Tanpa Kontak Fisik, Perundungan Tetap Bisa Terjadi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemanfaatan gawai dan teknologi informasi (TI) yang masif mendorong meningkatnya perundungan digital. Psikolog Rosdiana Setyaningrum mengatakan perundungan itu tidak terpatok pada pembelajaran tatap langsung dan adanya kontak fisik.
"Perundungan bisa terjadi kapan dan di mana saja," katanya saat dihubungi SINDOnews, Senin (3/8/2020).
Perundungan dan candaan di antara anak-anak sekolah perbedaannya tipis. Rosdiana menerangkan ketika satu sama lain saling mengerti apa yang diungkapkan hanya bercanda itu bukan perundungan. Namun, jika sudah ada yang tersinggung, maka itu sudah masuk kategori perundungan.(
)
"Bisa dari verbal seperti ngata-ngatain dan kekerasan seksual. Bisa aggregation relationship kayak teman mem-bully satu anak atau anaknya dalam pembelajaran jarak jauh mempunyai pacar anak SMA. Dia mengalami bully oleh pacarnya," ucapnya.
Media yang digunakan dalam perundungan daring, yakni tulisan, gambar, dan voice note. Setiap terjadi perundungan harus dilihat dari kedua belah pihak, pelaku dan korban. Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan anak-anak yang melakukan perundungan itu mempunyai masalah dengan kepercayaan diri.
"Baik pelaku dan korban memiliki kepercayaan yang kurang baik. Cuma mereka mengeluarkan dengan cara yang berbeda. Jadi yang satu dengan pede mengambil jalan ekstrem ke sebelah dengan mem-bully orang lain biar kelihatan keren. Yang satu karena enggak pede, enggak berani melawan," katanya.( )
Anak-anak dan remaja yang memiliki kepercayaan diri baik tidak akan melakukan perundungan dan menjadi korban. Dia menyatakan akar masalah perundungan itu bukan di sekolah tapi dari rumah. Anak-anak kemungkinan mencontoh perilaku orang-orang di rumah dan lingkungan rumahnya.
Menurut Rosdiana, sekolah dan orang tua harus bekerja sama dengan baik untuk mencegah dan menangani perundungan. Setiap menemukan perundungan, orang tua harus melapor ke sekolah. "Sekolah harus bertindak karena terjadi dalam jam sekolah walau (belajar) di rumah. Sekolah berani negur, ada hukuman, sekolah kan mempunyai aturan," katanya.
Tindakan perundungan akan memiliki dampak psikolog terhadap anak. "Kalau trauma itu lebih baik ke profesional. Trauma gitu harus dihilangin. Yang di-treat itu bukan hanya korban. Yang nge-bully juga harus dikonsultasikan. Itu bermasalah kedua belah pihak," katanya.
"Perundungan bisa terjadi kapan dan di mana saja," katanya saat dihubungi SINDOnews, Senin (3/8/2020).
Perundungan dan candaan di antara anak-anak sekolah perbedaannya tipis. Rosdiana menerangkan ketika satu sama lain saling mengerti apa yang diungkapkan hanya bercanda itu bukan perundungan. Namun, jika sudah ada yang tersinggung, maka itu sudah masuk kategori perundungan.(
Baca Juga
"Bisa dari verbal seperti ngata-ngatain dan kekerasan seksual. Bisa aggregation relationship kayak teman mem-bully satu anak atau anaknya dalam pembelajaran jarak jauh mempunyai pacar anak SMA. Dia mengalami bully oleh pacarnya," ucapnya.
Media yang digunakan dalam perundungan daring, yakni tulisan, gambar, dan voice note. Setiap terjadi perundungan harus dilihat dari kedua belah pihak, pelaku dan korban. Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan anak-anak yang melakukan perundungan itu mempunyai masalah dengan kepercayaan diri.
"Baik pelaku dan korban memiliki kepercayaan yang kurang baik. Cuma mereka mengeluarkan dengan cara yang berbeda. Jadi yang satu dengan pede mengambil jalan ekstrem ke sebelah dengan mem-bully orang lain biar kelihatan keren. Yang satu karena enggak pede, enggak berani melawan," katanya.( )
Anak-anak dan remaja yang memiliki kepercayaan diri baik tidak akan melakukan perundungan dan menjadi korban. Dia menyatakan akar masalah perundungan itu bukan di sekolah tapi dari rumah. Anak-anak kemungkinan mencontoh perilaku orang-orang di rumah dan lingkungan rumahnya.
Menurut Rosdiana, sekolah dan orang tua harus bekerja sama dengan baik untuk mencegah dan menangani perundungan. Setiap menemukan perundungan, orang tua harus melapor ke sekolah. "Sekolah harus bertindak karena terjadi dalam jam sekolah walau (belajar) di rumah. Sekolah berani negur, ada hukuman, sekolah kan mempunyai aturan," katanya.
Tindakan perundungan akan memiliki dampak psikolog terhadap anak. "Kalau trauma itu lebih baik ke profesional. Trauma gitu harus dihilangin. Yang di-treat itu bukan hanya korban. Yang nge-bully juga harus dikonsultasikan. Itu bermasalah kedua belah pihak," katanya.
(abd)