Pendidikan Tidak Boleh Dipisahkan dari Kearifan Kebudayaan

Rabu, 05 Agustus 2020 - 19:05 WIB
loading...
Pendidikan Tidak Boleh Dipisahkan dari Kearifan Kebudayaan
Pendidikan harus menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya memperkokoh budaya bangsa. Utamanya dalam era globalisasi dan ancaman perang modern dewasa ini yang dikenal sebagai Perang Generasi IV. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
SURABAYA - Pendidikan harus menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya memperkokoh budaya bangsa . Utamanya dalam era globalisasi dan ancaman perang modern dewasa ini yang dikenal sebagai Perang Generasi IV.

Indonesia tidak mungkin menghindar dari arus globalisasi dengan segala pengaruhnya. Termasuk penetrasi kebudayaan yang begitu gencar baik dengan cara penetrasi damai (penetration pasifique) maupun penetrasi kekerasan. (Baca juga:Guru SMP Swasta 'Teriak' Aspirasinya Tak Didengar Wali Kota Risma)

“Sehingga tidak terhindarkan masuknya aneka-ragam budaya asing yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai ke-Indonesiaan,” kata Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Pontjo Sutowo saat Diskusi Kelompok Terarah (DKT)yang mengambil tema Pendidikan sebagai Wahana Mengokohkan Budaya Bangsa, beberapa waktu lalu. Diskusi ini merupakan kerjasama antara Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dengan Aliansi Kebangsaan, YSNB serta Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI). (Baca juga: Tiga Kementerian Matangkan Wacana Membuka Sekolah di Zona Kuning)

Pontjo menambahkan, budaya telah menjadi salah satu medan tempur dari Perang Generasi IV dewasa ini dalam rangka menghancurkan sebuah bangsa dari dalam dirinya sendiri. “Dalam konteks perang kebudayaan ini, tanpa disadari sudah terjadi hegemoni budaya oleh negara-negara tertentu atas negara-negara lain,” ujarnya.

Selain alasan-alasan tadi, pentingnya mengokohkan budaya bangsa juga didasari oleh kesadaran bahwa budaya sangat erat kaitannya dengan kemajuan sebuah bangsa. Studi untuk mengetahui hubungan antara budaya dan pembangunan atau kemajuan suatu bangsa/negara sudah lama menjadi fokus perhatian berbagai kalangan. (Lihat grafis: Kehidupan Kampus yang Sebenarnya, dan Tips untuk Mahasiswa Baru)

Pontjo menambahkan, dari berbagai studi yang sudah dilakukan oleh para pakar peneliti telah ditemukan bahwa budaya merupakan faktor penentu keberhasilan maju atau mundurnya suatu bangsa. Bahkan, UNESCO sudah sampai pada kesimpulan bahwa budaya adalah sebagai peluang untuk mengembangkan, menggerakkan, dan menghubungkan pembangunan yang berkelanjutan. "Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan memegang peranan sangat penting di sini, karena pendidikan pada dasarnya dapat membentuk kebudayaan itu sendiri," imbuhnya.

Rektor Unesa Nurhasan pendidikan Indonesia yang visioner harus tetap berakar kuat pada nilai-nilai budaya Indonesia. Beberapa hal yang penting adalah membasiskan kebudayaan dalam pendidikan dan peran perguruan tinggi sebagai pusat kebudayaan.

Termasuk peran guru dalam membentuk kebudayaan nasional di tengah gempuran budaya global. “Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana menyiapkan atau beradaptasi dalam proses belajar dalam era pandemi ini, apakah perlu kurikulum yang dipadatkan atau ada kurikulum adaptasi dalam era pandemi,” ujarnya. (LIhat foto: Ganjil Genap Kembali Diberlakukan di Jakarta, MRT Tambah Jam Operasional)

Ketua Bidang Pendidikan NU Circle Ahmad Rizali mengatakan, target perbaikan mutu hasil belajar murid Indonesia akan sulit dicapai jika mutu guru tidak diperbaiki. Karena guru langsung di bawah komando kabupaten/kota maka seringkali mereka dikooptasi dan terpaksa terlibat dalam politik lokal yang menyulitkan pengembangan diri mereka secara berkelanjutan.

Ia kemudian mengusulkan, didirikan Badan Pengelola Guru (BPG) yang memiliki otoritas semua kebijakan yang terkait dengan urusan guru sejak dari Preservis (pendidikan di LPTK) hingga Inservis (mengajar), perlindungan, dan pensiun serta guru tidak tetap (honorer). Ditjen GTK dapat memainkan peran seperti Ditjen Migas dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota seperti perusahaan-perusahaan migas. “Dengan adanya BPG, semua kebijakan tentang Guru dapat dikelola terpusat namun dalam pelaksanaan sangat kontekstual/lokal dan kurang dipengaruhi urusan politik,” tandasnya.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3987 seconds (0.1#10.140)