Perguruan Tinggi Diminta Jadi Role Model Program Moderasi Beragama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga pendidikan adalah lembaga yang paling otoritatif menyemai moderasi beragama, dari mulai konseptual sampai implementasi. Dimulai dari jenjang pendidikan paling dasar ( PAUD ) sampai perguruan tinggi, karena gudangnya para ahli ahlinya itu berkumpul di lembaga pendidikan.
“Universitas Gadjah Mada (UGM), sangat welcome terhadap apa yang disebut dengan toleransi beragama, yang di dalamnya itu menjadi bagian penting dari indikator moderasi beragama,” ujar Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno, di kampus UGM Yogyakarta, dikutip Rabu, (22/11/2023).
Suyitno menyampaikan hal tersebut pada Diskusi Publik Ekspos Inovasi Moderasi Beragama: Penguatan Moderasi Beragama untuk Generasi Milenial (Sekolah, Madrasah, dan Madrasah Moderasi) yang diselenggarakan di Gadjah Mada University Club (UC) Hotel UGM, Yogyakarta.
Satuan pendidikan, kata Suyitno, seperti UGM sebagai Lembaga pendidikan tinggi harus bisa menjadi menjadi role model program moderasi beragama. Hal ini sejalan dengan agenda Balitbang Diklat yang sudah bekerjsama dan melibatkan beberapa kampus.
Baca juga: Launching Madrasah Pandai Berhitung, Menag Targetkan Tiga Juta Guru dan Siswa Ahli Matematika
“Ini bertujuan untuk mendiseminasikan MB dengan baik, sehingga MB bukan hanya sebuah tutorial, indoktrinasi, tapi menjadi program dan implementasi di lembaga pendidikan,” terang Suyitno.
“Lahirnya Perpres Nomor 58 Tahun 2023 Tentang Penguatan Moderasi Beragama. MB itu bukan program eksklusif Kemenag, tapi program inklusif semua Kementerian lembaga tidak terkecuali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan hanya dalam bentuk sebuah retorika atau seremonial tapi program-program yang nyata,” ucap Suyitno.
Pada Perpres tersebut, kata Suyitno, kami diberikan mandatori yang beranggotakan semua K/L. pada saatnya nanti, kami akan melakukan evaluasi memantau capaian moderasi beragama di semua K/L. Itu artinya, program ini bukan hanya dalam bentuk seremonial dalam bentuk yang sifatnya formalitas, tapi juga dampaknya, not only output-based but also outcome based.
Suyitno menjelaskan, penguatan MB yang dilaksanakan di lingkungan Balitbang Diklat, dilakukan dengan berbagai program. Misal, sebelumnya melalui BLA Makassar dengan Lomba Musik Moderasi Beagama, BLA Jakarta dengan Lomba Film Moderasi Beragama, dan BLA Semarang dengan Lomba Inovasi Moderasi Beragama.
“Program inovasi moderasi beragama melalui berbagai genre musik, mendapatkan antusias yang sangat luar biasa dari kalangan gen Z. Musik, mereka sangat keren dan luar biasa, mampu menciptakan liriknya, not-nya, sampai pada aransemennya,” imbuhnya.
MB, lanjut Suyitno, tidak harus konseptual, legal formal, tidak harus selalu dalam bentuk penguatan yang bentuknya teori, praktek baik, bisa dilakukan inovasi-inovasi, salah satunya dengan film dan musik.
“Universitas Gadjah Mada (UGM), sangat welcome terhadap apa yang disebut dengan toleransi beragama, yang di dalamnya itu menjadi bagian penting dari indikator moderasi beragama,” ujar Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno, di kampus UGM Yogyakarta, dikutip Rabu, (22/11/2023).
Suyitno menyampaikan hal tersebut pada Diskusi Publik Ekspos Inovasi Moderasi Beragama: Penguatan Moderasi Beragama untuk Generasi Milenial (Sekolah, Madrasah, dan Madrasah Moderasi) yang diselenggarakan di Gadjah Mada University Club (UC) Hotel UGM, Yogyakarta.
Satuan pendidikan, kata Suyitno, seperti UGM sebagai Lembaga pendidikan tinggi harus bisa menjadi menjadi role model program moderasi beragama. Hal ini sejalan dengan agenda Balitbang Diklat yang sudah bekerjsama dan melibatkan beberapa kampus.
Baca juga: Launching Madrasah Pandai Berhitung, Menag Targetkan Tiga Juta Guru dan Siswa Ahli Matematika
“Ini bertujuan untuk mendiseminasikan MB dengan baik, sehingga MB bukan hanya sebuah tutorial, indoktrinasi, tapi menjadi program dan implementasi di lembaga pendidikan,” terang Suyitno.
“Lahirnya Perpres Nomor 58 Tahun 2023 Tentang Penguatan Moderasi Beragama. MB itu bukan program eksklusif Kemenag, tapi program inklusif semua Kementerian lembaga tidak terkecuali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan hanya dalam bentuk sebuah retorika atau seremonial tapi program-program yang nyata,” ucap Suyitno.
Pada Perpres tersebut, kata Suyitno, kami diberikan mandatori yang beranggotakan semua K/L. pada saatnya nanti, kami akan melakukan evaluasi memantau capaian moderasi beragama di semua K/L. Itu artinya, program ini bukan hanya dalam bentuk seremonial dalam bentuk yang sifatnya formalitas, tapi juga dampaknya, not only output-based but also outcome based.
Suyitno menjelaskan, penguatan MB yang dilaksanakan di lingkungan Balitbang Diklat, dilakukan dengan berbagai program. Misal, sebelumnya melalui BLA Makassar dengan Lomba Musik Moderasi Beagama, BLA Jakarta dengan Lomba Film Moderasi Beragama, dan BLA Semarang dengan Lomba Inovasi Moderasi Beragama.
“Program inovasi moderasi beragama melalui berbagai genre musik, mendapatkan antusias yang sangat luar biasa dari kalangan gen Z. Musik, mereka sangat keren dan luar biasa, mampu menciptakan liriknya, not-nya, sampai pada aransemennya,” imbuhnya.
MB, lanjut Suyitno, tidak harus konseptual, legal formal, tidak harus selalu dalam bentuk penguatan yang bentuknya teori, praktek baik, bisa dilakukan inovasi-inovasi, salah satunya dengan film dan musik.
(nnz)