Jaga Anak dari Kejahatan Siber

Selasa, 04 Agustus 2020 - 06:07 WIB
loading...
Jaga Anak dari Kejahatan Siber
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tengah diterapkan sebagai dampak pandemi covid-19 menyimpan satu persoalan tersembunyi yang bisa berakibat serius. Apa itu? terjebak kejahatan dunia maya.

Peringatan tersebut disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti. Menurut dia, kondisi ini terjadi karena ruang publik anak-anak nyaris tersedot habis ke dalam rimba raya virtual. Di sisi lain, orang tua atau guru tidak selamanya bisa mengawasi.

Mantan kepala sekolah ini mengungkapkan, selama pandemi Covid-19 ini KPAI menerima beberapa pengaduan cyber bully (perundungan) oleh teman sekolah korban. Selain perundungan siber, bentuk kejahatan lain yang patut diwaspadai adalah kejahatan seksual dan penipuan.

Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengantisipasi dan mengawasi agar jangan sampai anak-anak menjadi korban kejahatan siber. "Di sinilah peran orang tua untuk mendampingi dan mengawasi anak-anaknya dalam mengakses internet menjadi penting dan sangat diperlukan,” ujar dia kepada KORAN SINDO kemarin. (Baca: Banyak Kendala di Lapangan, Pendidikan Jarak Jauh Perlu Evaluasi Total)

Retno menuturkan, akses internet yang meningkat selama pembelajaran daring juga membuat anak mudah menumpahkan kegalauannya melalui media sosialnya. Padahal, perilaku tersebut memiliki potensi bahaya yang tinggi baginya karena bisa ditangkap oleh para predator anak di dunia maya, sehingga anak terancam mengalami eksploitasi seksual.

Kondisi tersebut kian rentan karena peran orang tua mengawasi anak secara langsung sangat terbatas ketika mereka mulai keluar rumah untuk bekerja. Oleh karena itu diperlukan kerja sama guru dan orang tua untuk mengedukasi dan membantu anak mengakses internet dengan benar.

Selain itu, negara dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, perlu memperkuat sistem perlindungan bisa dilakukan negara untuk melindungi anak dari kejahatan dunia maya, termasuk memblokir situs berkonten pornografi dan kekerasan.

"Namun, pintu utamanya adalah tetap pengawasan orang tua. Apalagi, anak-anak saat ini sedang berada di rumah karena sekolah belum dibuka. Orang tua yang harus mengawasi dan membuat aturan main dengan anak-anaknya terkait penggunaan gadget dan internet,” tandasnya.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri mengatakan, untuk menyukseskan PJJ –termasuk melindungi anak dari dampak negatifnya, maka keterlibatan orang tua dan masyarakat sangat dibutuhkan. (Baca juga: Serbu Penjara di Afghanistan, Anggota ISIS Bebaskan Ratusan Tahana)

"Pada saat anak belajar dari rumah karena pandemi Covid-19 ini, orang tua dan masyarakat harus mengambil peran dalam membimbing dan mengarahkan anak untuk bisa berselancar di dunia maya dengan aman," katanya.

Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan, akses internet sudah menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Untuk pengawasan, dia menyebutkan Kemenkominfo sudah mempunyai program Internet Sehat.

"Namun menurut hemat saya, benteng utama untuk memilih akses situs yang sehat ada di diri mahasiswa sendiri sebagai warga negara yang dewasa dan bertanggung jawab," ujarnya.

Guru Besar Universitas Gajah Mada ini juga meminta tugas dosen dan para pendidik selalu mengingatkan mahasiswanya. Selain itu, juga harus mengarahkan untuk menjadikan internet sebagai sumber ilmu dan informasi yang berguna.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menandaskan, untuk menjaga anak-anak dari kejahatan dunia maya, sebenarnya sekarang kontrol pemerintah untuk konten-konten yang kurang baik di dunia maya seperti pornografi sudah cukup baik dengan adanya internet positif.

Kendati demikian, politikus Golongan Karya ini melihat pelaku tidak pernah kehabisan akal untuk melakukan kejahatan, seperti dengan memakai VPN.

"Untuk anak, kuncinya adalah di orang tua untuk selalu memberikan pengawasan saat anak menggunakan gawai. Mungkin tidak mungkin secara 24 jam dilihat, tapi bisa dikontrol dengan misalnya mengecek histori dan lain-lain," saran dia. (Baca juga: Pemkot Jaktim Kejar Dua Pengamen Topeng Monyet di Cakung)

Sementara itu, psikolog Rosdiana Setyaningrum sepakat perlunya pengawasan anak dari ancaman kejahatan siber selama PJJ berlangsung. Salah satu yang rentan terjadi adalah perundungan siber.

