Skripsi Dihapus, Mahasiswa: Kelulusan Berbasis Proyek Lebih Berdampak ke Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim telah mengeluarkan aturan baru skripsi tak lagi menjadi satu-satunya syarat kelulusan mahasiswa. Lalu bagaimana tanggapan mahasiswa ?
Dalam Permendikbudristek No 53/2023 tentang Penjaminan Mutu disebutkan bagi mahasiswa sarjana dan sarjana terapan tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi/tesis/disertasi.
Salah satu mahasiswa jurusan Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta), Hasna Nur Azizah (22) memberi tanggapan akan kebijakan baru di Merdeka Belajar Episode ke-26 yang diluncurkan Nadiem ini.
Baca juga: Pengamat: Pengganti Skripsi harus Menjawab Tantangan Kompetensi Era Disrupsi
Mahasiswi semester 7 itu menyambut baik aturan tersebut. Menurut Hasna, lebih baik skripsi diganti dengan proyek lainnya agar dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat.
"Saya sebagai mahasiswa semester 7 cukup menyambut positif kabar tersebut. Tapi bukan karena malas menyusun skripsi dan sebagainya. Saya melihat lebih efektif jika skripsi diganti dengan membuat project yang dampaknya bisa dirasakan secara langsung untuk diri sendiri maupun orang lain," kata Hasna kepada MNC Portal, Rabu (30/8/2023).
Namun dia meminta agar aturan tersebut tetap disesuaikan dengan masing-masing jurusan di perguruan tinggi. Sebab adanya perbedaan kompetensi dari berbagai jurusan.
"Tapi ini perlu disesuaikan lagi dengan setiap jurusan karena mungkin setiap jurusan mempunyai kebutuhan yang berbeda,"katanya.
Baca juga: Penghapusan Skripsi Imbangi Praktik Umum Perkuliahan di Eropa dan Amerika
Sama halnya dengan, M. Sczasimbi Barantis Putra (19) mahasiswa semester 5, Jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Lampung (Unila) ini juga turut mendukung aturan baru alumnus Harvard Business School tersebut.
Putra menilai selain dapat mengurangi rasa takut mahasiswa terhadap lamanya penyusunan skripsi di bangku perkuliahan, juga dapat meningkatkan kreativitas di bidangnya masing-masing.
"Skripsi ini jadi tolak ukur keberhasilan dalam melakukan perkuliahan di Universitas anak-anak takut apakah bisa berhasil atau enggak. Oleh karena itu dengan dihapusnya menurut aku oke oke aja karena bisa mengurangi rasa takut kita sebagai mahasiswa dan juga bisa meningkatkan kreativitas kita dan kemauan kita gimana," ungkapnya.
Mahasiswa juga dapat secara aktif turun langsung ke masyarakat memberikan kontribusi positif melalui project-project sebagai pengganti skripsi tersebut.
"Lebih bagus aja karena turun di masyarakat kalau di skripsi belum tentu bakal diterapkan ke masyarakat. Sedangkan kalau ada project itu kita sebagai lulusan tidak cuma hanya pintar di teori aja tetapi bisa juga lebih paham dengan apa yang ada di lapangan," pungkasnya.
Dalam Permendikbudristek No 53/2023 tentang Penjaminan Mutu disebutkan bagi mahasiswa sarjana dan sarjana terapan tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi/tesis/disertasi.
Salah satu mahasiswa jurusan Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta), Hasna Nur Azizah (22) memberi tanggapan akan kebijakan baru di Merdeka Belajar Episode ke-26 yang diluncurkan Nadiem ini.
Baca juga: Pengamat: Pengganti Skripsi harus Menjawab Tantangan Kompetensi Era Disrupsi
Mahasiswi semester 7 itu menyambut baik aturan tersebut. Menurut Hasna, lebih baik skripsi diganti dengan proyek lainnya agar dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat.
"Saya sebagai mahasiswa semester 7 cukup menyambut positif kabar tersebut. Tapi bukan karena malas menyusun skripsi dan sebagainya. Saya melihat lebih efektif jika skripsi diganti dengan membuat project yang dampaknya bisa dirasakan secara langsung untuk diri sendiri maupun orang lain," kata Hasna kepada MNC Portal, Rabu (30/8/2023).
Namun dia meminta agar aturan tersebut tetap disesuaikan dengan masing-masing jurusan di perguruan tinggi. Sebab adanya perbedaan kompetensi dari berbagai jurusan.
"Tapi ini perlu disesuaikan lagi dengan setiap jurusan karena mungkin setiap jurusan mempunyai kebutuhan yang berbeda,"katanya.
Baca juga: Penghapusan Skripsi Imbangi Praktik Umum Perkuliahan di Eropa dan Amerika
Sama halnya dengan, M. Sczasimbi Barantis Putra (19) mahasiswa semester 5, Jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Lampung (Unila) ini juga turut mendukung aturan baru alumnus Harvard Business School tersebut.
Putra menilai selain dapat mengurangi rasa takut mahasiswa terhadap lamanya penyusunan skripsi di bangku perkuliahan, juga dapat meningkatkan kreativitas di bidangnya masing-masing.
"Skripsi ini jadi tolak ukur keberhasilan dalam melakukan perkuliahan di Universitas anak-anak takut apakah bisa berhasil atau enggak. Oleh karena itu dengan dihapusnya menurut aku oke oke aja karena bisa mengurangi rasa takut kita sebagai mahasiswa dan juga bisa meningkatkan kreativitas kita dan kemauan kita gimana," ungkapnya.
Mahasiswa juga dapat secara aktif turun langsung ke masyarakat memberikan kontribusi positif melalui project-project sebagai pengganti skripsi tersebut.
"Lebih bagus aja karena turun di masyarakat kalau di skripsi belum tentu bakal diterapkan ke masyarakat. Sedangkan kalau ada project itu kita sebagai lulusan tidak cuma hanya pintar di teori aja tetapi bisa juga lebih paham dengan apa yang ada di lapangan," pungkasnya.
(nnz)