Tingkatkan Mutu dan Kualitas, Unkris Tambah Jumlah Guru Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Unkris menambah jumlah guru besar untuk meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Saat ini jumlah guru besar di Unkris ada 17 dan 9 di antaranya dari Fakultas Hukum.
Terbaru, Sidang Senat Universitas Krisnadwipayana (Unkris) kembali mengukuhkan seorang Guru Besar di bidang Ilmu Hukum, Sabtu (3/6/2023).
Prof. Dr. Cita Citrawinda Soegomo dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap ke-9 Fakultas Hukum Unkris pada Sidang Terbuka Senat Unkris yang dipimpin oleh Ketua Senat Unkris Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun.
Melalui orasi ilmiah berjudul "Arbitrase Sengketa Kekayaan Intektual Internasional”, Prof. Cita berhak menyandang gelar akademik tertinggi Profesor bidang Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 13592/M/072023.
Baca juga: Mahasiswa, Intip Peluang Kerja Penerjemah di Instansi Pemerintah
Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono mengatakan dengan dikukuhkannya Prof Cita sebagai Guru Besar Unkris, maka kini Unkris memiliki 17 Guru Besar, 9 di antaranya berasal dari Fakultas Hukum.
Hal ini akan menjadi energi baru bagi Fakultas Hukum dan engukuhan Guru Besar ini diharapkan menjadi inspirasi bagi dosen lain untuk lebih banyak melakukan penelitian.
"Juga untuk meningkatkan intensitas menulis untuk dipublikasikan di jurnal internasional sebagai syarat menyandang gelar Guru Besar,” katanya, dalam keterangan resmi, Sabtu (3/6/2023).
Unkris diakui terus menjalin kolaborasi dengan berbagai perguruan tinggi baik dalam negeri maupun perguruan tinggi asing terutama dalam hal kerja sama riset. Tujuannya untuk meningkatkan mutu dan kualitas Unkris dalam rangka menjadi Universitas Unggul tahun 2025.
Senada juga disampaikan Ketua Senat Fakultas Hukum Unkris Prof. Dr. Iman Santoso. Menurutnya, untuk menjadi seorang Guru Besar, dibutuhkan publikasi-publikasi di jurnal internasional yang ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dosen.
“Kerajinan dosen terutama dosen muda untuk melakukan penelitian dan memublikasikan di jurnal internasional memang harus terus didorong dan itu kami lakukan terus,” katanya.
Prof Iman memastikan bahwa dengan semakin banyaknya Guru Besar, ini akan berimplikasi positif tidak hanya pada mutu dan kualitas pengajaran, tetapi juga akreditasi Unkris.
Baca juga: Perluas Kesempatan Belajar di Luar Negeri, IISMA Jalur Co-Funding Segera Dibuka
“Kita punya misi menjadi Universitas Unggul tahun 2025, sehingga mendorong dosen untuk melakukan karya-karya ilmiah akan terus kita lakukan,” ujarnya.
Ketua Senat Unkris Prof. Gayus Lumbuun mengatakan, pengukuhan Prof. Cita sebagai Guru Besar Unkris, merupakan suatu prestasi yang tidak ternilai bagi Unkris, karena akan semakin memperkuat staf pengajar dan dosen di Unkris terutama Fakultas Hukum.
“Profesor Cita Citrawinda Soegomo adalah sosok ilmuwan yang konsisten melaksanakan tugas mengajar dan penelitian, sehingga yang bersangkutan layak mendapatkan dan mencapai puncaknya sebagai Guru Besar dibidang Hukum," ujarnya.
"Pengukuhannya sebagai Guru Besar Unkris menjadi energi baru khususnya dibidang Hak Kekayaan Intelektual yang memang menjadi kekhususannya,” kata Prof Gayus.
Menurut Prof Gayus, setiap kali pelaksanaan kegiatan prosesi keilmuan di kalangan ilmuwan atau di perguruan tinggi, pada saat yang sama, terbersit pertanyaan reflektif mengenai bagaimana menempatkan dunia keilmuan kita dalam kehidupan yang utuh bagi seorang ilmuwan dan juga bagi masyarakat pada umumnya.
Prof Cita mengaku tertarik membahas mengenai arbitrase ini. Karena penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual saat ini terbuka pengaturannya bahkan bisa diatur di luar pengadilan, salah satunya melalui arbitrase.
“Oleh karena itu saya tertarik menulis soal Hak Kekayaan Intelektual ini dalam naskah pidato guru besar saya,” jelasnya.
Menurutnya, sengketa Hak Kekayaan Intelektual yang melibatkan banyak negara sudah banyak kasusnya. Misalnya saja hak dibidang merek yang terkait dengan pihak asing.
Umumnya sengketa tersebut masih diselesaikan melalui jalur pengadilan niaga. Padahal pihak yang terlibat sengketa memiliki peluang untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.
Umumnya penyelesaian sengketa masih melalui pengadilan niaga terkait dengan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Belum satu pun kasus yang diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI.
"Padahal badan ini dibentuk oleh pemerintah sejak 2011. Bayangkan, ini sudah tahun 2023. Itu artinya badan ini belum tersosialisasi dengan baik,” katanya.
Ia memastikan, penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual melalui Badan Arbitrase akan jauh lebih menguntungkan dibanding melalui pengadilan. Beberapa keuntungannya antara lain bersifat tertutup, biaya lebih murah dan prosesnya juga jauh lebih cepat.
