Pemerintah Membolehkan Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah membolehkan pembelajaran tatap muka di zona hijau dengan protokol kesehatan ketat, kini pemerintah membolehkan sekolah di zona kuning untuk melakukan pembelajaran tatap muka.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan pada masa pandemi ini ternyata menemui banyak tantangan. Yang tidak hanya dihadapi para guru namun juga siswa dan orang tua.
Guru misalnya, terbebani dengan kesulitan mengelola PJJ, terbebani dengan penuntasan kurikulum, sulit memenuhi beban jam mengajar dan sulitnya komunikasi dengan orang tua. (Baca juga: Kemendikbud Akhirnya Terbitkan Kurikulum Darurat Pandemi Covid-19 )
Sementara, orang tua juga tidak mudah mengikuti dan mendampingi anak belajar karena harus bekerja dan juga ada yang belum memahami kurikulum yang saat ini diberlakukan.
"Sekolah sulit konsentrasi dan merasa beban karena banyak penugasan guru untuk tuntaskan kurikulum dan juga stres dan jenuh," katanya pada Taklimat Media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19, di Jakarta, Jumat (7/8).
Nadiem mengatakan, ada dua prinsip kebijakan di masa pandemi yang disepakati pemerintah yakni prinsip kesehatan dan keselamatan anak adalah prioritas utama. Namun ada prinsip kedua yaitu apa yang terbaik bagi anak dan masa depan generasi penerus bangsa juga harus menjadi pertimbangan karena efek bagi yang tidak bisa melakukan PJJ juga buruk bagi masa depan anak. (Baca juga: Kemendikbud Alokasikan Rp405 Miliar untuk Penanganan Covid-19 )
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi semua konsekuensi negatif itu, Kemendikbud dan juga tiga kementerian lain sepakat untuk mekakukan perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. "Untuk itu kami akan revisi SKB untuk memperbolehkan, bukan memaksakan, tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan ketat dan semua data mengenai zona kuning dan hijau itu berdasarkan data Satgas COVID-19," terangnya.
Mendikbud menegaskan, pembelajaran tatap muka masih dilarang di zona merah dan oranye. Dia menegaskan, meski SKB 4 Menteri sudah direvisi dan membolehkan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning namun jika pemerintah daerah belum siap maka mereka boleh tidak memulai sekolah tatap muka.
Seandainya pemerintah daerah menyatakan siap tetapi kepala sekolah dan komite sekolah bahkan juga orang tua menyatakan belum memperkenankan anaknya pergi ke sekolah itu maka sekolah tatap muka tidak diperbolehkan. "Walau di zona hijau dan kuning buka, tetapi bukan artinya harus. Kita masih mementingkan otonomi dan prerogatif setap pemerintah daerah, komite sekolah dan orang tua di Indonesia," katanya.
Berdasarkan data per 3 Agustus 2020 dari http://covid19.go.idterdapat sekitar 57 % peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Sementara itu, sekitar 43 % peserta didik berada di zona kuning dan hijau.
Penentuan zonasi daerah sendiri tetap mengacu pada pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satuan tugas penanganan COVID-19 nasional, yang dapat diakses pada laman https://covid19.go.id/peta-risiko. Berdasarkan pemetaan tersebut, zonasi daerah dilakukan pada tingkat kabupaten/kota.
“Dikecualikan untuk pulau-pulau kecil, zonasinya menggunakan pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satgas penanganan COVID-19 setempat,” tambah Mendikbud.
Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam SKB Empat Menteri yang disesuaikan tersebut dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut.
Sementara itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.
“Selain itu, dengan pertimbangan bahwa pembelajaran praktik adalah keahlian inti SMK, pelaksanaan pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucap Mendikbud.
Madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan zona kuning dapat membuka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka secara bertahap sejak masa transisi. Kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik kurang dari atau sama dengan 100 orang pada masa transisi bulan pertama adalah 50 %, bulan kedua 100 %, kemudian terus dilanjutkan 100 % pada masa kebiasaan baru.
Untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 %, dan bulan kedua 50 %, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75 %, dan bulan keempat 100 %.
“Evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 untuk memantau tingkat risiko COVID-19 di daerah,” imbuh Mendikbud.
