PPDB Zonasi Ada Masalah, FSGI: Kepala Daerah Harus Tambah Sekolah Negeri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong kepala daerah untuk menambah sekolah negeri agar proses PPDB di daerah berjalan lancar. Hal ini menjadi salah satu solusi agar PPDB tidak lagi menemui masalah.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, Kemendikbudristek sudah menerapkan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sejak 2017 atau telah berlangsung 7 tahun lalu.
Setelah 7 tahun PPDB Zonasi berlaku, katanya, sejumlah kepala daerah sudah menambah jumlah sekolah negeri. "Misalnya Kota Bekasi menambah 7 SMPN, Kota Tangerang menambah 9 SMPN, Kota Pontianak menambah 1 SMAN, Kota Depok menambah 1 SMAN, DKI Jakarta menambah 10 SMKN, dan lainnya," katanya, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (11/7/2023).
"Hal tersebut dilakukan karena para Kepala Daerah sadar bahwa sekolah negeri tidak banyak dan tidak merata penyebarannya, terutama SMP, SMA dan SMK. Kalau SDN jumlah relatif terpenuhi," lanjut Retno.
Baca juga: Bima Arya: PPDB Online Sistem Zonasi Belum Siap, Harus Dibatalkan
Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini mengingatkan pentingnya kepala daerah menambah jumlah sekolah negeri adalah setelah kebijakan PPDB Zonasi.
"Membangun sekolah negeri baru juga dapat dijadikan ukuran kesungguhan kepala daerah untuk memenuhi hak atas pendidikan warganya, yang tentu saja ada pemilihnya," lugasnya.
Pemerintah Pusat melalui APBN disebut Retno juga menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan dan memiliki lahan yang sesuai standar nasional pendidikan.
"Pemerintah pusat hanya membangunkan gedungnya, tanahnya harus disediakan pemerintah daerah. Ini bentuk kolaborasi yang sangat patut didukung," kata dia.
Di poin ketiga, Retno melihat setiap Kepala Daerah harus kreatif dalam menerapkan PPDB sistem zonasi. Pasalnya sebelum PPDB sistem zonasi diterapkan di Indonesia, jumlah sekolah negeri masih minim dan penyebarannya tidak merata.
"Untuk itu, maka saat PPDB sistem zonasi diterapkan, selain menambah jumlah sekolah jika memungkinkan, jika belum memungkinkan maka sejumlah daerah menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak atas pendidikan," terangnya.
Ia memberi contoh Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPDB bersama SMA dan SMK swasta yang pembiayaan peserta didik baru hingga lulus dicover melalui APBD. Pemprov Sumatra Utara menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri.
Baca juga: Kritisi Polemik PPDB, Politikus Muda Perindo Tekankan Pemerataan Kualitas Pendidikan
Ketika sudah tujuh tahun penerapan kebijakan PPDB sistem zonasi, banyak kepala daerah melalui dinas dinas pendidikan memutar otak untuk meminimalkan masalah, potensi kecurangan dan juga minimnya sekolah negeri.
"Apalagi saat ini mayoritas publik sudah dapat menerima PPDB sistem zonasi, meski ada kekurangan, namun diakui bahwa sistem ini jauh lebih berkeadilan dan mendorong pemerintah pusat dan daerah membangun sekolah negeri baru tanpa membunuh sekolah swasta yang sudah adalah sudah berkontribusi lama bagi pendidikan selama ini," tambah Retno Listyarti.
Terkait pernyataan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang mengumumkan ke publik telah terjadi manipulasi data kependudukan di wilayahnya oleh orang tua murid untuk kepentingan mendaftar PPDB jalur zonasi. Bahkan Walikota sampai datang sendiri ke rumah rumah warga yang Kartu Keluarga nya dipermasalahkan.
Retno melihat manipulasi data dengan cara pindah Kartu Keluarga (KK) tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukannya ketat, melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan dan dinas dukcapil.
