HUT ke-43, Perpusnas Luncurkan Buku Literasi Kunci Negara Produsen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kecanggihan teknologi muncul bukan hanya karena kemajuan iptek, namun juga didukung oleh literasi . Pasalnya, literasi menggambarkan kompetensi seseorang dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Demikian disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional RI ( Perpusnas ), Muhammad Syarif Bando, dalam peluncuran buku berjudul Literasi Kunci Negara Produsen, di Jakarta, pada Kamis (17/5/2023).
Peluncuran buku dilakukan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-43 Perpustakaan Nasional sekaligus Hari Buku Nasional. Kepala Perpusnas menyampaikan, pemikiran yang tertuang dalam buku tersebut merupakan pemikiran bersama yang diambil dari penggalan-penggalan pidatonya selama enam tahun terakhir.
"Apa yang tertuang di dalam buku yang dipersembahkan hari ini adalah merupakan kerangka yang tentu di sana-sini perlu masukan perbaikan saran dan penyempurnaan,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Jumat (18/5/2023).
Baca juga: Peringati HKG ke-51, TP PKK Berikan Penghargaan bagi Kader Berjasa di Bidang Pendidikan
Dijelaskan, perkembangan literasi masyarakat Indonesia masih berada pada kelompok dua menurut klasifikasi Kleden, yakni masyarakat yang mampu membaca dan menggunakannya untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan.
Mayoritas masyarakat Indonesia, tegasnya, belum dapat memanfaatkan kecakapan itu untuk menambah pengetahuan, hiburan atau berekspresi melalui tulisan.
"Seharusnya bangsa ini sudah dapat melepaskan diri dari belenggu literasi yang dangkal ini, karena bangsa ini sudah bebas dari buta aksara sejak dua dekade lalu," jelasnya.
Kepala Perpusnas menambahkan perpustakaan telah meninggalkan paradigma lama. Perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai pusat informasi, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan pengetahuan.
Saat ini, tidak cukup apabila perpustakaan hanya bicara tentang manuskrip, buku digital, buku elektronik. Menurutnya, perpustakaan dan pustakawan harus mampu berperan sebagai influencer, memberikan tutorial, memandu jalannya teknologi, serta memproduksi barang dan jasa. Dan ini tantangan yang harus dibangun bersama.
"Saya yakin dan percaya tenaga-tenaga pustakawan tidak ada arti apa-apanya kecuali bergabung kepada ahli, guru besar, doktor, para master dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk mengubah nasib bangsa kita," ungkapnya.
Hal ini merupakan bukti komitmen Perpusnas dalam menegakkan fungsi perpustakaan sebagai agen literasi nasional.
Baca juga: 5 Perbedaan AKMIL dan SECAPA untuk Lulusan SMA/SMK
"Untuk menggapai peradaban yang lebih maju, literasilah kuncinya. Karena literasi adalah kunci menjadi negara produsen, negara yang bisa menciptakan kemajuan sekaligus menghasilkan produk-produk berkualitas sebagai warisan peradaban," imbuhnya.
Dalam sesi pembahasan buku, Maman Suherman menyampaikan, dari buku tersebut dijelaskan bahwa upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen menjadi tanggung jawab bersama.
"Begitu membaca ini, saya melihat Kepala Perpusnas menempatkan perpustakaan tidak dengan mengglorifikasi perpustakaan itu sendiri, tetapi perpustakaan adalah salah satu bagian dari ekosistem keliterasian yang saat ini sedang disusun peta jalan literasinya oleh Kemenko PMK," kata penulis ini.
Lebih lanjut, Kang Maman mengatakan yang menarik dari buku ini adalah pemikiran bagaimana Indonesia bisa mencapai dalam tahapan literasi kelima, yakni mampu memproduksi barang dan jasa. Di mana dalam mewujudkannya diperlukan peran civitas akademika.