“Bisa dari verbal seperti ngata-ngatain dan kekerasan seksual. Bisa aggregation relationship kaya teman mem-bully satu anak atau anaknya dalam pembelajaran jarak jauh mempunyai pacar anak SMA. Dia mengalami bully oleh pacarnya,” ucapnya.

Dia memaparkan, media yang digunakan dalam perundungan daring yakni tulisan, gambar, dan voice note. Menurut dia, setiap terjadi perundungan harus dilihat dari kedua belah pihak, pelaku dan korban. Biasanya anak-anak yang melakukan perundungan itu mempunyai masalah dengan kepercayaan diri.

“Baik pelaku maupun korban memiliki kepercayaan yang kurang baik. Cuma, mereka mengeluarkan dengan cara yang berbeda. Jadi yang satu dengan pede mengambil jalan ekstrem ke sebelah dengan mem-bully orang lain biar kelihatan keren. Yang satu karena enggak pede, enggak berani melawan,” tuturnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, sekolah dan orang tua harus bekerja sama dengan baik. Setiap menemukan perundungan, orang tua harus melapor ke sekolah. “Sekolah harus bertindak karena terjadi dalam jam sekolah walau (belajar) di rumah. Sekolah berani negur, ada hukuman, sekolah kan mempunyai aturan,” katanya.

Dilema Orang Tua

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf menyadari PJJ telah berpotensi memunculkan masalah lain. Dia mencontohkan, PJJ bisa memicu kondisi stres orang tua semakin meningkat karena yang mengajar saat ini dalam PJJ itu adalah orang tua, terutama untuk kalangan anak SMP ke bawah. Dengan kata lain, orang tua yang terpaksa mendampingi anak untuk belajar. (Baca juga: Sandi Uno Sebut Tanggal 5 Agustus Akan Ada Pengumuman Penting)

Bahkan, sudah beredar video ibu-ibu yang mendapatkan pelajaran dari guru dan ternyata pusing, sehingga akhirnya pusing dan anaknya jadi dicubit, dipukul, dan lainnya. “Kondisi seperti ini memang makin lama makin parah. Ketika berusaha untuk membatasi pertemuan, terutama sekolah, harapan kami semestinya ketika new normal atau adaptasi kebiasaan baru ini mal dan tempat wisata sudah dibuka, sekolah juga seharusnya bertahap sudah dibuka,” saran politikus Partai Demokrat tersebut.

Apalagi, lanjut dia, banyak orang tua sekarang ini sudah bekerja kembali untuk membantu mencari nafkah, tapi di sisi lain harus tetap mendampingi dan mengajari anak. Hal ini menurut Dede membuat orang tua dilematis.

Karena itu mau tidak mau, pemerintah harus segera turun tangan. Kalaupun dibuka, protokol kesehatan harus bisa diterapkan, antara lain 50% yang boleh masuk, penerapan jaga jarak, sekolah juga mampu menyiapkan fasilitas pendukung, kantin tidak dibuka lagi untuk mencegah penyebaran, pemeriksaan berkala swab test bagi guru, murid, dan tenaga lainnya di sekolah.

Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB, Maman Imanulhaq, juga melihat perlunya kesabaran menghadapi anak, di antaranya dengan membuka pendidikan berbasis komunitas. Selanjutnya, sekolah mau tidak mau harus dibuka (offline), walaupun perlahan. (Lihat videonya: Seorang Bocah Jadi Korban begal di Depan Rumahnya Sendiri)

“Kalau mereka full di rumah terus, itu pun tidak bisa mengakses internet, yang terjadi dan saya khawatirkan mereka akan kehilangan minat belajar dan akhirnya berujung pada lost generation. Saya rasa perlu pesantren-pesantren dibuka, tetapi pemerintah harus memberikan atensi lebih kuat agar kegiatan tatap muka diatur supaya pembelajaran tidak berkerumun dan sebagainya,” ucapnya.

Lebih dari itu, Maman meminta pemerintah tidak hanya bisa mengatur, tetapi tidak memberikan fasilitas. Misalnya, mengatur tentang penerapan protokol kesehatan di sekolah,tapi tidak membantu dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarananya. “Bahkan, ada juga syarat di pesantren harus membawa rapid test, tapi rapid test itu tidak disubsidi. Bagaimana duitnya? Jadi jangan hanya mengatur tanpa memberikan fasilitas,” keluhnya. (Neneng Zubaidah/Oric Pakpahan/FW Bahtiar)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1556 seconds (0.1#10.140)