"Apalagi sampai 20 anak dengan orang tua berbeda masuk dalam satu KK. Harusnya hal ini dapat diantisipasi dari awal oleh jajaran terkait," pungkasnya.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, Kemendikbudristek sudah menerapkan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sejak 2017 atau telah berlangsung 7 tahun lalu.
Setelah 7 tahun PPDB Zonasi berlaku, katanya, sejumlah kepala daerah sudah menambah jumlah sekolah negeri. "Misalnya Kota Bekasi menambah 7 SMPN, Kota Tangerang menambah 9 SMPN, Kota Pontianak menambah 1 SMAN, Kota Depok menambah 1 SMAN, DKI Jakarta menambah 10 SMKN, dan lainnya," katanya, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (11/7/2023).
"Hal tersebut dilakukan karena para Kepala Daerah sadar bahwa sekolah negeri tidak banyak dan tidak merata penyebarannya, terutama SMP, SMA dan SMK. Kalau SDN jumlah relatif terpenuhi," lanjut Retno.
Baca juga: Bima Arya: PPDB Online Sistem Zonasi Belum Siap, Harus Dibatalkan
Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini mengingatkan pentingnya kepala daerah menambah jumlah sekolah negeri adalah setelah kebijakan PPDB Zonasi.
"Membangun sekolah negeri baru juga dapat dijadikan ukuran kesungguhan kepala daerah untuk memenuhi hak atas pendidikan warganya, yang tentu saja ada pemilihnya," lugasnya.
Pemerintah Pusat melalui APBN disebut Retno juga menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan dan memiliki lahan yang sesuai standar nasional pendidikan.
"Pemerintah pusat hanya membangunkan gedungnya, tanahnya harus disediakan pemerintah daerah. Ini bentuk kolaborasi yang sangat patut didukung," kata dia.
Di poin ketiga, Retno melihat setiap Kepala Daerah harus kreatif dalam menerapkan PPDB sistem zonasi. Pasalnya sebelum PPDB sistem zonasi diterapkan di Indonesia, jumlah sekolah negeri masih minim dan penyebarannya tidak merata.
"Untuk itu, maka saat PPDB sistem zonasi diterapkan, selain menambah jumlah sekolah jika memungkinkan, jika belum memungkinkan maka sejumlah daerah menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak atas pendidikan," terangnya.
Ia memberi contoh Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPDB bersama SMA dan SMK swasta yang pembiayaan peserta didik baru hingga lulus dicover melalui APBD. Pemprov Sumatra Utara menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri.
Baca juga: Kritisi Polemik PPDB, Politikus Muda Perindo Tekankan Pemerataan Kualitas Pendidikan
Ketika sudah tujuh tahun penerapan kebijakan PPDB sistem zonasi, banyak kepala daerah melalui dinas dinas pendidikan memutar otak untuk meminimalkan masalah, potensi kecurangan dan juga minimnya sekolah negeri.
"Apalagi saat ini mayoritas publik sudah dapat menerima PPDB sistem zonasi, meski ada kekurangan, namun diakui bahwa sistem ini jauh lebih berkeadilan dan mendorong pemerintah pusat dan daerah membangun sekolah negeri baru tanpa membunuh sekolah swasta yang sudah adalah sudah berkontribusi lama bagi pendidikan selama ini," tambah Retno Listyarti.
Terkait pernyataan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang mengumumkan ke publik telah terjadi manipulasi data kependudukan di wilayahnya oleh orang tua murid untuk kepentingan mendaftar PPDB jalur zonasi. Bahkan Walikota sampai datang sendiri ke rumah rumah warga yang Kartu Keluarga nya dipermasalahkan.
Retno melihat manipulasi data dengan cara pindah Kartu Keluarga (KK) tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukannya ketat, melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan dan dinas dukcapil.
"Apalagi sampai 20 anak dengan orang tua berbeda masuk dalam satu KK. Harusnya hal ini dapat diantisipasi dari awal oleh jajaran terkait," pungkasnya.
(nnz)