Lihat Juga: Universitas LIA-Kanda University of International Studies Perkuat Kemitraan Kerja Sama Internasional
Terbaru, Sidang Senat Universitas Krisnadwipayana (Unkris) kembali mengukuhkan seorang Guru Besar di bidang Ilmu Hukum, Sabtu (3/6/2023).
Prof. Dr. Cita Citrawinda Soegomo dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap ke-9 Fakultas Hukum Unkris pada Sidang Terbuka Senat Unkris yang dipimpin oleh Ketua Senat Unkris Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun.
Melalui orasi ilmiah berjudul "Arbitrase Sengketa Kekayaan Intektual Internasional”, Prof. Cita berhak menyandang gelar akademik tertinggi Profesor bidang Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 13592/M/072023.
Baca juga: Mahasiswa, Intip Peluang Kerja Penerjemah di Instansi Pemerintah
Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono mengatakan dengan dikukuhkannya Prof Cita sebagai Guru Besar Unkris, maka kini Unkris memiliki 17 Guru Besar, 9 di antaranya berasal dari Fakultas Hukum.
Hal ini akan menjadi energi baru bagi Fakultas Hukum dan engukuhan Guru Besar ini diharapkan menjadi inspirasi bagi dosen lain untuk lebih banyak melakukan penelitian.
"Juga untuk meningkatkan intensitas menulis untuk dipublikasikan di jurnal internasional sebagai syarat menyandang gelar Guru Besar,” katanya, dalam keterangan resmi, Sabtu (3/6/2023).
Unkris diakui terus menjalin kolaborasi dengan berbagai perguruan tinggi baik dalam negeri maupun perguruan tinggi asing terutama dalam hal kerja sama riset. Tujuannya untuk meningkatkan mutu dan kualitas Unkris dalam rangka menjadi Universitas Unggul tahun 2025.
Senada juga disampaikan Ketua Senat Fakultas Hukum Unkris Prof. Dr. Iman Santoso. Menurutnya, untuk menjadi seorang Guru Besar, dibutuhkan publikasi-publikasi di jurnal internasional yang ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dosen.
“Kerajinan dosen terutama dosen muda untuk melakukan penelitian dan memublikasikan di jurnal internasional memang harus terus didorong dan itu kami lakukan terus,” katanya.
Prof Iman memastikan bahwa dengan semakin banyaknya Guru Besar, ini akan berimplikasi positif tidak hanya pada mutu dan kualitas pengajaran, tetapi juga akreditasi Unkris.
Baca juga: Perluas Kesempatan Belajar di Luar Negeri, IISMA Jalur Co-Funding Segera Dibuka
“Kita punya misi menjadi Universitas Unggul tahun 2025, sehingga mendorong dosen untuk melakukan karya-karya ilmiah akan terus kita lakukan,” ujarnya.
Ketua Senat Unkris Prof. Gayus Lumbuun mengatakan, pengukuhan Prof. Cita sebagai Guru Besar Unkris, merupakan suatu prestasi yang tidak ternilai bagi Unkris, karena akan semakin memperkuat staf pengajar dan dosen di Unkris terutama Fakultas Hukum.
“Profesor Cita Citrawinda Soegomo adalah sosok ilmuwan yang konsisten melaksanakan tugas mengajar dan penelitian, sehingga yang bersangkutan layak mendapatkan dan mencapai puncaknya sebagai Guru Besar dibidang Hukum," ujarnya.
"Pengukuhannya sebagai Guru Besar Unkris menjadi energi baru khususnya dibidang Hak Kekayaan Intelektual yang memang menjadi kekhususannya,” kata Prof Gayus.
Menurut Prof Gayus, setiap kali pelaksanaan kegiatan prosesi keilmuan di kalangan ilmuwan atau di perguruan tinggi, pada saat yang sama, terbersit pertanyaan reflektif mengenai bagaimana menempatkan dunia keilmuan kita dalam kehidupan yang utuh bagi seorang ilmuwan dan juga bagi masyarakat pada umumnya.
Prof Cita mengaku tertarik membahas mengenai arbitrase ini. Karena penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual saat ini terbuka pengaturannya bahkan bisa diatur di luar pengadilan, salah satunya melalui arbitrase.
“Oleh karena itu saya tertarik menulis soal Hak Kekayaan Intelektual ini dalam naskah pidato guru besar saya,” jelasnya.
Menurutnya, sengketa Hak Kekayaan Intelektual yang melibatkan banyak negara sudah banyak kasusnya. Misalnya saja hak dibidang merek yang terkait dengan pihak asing.
Umumnya sengketa tersebut masih diselesaikan melalui jalur pengadilan niaga. Padahal pihak yang terlibat sengketa memiliki peluang untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.
Umumnya penyelesaian sengketa masih melalui pengadilan niaga terkait dengan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Belum satu pun kasus yang diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI.
"Padahal badan ini dibentuk oleh pemerintah sejak 2011. Bayangkan, ini sudah tahun 2023. Itu artinya badan ini belum tersosialisasi dengan baik,” katanya.
Ia memastikan, penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual melalui Badan Arbitrase akan jauh lebih menguntungkan dibanding melalui pengadilan. Beberapa keuntungannya antara lain bersifat tertutup, biaya lebih murah dan prosesnya juga jauh lebih cepat.
Lihat Juga: Universitas LIA-Kanda University of International Studies Perkuat Kemitraan Kerja Sama Internasional
(nnz)