Dirjen Diksi Sampaikan Tantangan Pendidikan Vokasi dengan Kebutuhan Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Pendidikan Vokasi (Diksi) Kemendikbudristek Kiki Yuliati menyampaikan masih ada tantangan dan persoalan pendidikan vokasi dengan kebutuhan masyarakat yang harus diatasi. Salah satunya adalah ketidakselaran kompetensi.
Dirjen Kiki menyampaikan, tantangan yang dihadapi pendidikan vokasi yang pertama adalah ketidakselarasan kompetensi dengan apa yang dibutuhkan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
"Ketidakselarasan kompetensi itu nyata dan riil. Ini tantangan yang kita hadapi yaitu ketidakselarasan antara hasil pendidikan vokasi dengan kebutuhan masyarakat," katanya, dalam keterangan resmi, Jumat (21/7/2023).
Hal ini dia sampaikan pada Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Erajaya Group dengan 49 Satuan Pendidikan Vokasi di Auditorium Gedung D Kantor Kemendikbudristek, hari ini Jumat 21 Juli 2023.
Baca juga: Kunjungi SMKN 2 Bengkulu, Jokowi Janjikan Penambahan Kendaraan untuk Praktik Siswa
Tantangan berikutnya adalah ketidakselarasan jumlah kebutuhan dunia industri dengan lulusan pendidikan vokasi. Baik itu lulusan perguruan tinggi vokasi dan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kemudian adanya ketidakselarasan tempat. "Misalnya Era Jaya mencari orang (SDM) ga ketemu-ketemu, yang ini sibuk cari pekerjaan ga ketemu juga. Jadi ini ada ketidakselarasan tempat," ungkapnya.
Berikutnya adalah ketidakselarasan waktu yang menjadi salah satu tantangan pendidikan saat ini. Oleh karena itu, dia mendorong pembahasan kurikulum antara sekolah dengan dunia industri untuk menghasilkan lulusan yang dibutuhkan bukan hanya untuk saat ini saja melainkan untuk 4-5 tahun ke depan.
"Oleh karena itu saya mendorong perguruan tingi dan SMK untuk mendengarkan industri keinginnya seperti apa, lalu melakukan prediksi sekitar 2 kali lipat waktunya. Jika industri butuh ini sekarang maka sekolah akan mikirnya seperti apa 2025 dan 2027. Itu minimal, jika lebih jauh lebih baik," ungkapnya.
Demi menjawab tantangan pendidikan vokasi ini, ujarnya, dia pun mendorong perguruan tinggi vokasi dan juga SMK untuk membahas kurikulum dan materi belajar sama-sama dengan industri. Kiki juga mendorong kampus vokasi dan SMK membuka keran untuk para praktisi untuk berbagi pengalaman melalui kebijakan Merdeka Belajar.
Dirjen Kiki menyampaikan, tantangan yang dihadapi pendidikan vokasi yang pertama adalah ketidakselarasan kompetensi dengan apa yang dibutuhkan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
"Ketidakselarasan kompetensi itu nyata dan riil. Ini tantangan yang kita hadapi yaitu ketidakselarasan antara hasil pendidikan vokasi dengan kebutuhan masyarakat," katanya, dalam keterangan resmi, Jumat (21/7/2023).
Hal ini dia sampaikan pada Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Erajaya Group dengan 49 Satuan Pendidikan Vokasi di Auditorium Gedung D Kantor Kemendikbudristek, hari ini Jumat 21 Juli 2023.
Baca juga: Kunjungi SMKN 2 Bengkulu, Jokowi Janjikan Penambahan Kendaraan untuk Praktik Siswa
Tantangan berikutnya adalah ketidakselarasan jumlah kebutuhan dunia industri dengan lulusan pendidikan vokasi. Baik itu lulusan perguruan tinggi vokasi dan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kemudian adanya ketidakselarasan tempat. "Misalnya Era Jaya mencari orang (SDM) ga ketemu-ketemu, yang ini sibuk cari pekerjaan ga ketemu juga. Jadi ini ada ketidakselarasan tempat," ungkapnya.
Berikutnya adalah ketidakselarasan waktu yang menjadi salah satu tantangan pendidikan saat ini. Oleh karena itu, dia mendorong pembahasan kurikulum antara sekolah dengan dunia industri untuk menghasilkan lulusan yang dibutuhkan bukan hanya untuk saat ini saja melainkan untuk 4-5 tahun ke depan.
"Oleh karena itu saya mendorong perguruan tingi dan SMK untuk mendengarkan industri keinginnya seperti apa, lalu melakukan prediksi sekitar 2 kali lipat waktunya. Jika industri butuh ini sekarang maka sekolah akan mikirnya seperti apa 2025 dan 2027. Itu minimal, jika lebih jauh lebih baik," ungkapnya.
Demi menjawab tantangan pendidikan vokasi ini, ujarnya, dia pun mendorong perguruan tinggi vokasi dan juga SMK untuk membahas kurikulum dan materi belajar sama-sama dengan industri. Kiki juga mendorong kampus vokasi dan SMK membuka keran untuk para praktisi untuk berbagi pengalaman melalui kebijakan Merdeka Belajar.