Tanpa Cetak Biru, Kebijakan Pendidikan Selalu Berganti Seiring Pergantian Rezim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu penyebab mengapa perkembangan pendidikan Indonesia stagnan adalah pemerintah tidak pernah membuat cetak biru atau blueprint pendidikan . Semua program yang ada sekadar rutinitas atau kebijakan yang tidak berkesinambungan sehingga jika ada pergantian menteri maka akan ganti kebijakan.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Eksekutif Center for Education Regulations & Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji, dalam diskusi, yang dipantau melalui Youtube Ditjen Dikti Kemendikbud, Kamis (20/8). (Baca juga: Masih Rentan, KPAI Minta Sekolah Tunda Pembelajaran Tatap Muka )
Pihaknya pun mendorong pemerintah segera membuat cetak biru pendidikan. Ia mengkritisi kebijakan pendidikan yang selalu berganti setiap rezim baru. "Tidak adanya arah kebijakan pendidikan yang jelas akan menyebabkan pendidikan Indonesia terkesan stagnan. Jadi selalu tiap ganti menteri, ganti rezim, programnya selalu ganti baru, tapi sebetulnya banyaknya ganti nama," kata Indra Charismiadji.
Menurutnya, adanya cetak biru pendidikan Indonesia akan membantu berbagai pihak pemangku kepentingan pendidikan untuk menyusun langkah atau program yang terukur dalam mencapai SDM unggul yang dicita-citakan. Sekaligus memudahkan evaluasi terhadap program-program tersebut sehingga tidak hanya terserapnya anggaran.
Ia mencontohkan, Singapura yang hanya memiliki total lima universitas saja memiliki cetak biru pendidikan sejak 1997. Saat ini, negara tetangga tersebut sudah berada dalam tahap empat cetak biru yang dibuatnya. (Baca juga: Tingkatkan SDM, Kampus BUMN Resmikan Merdeka Belajar )
Demikian pula dengan Malaysia yang memiliki cetak biru baik untuk pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. "Padahal mereka (Singapura) cuma punya lima universitas. Bahkan negaranya jauh lebih kecil dari Pulau Flores. Itu mereka punya master plan untuk education," kata Indra.
Jika setiap berganti menteri lalu berganti pula programnya, Indra mengatakan yang muncul adalah kebijakan parsial. Sering kali tiba-tiba muncul ide kebijakan baru di dunia pendidikan, tetapi hanya pada bagian-bagian tertentu.
"Contohnya saja sekarang lagi ramai ada ide membuat pendidikan militer di perguruan tinggi untuk meningkatkan nasionalisme. Ini kan tiba-tiba saja muncul, nggak ada kajian akademisnya," kata dia lagi.
Terkait hal tersebut, Indra menyarankan agar pemerintah segera membuat cetak biru pendidikan. Sebab, Indonesia adalah negara yang luas, sementara negara kecil seperti Singapura dan Malaysia sudah memiliki cetak biru mereka.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Eksekutif Center for Education Regulations & Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji, dalam diskusi, yang dipantau melalui Youtube Ditjen Dikti Kemendikbud, Kamis (20/8). (Baca juga: Masih Rentan, KPAI Minta Sekolah Tunda Pembelajaran Tatap Muka )
Pihaknya pun mendorong pemerintah segera membuat cetak biru pendidikan. Ia mengkritisi kebijakan pendidikan yang selalu berganti setiap rezim baru. "Tidak adanya arah kebijakan pendidikan yang jelas akan menyebabkan pendidikan Indonesia terkesan stagnan. Jadi selalu tiap ganti menteri, ganti rezim, programnya selalu ganti baru, tapi sebetulnya banyaknya ganti nama," kata Indra Charismiadji.
Menurutnya, adanya cetak biru pendidikan Indonesia akan membantu berbagai pihak pemangku kepentingan pendidikan untuk menyusun langkah atau program yang terukur dalam mencapai SDM unggul yang dicita-citakan. Sekaligus memudahkan evaluasi terhadap program-program tersebut sehingga tidak hanya terserapnya anggaran.
Ia mencontohkan, Singapura yang hanya memiliki total lima universitas saja memiliki cetak biru pendidikan sejak 1997. Saat ini, negara tetangga tersebut sudah berada dalam tahap empat cetak biru yang dibuatnya. (Baca juga: Tingkatkan SDM, Kampus BUMN Resmikan Merdeka Belajar )
Demikian pula dengan Malaysia yang memiliki cetak biru baik untuk pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. "Padahal mereka (Singapura) cuma punya lima universitas. Bahkan negaranya jauh lebih kecil dari Pulau Flores. Itu mereka punya master plan untuk education," kata Indra.
Jika setiap berganti menteri lalu berganti pula programnya, Indra mengatakan yang muncul adalah kebijakan parsial. Sering kali tiba-tiba muncul ide kebijakan baru di dunia pendidikan, tetapi hanya pada bagian-bagian tertentu.
"Contohnya saja sekarang lagi ramai ada ide membuat pendidikan militer di perguruan tinggi untuk meningkatkan nasionalisme. Ini kan tiba-tiba saja muncul, nggak ada kajian akademisnya," kata dia lagi.
Terkait hal tersebut, Indra menyarankan agar pemerintah segera membuat cetak biru pendidikan. Sebab, Indonesia adalah negara yang luas, sementara negara kecil seperti Singapura dan Malaysia sudah memiliki cetak biru mereka.
(mpw)