"Kenapa tidak ada produksi, karena dalam pendidikan yang ada hanyalah penelitian, pengabdian masyarakat. Padahal tuntutannya adalah menjadi negara produsen. Saya berharap ini dapat menjadi pemantik di dunia pendidikan," lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Dekan I UIN Makassar, Andi Ibrahim, menyampaikan buku ini membuat tantangan baru untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang berproduksi melalui literasi.
"Saya merasa buku ini apik tapi menohok, dari pengantar yang dibaca, ingin menunjukkan literasi bukan hanya baca tulis tetapi ada hierarki yang dibuat keterkaitannya supaya literasi menjadi kunci negara produsen," ungkapnya.
Dosen Program Studi Perpustakaan Universitas Padjadjaran, Agus Rusmana, mengatakan gagasan yang disampaikan Kepala Perpusnas mengenai literasi bukanlah jenis tetapi tingkatan.
Ada lima tingkatan literasi yang dimulai dari kemampuan membaca, mendapatkan akses bahan bacaan, kemampuan dapat memahami apa yang dibaca, kemampuan berinovasi dan berkreativitas, dan kemampuan dapat memproduksi dari apa yang dibaca.
Dalam acara tersebut, juga dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman/kesepakatan (MoU) antara Perpusnas dengan 19 perguruan tinggi.
Antara lain IAIN Fattahul Muluk Papua, Universitas Prima Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Politeknik Tanjungbalai, Politeknik Kesehatan Kartini Bali, Institut Administrasi dan Kesehatan Setih Setio Muara Bungo, Universitas Indonesia Membangun, Sekolah Tinggi Teknologi Nusantara Indonesia, dan lainnya.
Sekretaris Utama Perpusnas, Ofy Sofiana, menuturkan penandatangan MOU merupakan bentuk komitmen Perpusnas dan perguruan tinggi terhadap fungsi perpustakaan.
"Bahwa perpustakaan tidak hanya sebagai pusat informasi, melainkan juga sebagai pusat pembelajaran, pengembangan, dan penyebaran pengetahuan," tuturnya.
"Selain kegiatan tersebut, Perpusnas RI juga telah mengagendakan kegiatan-kegiatan penting lainnya sampai bulan Juli mendatang. Masyarakat bisa mendapatkan informasi kegiatan terbaru melalui media sosial Perpusnas RI," pungkasnya.
Demikian disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional RI ( Perpusnas ), Muhammad Syarif Bando, dalam peluncuran buku berjudul Literasi Kunci Negara Produsen, di Jakarta, pada Kamis (17/5/2023).
Peluncuran buku dilakukan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-43 Perpustakaan Nasional sekaligus Hari Buku Nasional. Kepala Perpusnas menyampaikan, pemikiran yang tertuang dalam buku tersebut merupakan pemikiran bersama yang diambil dari penggalan-penggalan pidatonya selama enam tahun terakhir.
"Apa yang tertuang di dalam buku yang dipersembahkan hari ini adalah merupakan kerangka yang tentu di sana-sini perlu masukan perbaikan saran dan penyempurnaan,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Jumat (18/5/2023).
Baca juga: Peringati HKG ke-51, TP PKK Berikan Penghargaan bagi Kader Berjasa di Bidang Pendidikan
Dijelaskan, perkembangan literasi masyarakat Indonesia masih berada pada kelompok dua menurut klasifikasi Kleden, yakni masyarakat yang mampu membaca dan menggunakannya untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan.
Mayoritas masyarakat Indonesia, tegasnya, belum dapat memanfaatkan kecakapan itu untuk menambah pengetahuan, hiburan atau berekspresi melalui tulisan.
"Seharusnya bangsa ini sudah dapat melepaskan diri dari belenggu literasi yang dangkal ini, karena bangsa ini sudah bebas dari buta aksara sejak dua dekade lalu," jelasnya.
Kepala Perpusnas menambahkan perpustakaan telah meninggalkan paradigma lama. Perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai pusat informasi, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan pengetahuan.
Saat ini, tidak cukup apabila perpustakaan hanya bicara tentang manuskrip, buku digital, buku elektronik. Menurutnya, perpustakaan dan pustakawan harus mampu berperan sebagai influencer, memberikan tutorial, memandu jalannya teknologi, serta memproduksi barang dan jasa. Dan ini tantangan yang harus dibangun bersama.
