami,” pungkasnya.
(nnz)
Lihat Juga :
tulis komentar anda