“Apabila terindikasi dalam kondisi tidak aman, terdapat kasus terkonfirmasi positif COVID-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” tegas Mendikbud.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan pada masa pandemi ini ternyata menemui banyak tantangan. Yang tidak hanya dihadapi para guru namun juga siswa dan orang tua.
Guru misalnya, terbebani dengan kesulitan mengelola PJJ, terbebani dengan penuntasan kurikulum, sulit memenuhi beban jam mengajar dan sulitnya komunikasi dengan orang tua. (Baca juga: Kemendikbud Akhirnya Terbitkan Kurikulum Darurat Pandemi Covid-19 )
Sementara, orang tua juga tidak mudah mengikuti dan mendampingi anak belajar karena harus bekerja dan juga ada yang belum memahami kurikulum yang saat ini diberlakukan.
"Sekolah sulit konsentrasi dan merasa beban karena banyak penugasan guru untuk tuntaskan kurikulum dan juga stres dan jenuh," katanya pada Taklimat Media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19, di Jakarta, Jumat (7/8).
Nadiem mengatakan, ada dua prinsip kebijakan di masa pandemi yang disepakati pemerintah yakni prinsip kesehatan dan keselamatan anak adalah prioritas utama. Namun ada prinsip kedua yaitu apa yang terbaik bagi anak dan masa depan generasi penerus bangsa juga harus menjadi pertimbangan karena efek bagi yang tidak bisa melakukan PJJ juga buruk bagi masa depan anak. (Baca juga: Kemendikbud Alokasikan Rp405 Miliar untuk Penanganan Covid-19 )
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi semua konsekuensi negatif itu, Kemendikbud dan juga tiga kementerian lain sepakat untuk mekakukan perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. "Untuk itu kami akan revisi SKB untuk memperbolehkan, bukan memaksakan, tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan ketat dan semua data mengenai zona kuning dan hijau itu berdasarkan data Satgas COVID-19," terangnya.
Mendikbud menegaskan, pembelajaran tatap muka masih dilarang di zona merah dan oranye. Dia menegaskan, meski SKB 4 Menteri sudah direvisi dan membolehkan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning namun jika pemerintah daerah belum siap maka mereka boleh tidak memulai sekolah tatap muka.
Seandainya pemerintah daerah menyatakan siap tetapi kepala sekolah dan komite sekolah bahkan juga orang tua menyatakan belum memperkenankan anaknya pergi ke sekolah itu maka sekolah tatap muka tidak diperbolehkan. "Walau di zona hijau dan kuning buka, tetapi bukan artinya harus. Kita masih mementingkan otonomi dan prerogatif setap pemerintah daerah, komite sekolah dan orang tua di Indonesia," katanya.
Berdasarkan data per 3 Agustus 2020 dari http://covid19.go.idterdapat sekitar 57 % peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Sementara itu, sekitar 43 % peserta didik berada di zona kuning dan hijau.
Penentuan zonasi daerah sendiri tetap mengacu pada pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satuan tugas penanganan COVID-19 nasional, yang dapat diakses pada laman https://covid19.go.id/peta-risiko. Berdasarkan pemetaan tersebut, zonasi daerah dilakukan pada tingkat kabupaten/kota.
“Dikecualikan untuk pulau-pulau kecil, zonasinya menggunakan pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satgas penanganan COVID-19 setempat,” tambah Mendikbud.
Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam SKB Empat Menteri yang disesuaikan tersebut dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut.
Sementara itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.
“Selain itu, dengan pertimbangan bahwa pembelajaran praktik adalah keahlian inti SMK, pelaksanaan pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucap Mendikbud.
Madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan zona kuning dapat membuka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka secara bertahap sejak masa transisi. Kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik kurang dari atau sama dengan 100 orang pada masa transisi bulan pertama adalah 50 %, bulan kedua 100 %, kemudian terus dilanjutkan 100 % pada masa kebiasaan baru.
Untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 %, dan bulan kedua 50 %, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75 %, dan bulan keempat 100 %.
“Evaluasi akan selalu dilakukan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama Kepala Satuan Pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 untuk memantau tingkat risiko COVID-19 di daerah,” imbuh Mendikbud.
“Apabila terindikasi dalam kondisi tidak aman, terdapat kasus terkonfirmasi positif COVID-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” tegas Mendikbud.
(mpw)