3 Tips Penting Menentukan Pesantren yang Cocok untuk Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jumlah pesantren di Indonesia diperkirakan mencapai 30 ribu pondok pesantren (ponpes). Jumlahnya yang begitu besar pasti menyulitkan para orang tua untuk memilih pesantren yang cocok bagi anaknya.
Pondok pesantren saat ini dianggap mampu memberikan pendidikan holistik, mulai dari sisi keilmuan, agama, hingga adab serta etika. Terpaan era digital juga menjadi alasan para orang tua waswas dengan masa depan anaknya.
Fenomena itu menarik perhatian Dosen Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ahmad Fatoni.
Fatoni menuturkan, pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Keterikatannya juga sangat kuat karena memiliki kotribusi bagi sumber daya manusia di Indonesia. Utamanya, dari segi akidah maupun akhlak.
“Di Kementerian Agama sendiri tercatat ada lebih dari lima ribu pesantren yang berada di Jawa Timur. Belum lagi di daerah lain, ,” ujarnya, dikutip dari laman UMM, Rabu (26/7/2023).
Baca juga: Percepat Tranformasi PAUD, Indonesia Gandeng Negara-Negara ASEAN
Dia menjelaskan, ada tiga pertimbangan yang dapat digunakan orang tua maupun calon santri saat memilih pondok pesantren yang tepat untuk mondok dan menuntut ilmu.
Pertama, ujar Fatoni, menetapkan tujuan anak atau calon santri. Jika ingin menjadi penghafal Al-Qu'ran maka carilah pesantren yang memiliki program hafalan di dalamnya.
Namun jika inginnya menjadi pakar ilmu agama, misalnya literatur keislaman klasik, maka bisa mencari pesantren yang menyediakan sistem pembelajaran berdasarkan kitab kuning atau gundul.
“Jika tujuannya ingin anak menjadi calon intektual ulama, maka carilah pesantren yang memadukan pendidikan kepesantrenan dengan pendidikan formal. Biasanya pesantren terkait mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu agama khas pesantren,” tambahnya.
Pertimbangan selanjutnya saat menentukan pesantren adalah menentukan model yang diinginkan. Secara umum, pesantren dibagi menjadi dua, yakni tradisional dan modern. Tradisional atau salafi biasanya menekankan pada kitab-kitab kuning atau kitab gundul.
Bahkan model pesantren ini melarang santrinya untuk mengenyam pendidikan formal supaya lebih fokus menguasai kitab-kitab. Jika santri ingin mendapatkan pendidikan formal, biasanya santri diminta mencari di luar pesantren.
Baca juga: Diikuti 61 Ribu Peserta, Ini Daftar Pemenang Kompetisi Literasi dan Numerasi 2023
Model lainnya adalah model modern. Di sini santri tidak hanya belajar ilmu keislaman saja namun juga diajarkan ilmu-ilmu umum tentang teknologi maupun bahasa. Dalam kata lain, model modern ini tidak hanya menitikberatkan untuk belajar kitab-kitab kuning saja.
Terakhir Fatoni mengingatkan, menurutnya kunci sukses sebuah pesantren adalah sistem belajarnya. Kemudian juga kualitas alumni, kiprah pimpinan pondok, serta jasanya di masyarakat.
Jika pesantren itu baru dan belum memiliki alumni, orang tua bisa datang langsung ke lokasi untuk mengecek dan observasi.
Melihat secara langsung, apakah pesantren tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pondok pesantren saat ini dianggap mampu memberikan pendidikan holistik, mulai dari sisi keilmuan, agama, hingga adab serta etika. Terpaan era digital juga menjadi alasan para orang tua waswas dengan masa depan anaknya.
Fenomena itu menarik perhatian Dosen Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ahmad Fatoni.
Fatoni menuturkan, pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Keterikatannya juga sangat kuat karena memiliki kotribusi bagi sumber daya manusia di Indonesia. Utamanya, dari segi akidah maupun akhlak.
“Di Kementerian Agama sendiri tercatat ada lebih dari lima ribu pesantren yang berada di Jawa Timur. Belum lagi di daerah lain, ,” ujarnya, dikutip dari laman UMM, Rabu (26/7/2023).
Baca juga: Percepat Tranformasi PAUD, Indonesia Gandeng Negara-Negara ASEAN
Dia menjelaskan, ada tiga pertimbangan yang dapat digunakan orang tua maupun calon santri saat memilih pondok pesantren yang tepat untuk mondok dan menuntut ilmu.
3 Tips Penting untuk Memilih Pesantren
Menetapkan Tujuan Anak
Pertama, ujar Fatoni, menetapkan tujuan anak atau calon santri. Jika ingin menjadi penghafal Al-Qu'ran maka carilah pesantren yang memiliki program hafalan di dalamnya.
Namun jika inginnya menjadi pakar ilmu agama, misalnya literatur keislaman klasik, maka bisa mencari pesantren yang menyediakan sistem pembelajaran berdasarkan kitab kuning atau gundul.
“Jika tujuannya ingin anak menjadi calon intektual ulama, maka carilah pesantren yang memadukan pendidikan kepesantrenan dengan pendidikan formal. Biasanya pesantren terkait mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu agama khas pesantren,” tambahnya.
Pilih Pesantren Tradisional atau Modern
Pertimbangan selanjutnya saat menentukan pesantren adalah menentukan model yang diinginkan. Secara umum, pesantren dibagi menjadi dua, yakni tradisional dan modern. Tradisional atau salafi biasanya menekankan pada kitab-kitab kuning atau kitab gundul.
Bahkan model pesantren ini melarang santrinya untuk mengenyam pendidikan formal supaya lebih fokus menguasai kitab-kitab. Jika santri ingin mendapatkan pendidikan formal, biasanya santri diminta mencari di luar pesantren.
Baca juga: Diikuti 61 Ribu Peserta, Ini Daftar Pemenang Kompetisi Literasi dan Numerasi 2023
Model lainnya adalah model modern. Di sini santri tidak hanya belajar ilmu keislaman saja namun juga diajarkan ilmu-ilmu umum tentang teknologi maupun bahasa. Dalam kata lain, model modern ini tidak hanya menitikberatkan untuk belajar kitab-kitab kuning saja.
Lihat Rekam Jejak Pesantren
“Setelah menetapkan tujuan dan model pesantren orang tua atau calon santri harus melihat rekam jejak dari pesantren yang akan dipilih. Misalnya dengan melihat alumni yang ada. Apakah banyak yang berhasil atau sukses dan mampu bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.Terakhir Fatoni mengingatkan, menurutnya kunci sukses sebuah pesantren adalah sistem belajarnya. Kemudian juga kualitas alumni, kiprah pimpinan pondok, serta jasanya di masyarakat.
Jika pesantren itu baru dan belum memiliki alumni, orang tua bisa datang langsung ke lokasi untuk mengecek dan observasi.
Melihat secara langsung, apakah pesantren tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan.
(nnz)