Lebih dari Sekadar Mengajar, Wahyudi yang Mendidik dengan Hati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di balik aura kemuliaan yang melekat pada profesi guru, tersimpan sejuta kisah perjuangan. Menjadi seorang guru bukan sekadar menyampaikan materi pelajaran. Lebih dari itu, guru dituntut untuk "mendidik dengan hati", sebuah panggilan yang menuntut dedikasi tinggi.
Tantangan demi tantangan silih berganti menghampiri, namun di balik itu semua, ada kepuasan tersendiri yang tak ternilai. Motivasi internal yang kuat menjadi nyala lilin yang menerangi jalan guru dalam menjalankan tugasnya.
Wahyudi , seorang pegiat literasi yang juga penulis, edukreator, dan pelatih guru muda dari Pontianak dan populer di sosial media dengan puluhan ribu followers tersebar di Indonesia hingga mancanegara, mengungkapkan bahwa salah satu motivasi terbesarnya dalam mengajar adalah ikatan kuat yang terjalin dengan anak didiknya. Guru yang memiliki segudang prestasi ini selalu merasa sangat terharu melihat betapa antusiasnya anak-anak untuk terus belajar dan tidak ingin kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengannya.
Sebelumnya, perjalanan penuh liku pernah ia lalui. Baginya, guru adalah profesi yang dicintainya kini dan masa yang akan datang, namun ia akui perjalanannya tak selalu mudah. Pemuda berusia 29 tahun ini menuturkan, sekitar tahun 2018 mengajar di sebuah SMA di Pontianak. Sebuah peristiwa tak terduga membuatnya merasa kehilangan arah. Kejadian itu begitu mengguncang hingga memutuskan untuk vakum dari dunia mengajar selama dua tahun
Untuk mengisi hari-harinya di samping meneruskan kuliah S2, ia turut menjadi volunteer di suatu NGO pendidikan. Ia berkesempatan mengajar anak-anak agar memiliki semangat dan motivasi yang tinggi dalam belajar.
“Jadi pada akhirnya saya bertemu lagi sama anak-anak,” ucap lelaki kelahiran 23 Januari 1995.
Saat itu, ada momen penting yang menjadi titik balik baginya. Ketika dirinya pulang, ia ditahan anak murid agar terus mengajarnya. “Saya ditangisin dan nggak boleh pulang, gerbang ditutup, mereka tarik baju saya. Sama sekali tidak dibolehkan buat pulang. Itu pada akhirnya memecut semangat saya kembali untuk menjadi guru,“ tuturnya.
Momen itu sangat berarti baginya, bahkan menjadi jawaban bahwa mengajar adalah pilihan hidupnya.
Kembalinya roh mengajar juga dikuatkan dengan salah satu komentar mantan murid di story media sosialnya. Siswa tersebut memohon agar ia kembali ke sekolah.
“Pak tolong jadi guru lagi. Indonesia butuh guru yang seperti Pak Wah,“ kata lulusan Universitas Tanjungpura ini.
Tantangan demi tantangan silih berganti menghampiri, namun di balik itu semua, ada kepuasan tersendiri yang tak ternilai. Motivasi internal yang kuat menjadi nyala lilin yang menerangi jalan guru dalam menjalankan tugasnya.
Wahyudi , seorang pegiat literasi yang juga penulis, edukreator, dan pelatih guru muda dari Pontianak dan populer di sosial media dengan puluhan ribu followers tersebar di Indonesia hingga mancanegara, mengungkapkan bahwa salah satu motivasi terbesarnya dalam mengajar adalah ikatan kuat yang terjalin dengan anak didiknya. Guru yang memiliki segudang prestasi ini selalu merasa sangat terharu melihat betapa antusiasnya anak-anak untuk terus belajar dan tidak ingin kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengannya.
Sebelumnya, perjalanan penuh liku pernah ia lalui. Baginya, guru adalah profesi yang dicintainya kini dan masa yang akan datang, namun ia akui perjalanannya tak selalu mudah. Pemuda berusia 29 tahun ini menuturkan, sekitar tahun 2018 mengajar di sebuah SMA di Pontianak. Sebuah peristiwa tak terduga membuatnya merasa kehilangan arah. Kejadian itu begitu mengguncang hingga memutuskan untuk vakum dari dunia mengajar selama dua tahun
Untuk mengisi hari-harinya di samping meneruskan kuliah S2, ia turut menjadi volunteer di suatu NGO pendidikan. Ia berkesempatan mengajar anak-anak agar memiliki semangat dan motivasi yang tinggi dalam belajar.
“Jadi pada akhirnya saya bertemu lagi sama anak-anak,” ucap lelaki kelahiran 23 Januari 1995.
Saat itu, ada momen penting yang menjadi titik balik baginya. Ketika dirinya pulang, ia ditahan anak murid agar terus mengajarnya. “Saya ditangisin dan nggak boleh pulang, gerbang ditutup, mereka tarik baju saya. Sama sekali tidak dibolehkan buat pulang. Itu pada akhirnya memecut semangat saya kembali untuk menjadi guru,“ tuturnya.
Momen itu sangat berarti baginya, bahkan menjadi jawaban bahwa mengajar adalah pilihan hidupnya.
Kembalinya roh mengajar juga dikuatkan dengan salah satu komentar mantan murid di story media sosialnya. Siswa tersebut memohon agar ia kembali ke sekolah.
“Pak tolong jadi guru lagi. Indonesia butuh guru yang seperti Pak Wah,“ kata lulusan Universitas Tanjungpura ini.