Kandidat Doktor FKG UI Teliti Faktor Keparahan Osteoporosis pada Tulang
loading...
A
A
A
DEPOK - Diperkirakan pada 2050 usia harapan hidup lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai 80 tahun - meningkat 11% dari usia sebelumnya, yakni 72 tahun. Usia harapan hidup yang meningkat ini, berdampak pada peningkatan berbagai penyakit degeneratif dan metabolik yang terjadi pada perempuan berusia 50-75 tahun, di antaranya penyakit osteoporosis yang ditandai dengan penurunan kualitas tulang.
Penurunan kualitas tulang pada perempuan berusia 50-75 tahun, terjadi akibat penurunan sekresi hormon estrogen di ovarium pada masa pascamenopause. Penurunan kualitas tulang juga terjadi pada tulang di rongga mulut yaitu tulang alveolar. Hal tersebut berdampak pada terjadinya resorpsi tulang alveolar dan berkurangnya ketinggian tulang alveolar maksila dan mandibula.
Resorpsi tulang yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya kehilangan gigi, sehingga menyebabkan kebutuhan akan gigi tiruan meningkat. Perawatan gigi tiruan bagi lansia merupakan perawatan yang rumit, hal ini disebabkan karena gigi tiruan yang cepat longgar setelah beberapa waktu digunakan, walaupun sudah dibuat dengan prosedur yang benar, terutama pada gigi tiruan mandibula. (Baca juga: Kenali Risiko dan Gejala Osteoporosis, Biar Tulang Tak Mudah )
Kondisi yang dihadapi lansia di usia tersebut menjadi topik masalah yang diteliti kandidat doktor dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI), drg. Susi R Puspitadewi, Sp.Pros. Ia melakukan riset terhadap sejumlah faktor yang diduga berperan terhadap tingkat keparahan resorpsi tulang alveolar pada lansia.
Drg.Susi mendalami risetnya untuk memprediksi keparahan resorpsi tulang alveolar melalui faktor sosiodemografis, lingkungan, klinis, radiografik, hormon dan genetika pada perempuan berusia 50 sampai dengan 75 tahun. “Melalui riset ini, saya ingin mendalami lebih jauh tentang peran faktor-faktor tersebut terhadap keparahan resorpsi tulang alveolar, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk membantu mencegah kegagalan khususnya dalam perawatan gigi tiruan,” katanya, Selasa (4/8/2020).
Menurutnya, dokter gigi penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resorpsi tulang alveolar terutama pada regio mandibula, agar dapat merencanakan desain perawatan yang tepat bagi pasien yang berisiko mengalami resorpsi tulang alveolar yang berat, sehingga perawatan gigi tiruan tidak cepat longgar dan nyaman digunakan.
”Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor kualitas tulang dan hormon merupakan variabel yang paling berperan terhadap tingkat keparahan resorpsi tulang alveolar mandibula pada perempuan berusia 50 sampai dengan 75 tahun,” ucap Susi yang lulus dengan predikat cumlaude. (Baca juga: Satgas: Obat COVID-19 Tidak Bisa Asal Klaim, Harus Lewati Uji Klinis )
Berdasarkan hasil uji penelitian yang dilakukan oleh drg.Susi ini diperoleh dua model indeks tingkat keparahan resorpsi tulang alveolar mandibula yaitu model satu terdiri dari variabel kualitas tulang kortikal mandibula, PTH (Parathyroid Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan model dua terdiri dari kualitas tulang kortikal mandibula dan FSH.
Judul disertasi drg.Susi adalah “Prediksi Keparahan Resorpsi Tulang Alveolar: Analisis Peran Faktor Risiko Sosiodemografis, Lingkungan, Klinis, Radiografik, Hormon dan Genetik Pada Perempuan Usia 50-75 Tahun”.
Kesimpulan dari penelitiannya dipaparkan dalam sidang terbuka promosi doktor FKG UI pada Senin (20/7) yang membawanya memperoleh gelar Doktor di bidang Ilmu Kedokteran Gigi. Dr. Susi R Puspitadewi, drg., Sp.Pros merupakan Doktor ke-115 lulusan FKG UI.
Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan di hadapan Prof. Dr. drg. M.F. Lindawati S. Kusdhany, Sp.Pros(K) (Ketua Sidang dan Promotor); Prof.Dr. Elza Ibrahim Auerkari, drg,M.Biomed, Sp.OF(K) dan Prof. Dr. Hanna H.B. Iskandar, drg,Sp.RKG(K) selaku (Ko-Promotor); serta Dr. Ira Tanti, drg,Sp.Pros(K) (Ketua Penguji).
Penurunan kualitas tulang pada perempuan berusia 50-75 tahun, terjadi akibat penurunan sekresi hormon estrogen di ovarium pada masa pascamenopause. Penurunan kualitas tulang juga terjadi pada tulang di rongga mulut yaitu tulang alveolar. Hal tersebut berdampak pada terjadinya resorpsi tulang alveolar dan berkurangnya ketinggian tulang alveolar maksila dan mandibula.
Resorpsi tulang yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya kehilangan gigi, sehingga menyebabkan kebutuhan akan gigi tiruan meningkat. Perawatan gigi tiruan bagi lansia merupakan perawatan yang rumit, hal ini disebabkan karena gigi tiruan yang cepat longgar setelah beberapa waktu digunakan, walaupun sudah dibuat dengan prosedur yang benar, terutama pada gigi tiruan mandibula. (Baca juga: Kenali Risiko dan Gejala Osteoporosis, Biar Tulang Tak Mudah )
Kondisi yang dihadapi lansia di usia tersebut menjadi topik masalah yang diteliti kandidat doktor dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI), drg. Susi R Puspitadewi, Sp.Pros. Ia melakukan riset terhadap sejumlah faktor yang diduga berperan terhadap tingkat keparahan resorpsi tulang alveolar pada lansia.
Drg.Susi mendalami risetnya untuk memprediksi keparahan resorpsi tulang alveolar melalui faktor sosiodemografis, lingkungan, klinis, radiografik, hormon dan genetika pada perempuan berusia 50 sampai dengan 75 tahun. “Melalui riset ini, saya ingin mendalami lebih jauh tentang peran faktor-faktor tersebut terhadap keparahan resorpsi tulang alveolar, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk membantu mencegah kegagalan khususnya dalam perawatan gigi tiruan,” katanya, Selasa (4/8/2020).
Menurutnya, dokter gigi penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resorpsi tulang alveolar terutama pada regio mandibula, agar dapat merencanakan desain perawatan yang tepat bagi pasien yang berisiko mengalami resorpsi tulang alveolar yang berat, sehingga perawatan gigi tiruan tidak cepat longgar dan nyaman digunakan.
”Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor kualitas tulang dan hormon merupakan variabel yang paling berperan terhadap tingkat keparahan resorpsi tulang alveolar mandibula pada perempuan berusia 50 sampai dengan 75 tahun,” ucap Susi yang lulus dengan predikat cumlaude. (Baca juga: Satgas: Obat COVID-19 Tidak Bisa Asal Klaim, Harus Lewati Uji Klinis )
Berdasarkan hasil uji penelitian yang dilakukan oleh drg.Susi ini diperoleh dua model indeks tingkat keparahan resorpsi tulang alveolar mandibula yaitu model satu terdiri dari variabel kualitas tulang kortikal mandibula, PTH (Parathyroid Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan model dua terdiri dari kualitas tulang kortikal mandibula dan FSH.
Judul disertasi drg.Susi adalah “Prediksi Keparahan Resorpsi Tulang Alveolar: Analisis Peran Faktor Risiko Sosiodemografis, Lingkungan, Klinis, Radiografik, Hormon dan Genetik Pada Perempuan Usia 50-75 Tahun”.
Kesimpulan dari penelitiannya dipaparkan dalam sidang terbuka promosi doktor FKG UI pada Senin (20/7) yang membawanya memperoleh gelar Doktor di bidang Ilmu Kedokteran Gigi. Dr. Susi R Puspitadewi, drg., Sp.Pros merupakan Doktor ke-115 lulusan FKG UI.
Pemaparan hasil penelitian tersebut dipresentasikan di hadapan Prof. Dr. drg. M.F. Lindawati S. Kusdhany, Sp.Pros(K) (Ketua Sidang dan Promotor); Prof.Dr. Elza Ibrahim Auerkari, drg,M.Biomed, Sp.OF(K) dan Prof. Dr. Hanna H.B. Iskandar, drg,Sp.RKG(K) selaku (Ko-Promotor); serta Dr. Ira Tanti, drg,Sp.Pros(K) (Ketua Penguji).
(mpw)