"Saya yakin dan percaya tenaga-tenaga pustakawan tidak ada arti apa-apanya kecuali bergabung kepada ahli, guru besar, doktor, para master dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk mengubah nasib bangsa kita," ungkapnya.
Hal ini merupakan bukti komitmen Perpusnas dalam menegakkan fungsi perpustakaan sebagai agen literasi nasional.
Baca juga: 5 Perbedaan AKMIL dan SECAPA untuk Lulusan SMA/SMK
"Untuk menggapai peradaban yang lebih maju, literasilah kuncinya. Karena literasi adalah kunci menjadi negara produsen, negara yang bisa menciptakan kemajuan sekaligus menghasilkan produk-produk berkualitas sebagai warisan peradaban," imbuhnya.
Dalam sesi pembahasan buku, Maman Suherman menyampaikan, dari buku tersebut dijelaskan bahwa upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara produsen menjadi tanggung jawab bersama.
"Begitu membaca ini, saya melihat Kepala Perpusnas menempatkan perpustakaan tidak dengan mengglorifikasi perpustakaan itu sendiri, tetapi perpustakaan adalah salah satu bagian dari ekosistem keliterasian yang saat ini sedang disusun peta jalan literasinya oleh Kemenko PMK," kata penulis ini.
Lebih lanjut, Kang Maman mengatakan yang menarik dari buku ini adalah pemikiran bagaimana Indonesia bisa mencapai dalam tahapan literasi kelima, yakni mampu memproduksi barang dan jasa. Di mana dalam mewujudkannya diperlukan peran civitas akademika.
"Kenapa tidak ada produksi, karena dalam pendidikan yang ada hanyalah penelitian, pengabdian masyarakat. Padahal tuntutannya adalah menjadi negara produsen. Saya berharap ini dapat menjadi pemantik di dunia pendidikan," lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Dekan I UIN Makassar, Andi Ibrahim, menyampaikan buku ini membuat tantangan baru untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang berproduksi melalui literasi.
"Saya merasa buku ini apik tapi menohok, dari pengantar yang dibaca, ingin menunjukkan literasi bukan hanya baca tulis tetapi ada hierarki yang dibuat keterkaitannya supaya literasi menjadi kunci negara produsen," ungkapnya.
Dosen Program Studi Perpustakaan Universitas Padjadjaran, Agus Rusmana, mengatakan gagasan yang disampaikan Kepala Perpusnas mengenai literasi bukanlah jenis tetapi tingkatan.
Ada lima tingkatan literasi yang dimulai dari kemampuan membaca, mendapatkan akses bahan bacaan, kemampuan dapat memahami apa yang dibaca, kemampuan berinovasi dan berkreativitas, dan kemampuan dapat memproduksi dari apa yang dibaca.
Dalam acara tersebut, juga dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman/kesepakatan (MoU) antara Perpusnas dengan 19 perguruan tinggi.
Antara lain IAIN Fattahul Muluk Papua, Universitas Prima Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Politeknik Tanjungbalai, Politeknik Kesehatan Kartini Bali, Institut Administrasi dan Kesehatan Setih Setio Muara Bungo, Universitas Indonesia Membangun, Sekolah Tinggi Teknologi Nusantara Indonesia, dan lainnya.
Sekretaris Utama Perpusnas, Ofy Sofiana, menuturkan penandatangan MOU merupakan bentuk komitmen Perpusnas dan perguruan tinggi terhadap fungsi perpustakaan.
"Bahwa perpustakaan tidak hanya sebagai pusat informasi, melainkan juga sebagai pusat pembelajaran, pengembangan, dan penyebaran pengetahuan," tuturnya.
"Selain kegiatan tersebut, Perpusnas RI juga telah mengagendakan kegiatan-kegiatan penting lainnya sampai bulan Juli mendatang. Masyarakat bisa mendapatkan informasi kegiatan terbaru melalui media sosial Perpusnas RI," pungkasnya.
(nnz)