KPAI Soroti Kondisi Psikologi Anak Saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kondisi psikologi anak disaat masa pandemi COVID-19 ini. Peran guru BK, teman sebaya ataupun layanan konseling bisa dimanfaaatkan ketika keluarga tidak mampu mengasuh anak secara ideal.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, di masa pandemic COVID-19, ketika seluruh aktivitas anak dipindahkan ke rumah, maka keluarga, baik orang tua/wali maupun pengasuh pengganti harus memiliki kepekaan terhadap kondisi psikologis anak-anak.
Dia menjelaskan, orang dewasa di lingkungan keluarga haruslah menempatkan diri sebagai kawan bagi anak-anak. "Namun ketika pengasuhan keluarga tidak berjalan ideal, dimana keluarga justru menjadi sumber masalah bagi psikologi anak-anak, maka perlu adanya wadah lain yang bisa membantu anak-anak,” katanya melalui siaran pers Catatan Hari Anak Nasional di Bidang Pendidikan, Kamis (23/7). (Baca juga: Keluarga Peserta Didik Tak Mampu, KPAI Dorong Internet Gratis untuk PJJ )
Retno menerangkan, peran guru bimbingan konseling (BK) bisa menjadi konselor bagi para murid yang mengalami masalah psikologis. Sebab guru BK saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi mendapat ilmu psikologis anak. Setidaknya guru BK pun dapat menjadi tempat curhat bagi para siswanya selama pandemic.
Retno menyarankan agar sekolah memfasilitasi guru BK dengan handphone, kuota internet, pulsa dan nomor seluler. (Baca juga: Rindu Tatap Muka, Puluhan Siswa SD di Ciamis Belajar di Masjid )
Selain guru BK, teman sebaya juga bisa berperan sebagai konselor sebaya atau juga bisa curhat ke wali kelas. "Ketika pandemic, teman dekat maupun wali kelas bisa menjadi alternative anak-anak menumpahkan masalahnya atau uneg-unegnya sehingga hatinya terasa lebih ringan setelah curhat, meski mungkin belum mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapinya,” imbuhnya.
Selain itu juga bisa memanfaatkan layanan konseling gratis di internet sebagai salah satu sarana bagi anak-anak melepaskan tekanan psikologisnya. Menurutnya, anak-anak juga harus diingatkan untuk tidak mengungkapkan masalah pribadinya melalui media social agar tidak mengalami cyber bully atau bisa saja berpotensi menjadi korban kejahatan melalui dunia maya.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, di masa pandemic COVID-19, ketika seluruh aktivitas anak dipindahkan ke rumah, maka keluarga, baik orang tua/wali maupun pengasuh pengganti harus memiliki kepekaan terhadap kondisi psikologis anak-anak.
Dia menjelaskan, orang dewasa di lingkungan keluarga haruslah menempatkan diri sebagai kawan bagi anak-anak. "Namun ketika pengasuhan keluarga tidak berjalan ideal, dimana keluarga justru menjadi sumber masalah bagi psikologi anak-anak, maka perlu adanya wadah lain yang bisa membantu anak-anak,” katanya melalui siaran pers Catatan Hari Anak Nasional di Bidang Pendidikan, Kamis (23/7). (Baca juga: Keluarga Peserta Didik Tak Mampu, KPAI Dorong Internet Gratis untuk PJJ )
Retno menerangkan, peran guru bimbingan konseling (BK) bisa menjadi konselor bagi para murid yang mengalami masalah psikologis. Sebab guru BK saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi mendapat ilmu psikologis anak. Setidaknya guru BK pun dapat menjadi tempat curhat bagi para siswanya selama pandemic.
Retno menyarankan agar sekolah memfasilitasi guru BK dengan handphone, kuota internet, pulsa dan nomor seluler. (Baca juga: Rindu Tatap Muka, Puluhan Siswa SD di Ciamis Belajar di Masjid )
Selain guru BK, teman sebaya juga bisa berperan sebagai konselor sebaya atau juga bisa curhat ke wali kelas. "Ketika pandemic, teman dekat maupun wali kelas bisa menjadi alternative anak-anak menumpahkan masalahnya atau uneg-unegnya sehingga hatinya terasa lebih ringan setelah curhat, meski mungkin belum mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapinya,” imbuhnya.
Selain itu juga bisa memanfaatkan layanan konseling gratis di internet sebagai salah satu sarana bagi anak-anak melepaskan tekanan psikologisnya. Menurutnya, anak-anak juga harus diingatkan untuk tidak mengungkapkan masalah pribadinya melalui media social agar tidak mengalami cyber bully atau bisa saja berpotensi menjadi korban kejahatan melalui dunia maya.
(mpw)