Kurikulum Pendidikan Harus Memasukkan Agama, Kebangsaan, Etika, dan Logika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Membangun warga negara unggul sangatlah penting bagi sebuah negara bangsa. Eksistensi dan kelangsungan hidup sebuah negara dimulai dari pikiran warga-negaranya. Karenanya, warga negara harus dibangun sebagai benteng ketahanan demi kelangsungan hidup negara-bangsa. (Baca juga: Kisah Gilang, Bocah SD Pemungkut Cengkeh di Kebun Demi Kuota Internet)
Karenanya, penyusunan mata pelajaran harus mengacu pada desain struktur kurikulum inti pendidikan kita yang pada dasarnya ada empat, yaitu agama, kebangsaan, etika, dan logika. “Berbeda dengan negara lain yang tidak menempatkan agama di dalam kurikulumnya, Indonesia harus menempatkan agama di dalam kurikulumnya. Hal ini karena selain berhubungan dengan etika maka agama juga berhubungan dengan kebangsaan/nasionalisme,” kata Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Pontjo Sutowo dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (12/8/2020).
Etika dipakai karena lebih berkaitan dengan hubungan sosial sebagai manusia atau disebut sebagai etika pergaulan. Pada jenjang pendidikan tinggi maka etika lebih ditujukan pada etika kebangsaan dan etika dalam dunia kerja. (Lihat foto: Siswa di Solok Harus Menempuh Jarak 10 Kilometer untuk Belajar Online)
Ketua Aliansi Kebangsaan ini melanjutkan, dalam hal kebangsaan dapat dimulai dengan pemahaman bahwa setiap bayi yang lahir di Indonesia adalah penduduk Indonesia sesuai dengan etnis atau sukunya. Melalui pendidikan dia akan dibentuk menjadi agensi dan warga negara Indonesia yang unggul. (Baca juga: PSSI Janji Bantu Pendidikan Tinggi Pemain Timnas Indonesia)
Logika sendiri dapat dibagi menjadi tiga rumpun yaitu literasi bahasa, matematika, dan sains. Semua mata pelajaran bermuara dari ketiganya. “Fokus perbaikan matra logika harus dimulai dari tingkat SD/MI agar kemampuan bernalar pada anak didik sudah dibiasakan dan ditanamkan sejak jenjang ini, karena SD/MI adalah fondasi dari semua pendidikan di atasnya,” tuturnya.
Wakil Ketua Tim Perumus dan Penulis Naskah Akademik Sisbuddiknas Bambang Pharmasetiawan mengatakan dalam naskah akademik telah memuat pula tentang hal dalammenyusun mata pelajaran yang kurikulum intinya adalah agama, kebangsaan, etika, dan logika. “Pada mata pelajaran dan mata kuliah yang dibuat dan ditambahkan hendaknya mengacu pada definisi nilai final dan nilai instrumental,” katanya.
Nilai final adalah apa-apa yang ditujukan sebagai tujuan pendidikan. Biasanya ditetapkan oleh sebuah keputusan politik atau konsensus para cerdik cendekia. “Sedangkan nilai instrumental adalah sebuah disiplin akademik yang diajarkan guna mewujudkan nilai final tersebut,” ujar ketua Yayasan Budaya Cerdas dan Luhur ini.
Karenanya, penyusunan mata pelajaran harus mengacu pada desain struktur kurikulum inti pendidikan kita yang pada dasarnya ada empat, yaitu agama, kebangsaan, etika, dan logika. “Berbeda dengan negara lain yang tidak menempatkan agama di dalam kurikulumnya, Indonesia harus menempatkan agama di dalam kurikulumnya. Hal ini karena selain berhubungan dengan etika maka agama juga berhubungan dengan kebangsaan/nasionalisme,” kata Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Pontjo Sutowo dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (12/8/2020).
Etika dipakai karena lebih berkaitan dengan hubungan sosial sebagai manusia atau disebut sebagai etika pergaulan. Pada jenjang pendidikan tinggi maka etika lebih ditujukan pada etika kebangsaan dan etika dalam dunia kerja. (Lihat foto: Siswa di Solok Harus Menempuh Jarak 10 Kilometer untuk Belajar Online)
Ketua Aliansi Kebangsaan ini melanjutkan, dalam hal kebangsaan dapat dimulai dengan pemahaman bahwa setiap bayi yang lahir di Indonesia adalah penduduk Indonesia sesuai dengan etnis atau sukunya. Melalui pendidikan dia akan dibentuk menjadi agensi dan warga negara Indonesia yang unggul. (Baca juga: PSSI Janji Bantu Pendidikan Tinggi Pemain Timnas Indonesia)
Logika sendiri dapat dibagi menjadi tiga rumpun yaitu literasi bahasa, matematika, dan sains. Semua mata pelajaran bermuara dari ketiganya. “Fokus perbaikan matra logika harus dimulai dari tingkat SD/MI agar kemampuan bernalar pada anak didik sudah dibiasakan dan ditanamkan sejak jenjang ini, karena SD/MI adalah fondasi dari semua pendidikan di atasnya,” tuturnya.
Wakil Ketua Tim Perumus dan Penulis Naskah Akademik Sisbuddiknas Bambang Pharmasetiawan mengatakan dalam naskah akademik telah memuat pula tentang hal dalammenyusun mata pelajaran yang kurikulum intinya adalah agama, kebangsaan, etika, dan logika. “Pada mata pelajaran dan mata kuliah yang dibuat dan ditambahkan hendaknya mengacu pada definisi nilai final dan nilai instrumental,” katanya.
Nilai final adalah apa-apa yang ditujukan sebagai tujuan pendidikan. Biasanya ditetapkan oleh sebuah keputusan politik atau konsensus para cerdik cendekia. “Sedangkan nilai instrumental adalah sebuah disiplin akademik yang diajarkan guna mewujudkan nilai final tersebut,” ujar ketua Yayasan Budaya Cerdas dan Luhur ini.
(poe)